Sabtu, September 08, 2012

Menuju Museum Berkelas Dunia

  Budiarto Eko Kusumo       Sabtu, September 08, 2012
Barangkali masih sedikit dari masyarakat Indonesia yang tahu bahwa di daerah gersang di kala musim kemarau tiba, berdiri megah sebuah bangunan yang mampu bercerita perihal sejarah evolusi manusia purba beserta situs dan lingkungannya. Dialah Museum Sangiran, sebuah museum yang mengabadikan perjalanan peradaban manusia purba yang pernah hidup dan bermukim jutaan tahun yang silam di sebuah perdukuhan yang bernama Sangiran.. Bahkan, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono, saat meninjau Museum Sangiran pada hari Kamis, 16 Februari 2012 mengatakan luar biasa!
Memang selama ini, kita mengenal nama Sangiran sebatas dari pelajaran ketika masih duduk di bangku SMP dan SMA. Secara teoritis, mereka mengenalnya namun realitasnya kebanyakan mereka belum pernah melihat situs Sangiran yang memiliki luas sekitar ± 56 Km² sebagai Daerah Cagar Budaya. Amatlah sangat disayangkan bila hal ini terus terjadi mengingat tidak begitu sulitnya untuk menemukan lokasi museum tersebut. Museum yang berada di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, mudah dijangkau dengan moda transportasi darat dari berbagai arah, seperti dari Kota Solo hanya berjarak sekitar 18 Km.
Situs Sangiran ini dianggap penting karena memiliki beberapa keutamaan, antara lain, bahwa situs ini mempunyai areal sebaran temuannya yang sangat luas dan mengalami masa hunian oleh manusia purba selama lebih dari satu juta tahun, dengan jumlah temuan fosil manusia purba yang cukup melimpah, yaitu mencapai lebih dari 50% populasi homo erectus di dunia.

Ihwal Museum Sangiran
Sangiran diketahui sebagai situs yang berkaitan dengan kehidupan manusia purba, bermula dari kiprah G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1934 di perbukitan Ngebung. Pada salah satu punggung bukitnya ditemukan sejumlah alat-alat batu berupa serpihan bilah yang dibuat dari kalsedon maupun jasper. Meskipun alat-alat tersebut merupakan temuan permukaan, tetapi berdasarkan asosiasi artefak dengan fauna Trinil, Koenigswald menyatakan bahwa temuan tersebut berasal dari Kala Plestosen Tengah yang berusia sekitar 400.000 tahun yang lalu. Alat batu jenis ini dalam ilmu arkeologi dikenal dengan nama alat serpih, dan Koenigswald menyebutnya dengan istilah “Sangiran Flake Industry”.
Selanjutnya, tahun 1936 Koenigswald berhasil menemukan fosil Meganthropus palaojavanicus, berupa fosil rahang atas manusia purba dengan ukuran sangat besar. Tahun 1937 Koenigswald berhasil menemukan fosil manusia purba yang dicari-cari oleh Dubois yaitu fosil Pithecantropus erectus.
Pada tahun 1975, temuan-temuan di Situs Sangiran yang telah terkumpul di kediaman Toto Sumarsono, Kepala Desa Krikilan yang membantu Koenigswald kala itu, dipindahkan di bangunan yang sekarang menjadi Balai Desa Krikilan. Namun setelah Koenigswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil tersebut semakin melimpah. Dari Pendopo Balai Desa Krikilan inilah lahir cikal bakal (embrio) Museum Sangiran.

Pusat Kajian Dunia
Dengan ditetapkannya Situs Sangiran sebagai salah satu dari Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam World Heritage List nomor 593 dengan nama Sangiran Early Man Site, mengukuhkan diri menjadi perhatian publik dunia. Situs Sangiran telah mampu andil dalam mengembangkan kajian paleoanthropology dunia karena dari hasil penelitian sejumlah peneliti asing maupun Indonesia sebelum kemerdekaan hingga kini, telah menjadi barometer evolusi manusia. Diteliti, dilestarikan, dan dimanfaatkan untuk khalayak ramai, esensi akademisnya diharapkan akan mempercerah dunia ilmiah di kemudian hari. Sehingga, pada akhirnya akan mendorong Museum Sangiran untuk terus dikembangkan hingga menjadi pusat kajian sejarah dan tujuan wisata dunia.
Melihat potensi dari warisan sejarah dunia yang ada di situs Sangiran, Museum Sangiran berpotensi menjadi salah satu museum sejarah terbesar di dunia. Hanya saja, dalam mewujudkan mimpi tersebut masih perlu dibenahi beberapa sarana dan prasana yang ada di dalam kawasan Sangiran guna mengimbangi kemegahan bangunan Museum Sangiran. Perlunya pemeliharaan infrastruktur jalan, penataan kawasan yang terpadu dengan konsep konservasi pepohonan yang sifatnya rindang serta penataan ruang di sekitar museum tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi merebaknya pemukiman warga yang kian waktu kian bertambah. Dan, yang tak kalah penting adalah melengkapi Museum Sangiran dengan perpustakaan yang memuat koleksi buku bersifat referesial berkenaan dengan sejarah evolusi manusia, guna mendukung peneliti yang masih ingin mengembangkan penelitiannya di situs Sangiran maupun wisatawan yang ingin lebih tahu mengenai keunggulan potensi situs Sangiran. ***






logoblog

Thanks for reading Menuju Museum Berkelas Dunia

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog