Minggu, September 02, 2012

Pengaruh Iklan Rokok Terhadap Perilaku Merokok

  Budiarto Eko Kusumo       Minggu, September 02, 2012
Menyitir berita ANTARA pada Kamis, 31 Mei 2012, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di seluruh dunia, setelah Cina dan India. Dalam deklarasi Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, disebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia.
Jumlah perokok di Indonesia, juga diperkirakan terus meningkat karena konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007. Perokok wanita jumlahnya juga meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007.
Melihat kondisi suram tersebut, ternyata remaja merupakan kelompok tertinggi yang rentan terhadap pengaruh iklan, baik di media massa maupun papan iklan di pinggir jalan (billboard). Sekitar 86 persen remaja di dunia menghisap satu jenis merek rokok yang paling sering diiklankan, terutama televise. Sedangkan orang dewasa hanya 30 persen yang memilih jenis rokok yang sama meskipun kemungkinannya mereka lebih sering menyaksikan iklannya dibanding para remaja itu.
Jumlah perokok di Indonesia meningkat cepat sekali, sebagian besar pria usia 20 tahun atau lebih adalah perokok (69,1%). Peningkatan jumlah perokok di kalangan anak laki-laki usia 15-19 tahun dari 36,8 persen pada tahun 1997 menjadi 42,6 persen di tahun 2000. Hal ini diduga gencarnya terpaan iklan dan mudahnya para remaja untuk mendapatkan atau membeli rokok.
Dalam kegiatan sponsorship oleh perusahaan rokok untuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan remaja maupun orang dewasa, sama pentingnya dengan tayangan iklan pada media massa. Dengan sponsorship mereka menjalankan promosi dengan berbagai cara. Dan mensponsori kegiatan tersebut berarti mengalokasikan banyak uang, bagi perusahaan rokok tentu harus ada imbal baliknya. Dalam kaitannya dengan kesehatan, pada saat peristiwa ini terjadi memungkinkan sebagai entry point untuk membuat seseorang menjadi kecanduan merokok.
Kegiatan promosi melalui kegiatan massal, dipercaya secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong hasrat para sasaran perusahaan rokok untuk bereksperimen dengan mencoba merokok. Dalam promosinya, rokok diasosiasikan dengan keberhasilan dan kebahagiaan.

Bahaya Rokok
Rokok mempunyai dua sisi manfaat dan akibat bagi pembangunan suatu negara. Indsutri rokok dan industri pendukungnya mempunyai mata rantai dalam meningkatkan devisa negara. Iklan rokok merupakan media promosi yang dapat meningkatkan sasaran konsumen untuk mempunyai perilaku merokok. Perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari respon dalam diri (organismic forces) maupun dari luar diri (environmental forces). Respon ini dapat bersifat pasif tanpa tindakan maupun bersifat aktif dengan tindakan. Sehingga, perilaku merokok masyarakat Indonesia juga mengacu pada dua faktor tersebut, hanya saja dari berbagai literatur penelitian yang ada kekuatan dari luar “mendominasi” perilaku ini. Dalam perputaran ekonomi, omzet dari industri rokok ini tergolong sangat besar. Di sisi lain, angka kesakitan dan kematian serta kerugian produktivitas akibat bahaya merokok sangat tinggi, determinan yang nyata adalah akumulasi bahan berbahaya dalam rokok yang merusak fungsi fisiologis tubuh. Hal yang seharusnya dapat dicegah dengan pemberian informasi bahaya rokok sejak dini.
Walaupun hasil studi menunjukkan hasil yang mengerikan, kebanyakan perokok tidak percaya. Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya akibat buruk dari rokok bukanlah akibat yang bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek. Biasanya kerusakan yang diakibatkannya terakumulasi sedikit demi sedikit dan baru bisa dirasakan langsung beberapa puluh tahun kemudian. Hal inilah yang membuat bahaya rokok terhadap kesehatan sulit diyakini oleh individu-individu perokok. Sayangnya, semakin banyak informasi tentang bahaya merokok, semakin tinggi pula data prevalensi orang yang merokok.

Waspadai Propaganda Rokok
Sosiolog Imam Prasodjo mengatakan bahaya yang diakibatkan zat di dalam rokok telah dipropagandakan menjadi positif oleh industri rokok.
"Saat ini yang perlu kita lakukan adalah membatasi peredaran dan melarang melalui iklan rokok," kata Imam usai acara peluncuran Kawasan Bebas Rokok di Lingkungan Instansi Muhammadiyah, di Gedung Pengurus Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Senin, 14 November 2011.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO), Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia-Pasifik yang belum menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Mengenai Kontrol Tembakau (FCTC). Sikap Indonesia tersebut mencerminkan ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi rakyatnya. Padahal, di dalam kesepakatan FCTC terdapat aturan-aturan mengenai promosi dan sponsorship rokok, lingkungan bebas asap rokok, perokok pasif, dan industri tembakau. Beberapa di antara peraturan FCTC menyebutkan negara berkewajiban melindungi warga negaranya dari bahaya rokok.
Imam menggarisbawahi pelarangan iklan dan pembatasan distribusi tersebut bukan untuk mematikan industri rokok, namun melindungi warga negara yang belum cukup umur dan yang tidak mau merokok. Industri rokok sebenarnya tidak perlu khawatir akan kehilangan keuntungan, mereka akan tetap untunga. Masalahnya ada pada iklan-iklan rokok di Indonesia mencitrakan rokok sebagai sesuatu yang positif, pria punya selera, selera Indonesia, dan sebagainya. Citra tersebut rayuan yang sangat sukar ditolak, sehingga akan mempengaruhi perilaku merokok masyarakat kita.
Karena itu, Imam berpendapat, "Tidak ada cara lain, iklan rokok harus `di-banned`(dilarang). Soal pembatasan distribusi, produk rokok tidak boleh dijual eceran dan hanya boleh dijual kepada orang dewasa menurut undang-undang, dan menyertakan label peringatan dalam bentuk gambar ("graphic warning"). FCTC mensyaratkan "graphic warning" meliputi 50 persen dari ukuran bungkus rokok dan 174 negara telah menandatangani kesepakatan itu, termasuk Negeri Jiran Malaysia. Sedangkan industri rokok di Indonesia masih menawar 30 persen atau tidak sama sekali.
Imam menilai kondisi itu telah menunjukkan pengaruh industri rokok di dalam politik dan pemerintahan, bahkan media di Indonesia. Karena media cetak maupun elektronik merupakan sarana beriklan yang paling efektif.
Pasar baru yang disasar industri rokok adalah konsumen perempuan dengan pencitraan tren dan kemasan yang feminin. Sekarang sudah ada produsen yang mengemas rokok dalam bungkus berbentuk lipstik.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada 2007 jumlah perokok perempuan hanya berkisar 1-2 persen, sekarang naik menjadi 6 persen dari total perokok di Indonesia. Imam menilai jika jumlah perempuan perokok semakin bertambah, Indonesia akan mendapati generasi yang tidak sehat sejak di dalam kandungan atau kenaikan angka kematian bayi. ***



logoblog

Thanks for reading Pengaruh Iklan Rokok Terhadap Perilaku Merokok

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog