Rabu, September 09, 2009

Orandum est ut sit mens sana in corpore sano

  Budiarto Eko Kusumo       Rabu, September 09, 2009
"Apa yang seharusnya diminta ialah jiwa yang sehat (berada) dalam badan yang sehat."

Peringatan Hari Olahraga Nasional yang diperingati setiap tanggal 9 September, dimana tahun ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, nyaris tidak ada kegiatan sama sekali. Peringatan hanya diisi dengan kegiatan seremonial saja yakni Upacara.
Adapun tema yang diangkat pada Hari Olahrga Nasional tahun yaitu, “Dengan Peringatan Hari Olahraga Nasional XXV tahun 2008, Kita Wujudkan Indonesia Bisa Untuk Memajukan Prestasi Olahraga Nasional”.

“Orandum est ut sit mens sana in corpore sano”

Hampir di dalam setiap aktivitas masyarakat memiliki istilah populer guna memetaforakan aktivitas tersebut. Termasuk salah satunya adalah di dalam wacana keolahragaan, kita mengenal istilah: ”Mensana In Corporesano.”
Kalimat Mensana In Corporesano merupakan istilah yang dicomot dari bahasa Latin yang kemudian dijadikan motto dalam dunia olahraga. Sehingga tak mengherankan bila di arena atau gelanggang olahraga seringkali kita jumpai istilah itu. Bila istilah tersebut kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kurang lebih bermakna: ”di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat. Istilah ini tidak hanya akrab di telinga orang Indonesia saja, melainkan telah mendunia. Persoalannya apakah istilah tersebut sudah tepat dan memastikan di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat melalui gegap gempitanya aktivitas berolahraga?

Kontaminasi Istilah
Konon, istilah ini telah mengalami pemenggalan sebagian kata yang menurut masyarakat Barat kurang sesuai dengan budaya mereka yang mengkultuskan rasionalisme. Faham ini mengutamakan kepekaan pikiran manusia, sehingga yang berbau ghaib merupakan kesia-siaan belaka.
Kekuatan budaya mereka mampu memanipulasi sesuatu yang dianggap irrasional, termasuk didalamnya perihal linguistik. Contohnya adalah motto yang selama ini dipergunakan dalam dunia olahraga. Sebenarnya motto yang asli adalah ”Orandum est ut sit mens sana in corpore sano”, yang artinya apa yang seharusnya diminta ialah jiwa yang sehat (berada) dalam badan yang sehat. Kalimat ini berasal dari seorang penyair Romawi, Iuvenalis (60 – 140 SM), dalam buku Satire 10.356.
Dengan mengungkapkan kalimat itu, ia mau menegaskan pentingnya keseimbangan hidup jasmani dan rohani, artinya dalam istilah tersebut secara implisit mengandung suatu pengharapan atau secara sederhana, di dalam tubuh yang sehat semoga terdapat jiwa yang sehat. Namun, berkat arogansi rasionalisme, kata orandum est ut sit telah disayat menjadi Mensana In Corporesano. Penghapusan kata semoga (yang merupakan sebuah asa) pada motto yang sebenarnya menunjukkan pengabaian terhadap eksistensi proses yang belum jelas kepastiannya. Seolah-olah rasionalisme telah dianggap bisa menebak semua teka-teki yang berhamburan di muka bumi ini. Sehingga dengan keyakinan rasional dapat digeneralisasikan bahwa di dalam tubuh yang sehat (pasti) terdapat jiwa yang sehat.
Secara sosiologis, kepribadian seseorang yang nota bene mewakili aspek rohani (jiwa) tidak mutlak ditentukan oleh kondisi fisik, melainkan berhubungan erat dengan interaksi sosial seseorang itu di dalam suatu komunitas. Hal ini mengindikasikan adanya proses pembelajaran sosial bagi setiap manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan kepribadian seseorang senantiasa bermuara kepada lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial menawarkan cerminan pranata-pranata yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dan seseorang tinggal melakukan imitasi, identifikasi atau menolaknya sama sekali sesuai persepsinya.
Berangkat dari pemahaman di atas, terlihat dengan jelas bahwa perkembangan jiwa seseorang mendasarkan diri kepada pengalaman psiko-sosial manusianya. Sehat dan tidaknya jiwa seseorang bergantung pada kondisi seseorang, meski tidak tertutup kemungkinan bahwa tubuh yang sehat juga dapat memberikan andil dalam mengembangkan jiwa tapi sifatnya tidak deterministik. Terlebih hidup pada era di mana kekuatan materi diapresiasikan secara berlebihan, maka motto Mensana In Corporesano patut dipertanyakan lagi.
Dari kenyataan yang terlihat banyak olahragawan yang terseret ke dalam budaya cenderung memburu prestasi maupun prestise, ketimbang memaknai substansi olahraga itu sendiri. Dan itu bisa kita amati dari perilaku beberapa olahragawan yang cenderung bergaya selebritis, yang terkesan mengabaikan fungsi dan tujuan utama berolahraga yaitu: sehat sekaligus berprestasi.
Contohnya, prestasi dan prestise Diego Armando Maradona, pebola asal Argentina, telah menyeretnya ke dunia mafia heroin dan banyak kasus-kasus lain seperti itu yang tidak terekspose.
Menanggapi fenomena ini, kita sebagai bangsa Timur tidak perlu latah dalam menggunakan motto tersebut. Karena bagaimanapun juga keseimbangan usaha dan doa merupakan keharmonisan yang senantiasa didambakan oleh bangsa yang religius. Bila seandainya kita tetap mempertahankan slogan tersebut seyogianya kita mengacu kepada motto aslinya, yaitu: orandum est ut sit mens sana in corpore sano (apa yang seharusnya diminta ialah jiwa yang sehat (berada) dalam badan yang sehat).
Terlepas dari motivasi individu pelaku olahraga, tubuh yang sehat memang selalu didambakan oleh setiap insan. Karena tubuh yang sehat mendukung mobilitas setiap manusia secara aktif. ***


logoblog

Thanks for reading Orandum est ut sit mens sana in corpore sano

Previous
« Prev Post

2 komentar:

Sahabat Blog