Sabtu, Juli 10, 2021

Jangan Berdoa Untuk Meminta Kehidupan Yang Mudah, Tapi Berdoalah Dengan Meminta Kekuatan Untuk Menanggung Kehidupan Yang Sulit

  Budiarto Eko Kusumo       Sabtu, Juli 10, 2021
Do not pray for an easy life. Pray for the strength to endure a difficult one.” - Bruce Lee

Judul tulisan di atas berasal dari kutipan Bruce Lee. Anda pasti mengenalnya? Ia adalah seorang aktor bela diri legendaris. Bruce Lee lahir dengan nama Lee Jun-fan pada 27 November 1940 di San Francisco, ketika orangtuanya melakukan tur keliling Opera China di Amerika Serikat.
Orangtuanya lalu membawa Bruce Lee kembali ke Hong Kong di mana ia dibesarkan. Melansir situs web resmi Bruce Lee, dia dibesarkan di Hong Kong, dan muncul sebagai aktor cilik di lebih dari 20 film. Pada usia 13 tahun, Lee mempelajari Wing Chun, gaya kungfu di bawah bimbingan pakar Wing Chun terkenal, Yip Man.
Bruce Lee meninggalkan Hong Kong di usia 18 tahun ke Seattle, Amerika Serikat, di mana dia bekerja di restoran seorang teman keluarga.
Dari sana, dia mendaftar kuliah di Washington University dan mengejar gelar bidang filsafat. Bruce Lee lalu mengajar kungfu di Seattle dan membuka sekolah petamanya, Institut Jun Fan Gung.
Seni bela diri yang diciptakan Brucel ini tertanam dalam fondasi filosofis yang tidak mengikuti tradisi bela diri lama. Di dalam seni bela diri ala Bruce Lee, memiliki inti tentang kesederhanaan, keterbukaan dan kebebasan pribadi. Sebagai ahli seni bela diri dan aktor, Bruce mempopulerkan film-film kungfu ke seluruh dunia.
Kutipan atau quote dari Bruce Lee itu, kalimatnya cukup panjang yang dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, kalimat dalam bahasa Inggris tidak sepanjang kalimat dalam hahasa Indonesia: “Do not pray for an easy life. Pray for the strength to endure a difficult one.”
Kutipan ini sengaja dijadikan judul tulisan ini, karena isinya sangat relevan dalam suasana lockdown seperti ini. Hantaman pademi COVID-19 telah menimbulkan banyak kesulitan pada berbagai sektor dari dimensi kehidupan masnusia, seperti ekonomi, kesehatan maupun kehidupan sosial lainnya.
Korban manusia yang ditimbulkannya bukan saja mengalami penderitaan fisik yang tersakiti, tetapi bahkan jiwa mereka yang terinfeksi. Bukan saja dari kalangan orang miskin dari negara miskin, tetapi juga orang-orang “besar” dari negara maju, dari para pejabat tinggi dan orang kaya, sampai orang yang bersahaja, di segala usia.
Masyarakat dalam beraktivitas tidak leluasa lagi karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tidak bisa mencari uang seperti dulu lagi. Berbagai himpitan ekonomi kemudian menghampirinya.
Zaman pagebluk yang telah hampir 1,5 tahun ini membuat kehidupan menghadapi ketidakpastian karena kesulitan menangani situasi yang belum dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini seringkali memicu dampak psikologis berupa kecemasan hingga depresi.
Dalam bukunya, The Psychology of Pandemics: Preparing for the Next Global Outbreak of Infectious Disease (2019), Steven Taylor menjelaskan bahwa pandemi adalah epidemi berskala besar yang menyebar ke seluruh dunia. Ahli virologi memperkirakan bahwa pandemi berikutnya dapat terjadi di tahun-tahun mendatang, mungkin dari beberapa bentuk influenza, dengan konsekuensi yang berpotensi menghancurkan. Vaksinasi, jika tersedia, dan metode perilaku sangat penting untuk membendung penyebaran infeksi. 
Namun, sangat sedikit perhatian yang dicurahkan pada faktor psikologis yang mempengaruhi penyebaran infeksi pandemi dan tekanan emosional serta gangguan sosial yang terkait. Faktor psikologis penting karena berbagai alasan. Mereka memainkan peran dalam ketidakpatuhan terhadap program vaksinasi dan kebersihan, dan memainkan peran penting dalam bagaimana orang mengatasi ancaman infeksi dan kerugian terkait. Faktor psikologis penting untuk memahami dan mengelola masalah sosial yang terkait dengan pandemi, seperti penyebaran ketakutan yang berlebihan, stigmatisasi, dan xenofobia yang terjadi ketika orang terancam infeksi.
Para ahli memperingatkan bahwa sebagian kecil orang bisa mengalami masalah kesehatan mental yang berkepanjangan, lebih lama dari pandemi itu sendiri. Yuko Nippoda, seorang psikoterapis UKCP dan konselor senior BACP, menduga bahwa situasi ini sangat menantang bagi mereka yang “tidak pandai menghadapi ketidakpastian” atau kesulitan menangani situasi yang tidak dapat mereka kendalikan.
Zaman yang berat ini bukan berarti zaman yang gelap tanpa peluang dan kesempatan. Saat ini kita harus patuh pada anjuran pemerintah dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Di balik situasi seperti vivere pericoloso (hidup menyerempet bahaya) ini, jangan lantas putus asa. Anda tidak sendirian, seluruh dunia juga sedang mengalaminya. Bagaimana pun, pandemi ini tetap harus dihadapi.
Sebagai renungan, tak ada salahnya bila kita menyimak kutipan Bruce Lee: “Jangan berdoa untuk (meminta) kehidupan yang mudah. Berdoalah dengan (meminta) kekuatan untuk menanggung (kehidupan) yang sulit.” *** [100721]

logoblog

Thanks for reading Jangan Berdoa Untuk Meminta Kehidupan Yang Mudah, Tapi Berdoalah Dengan Meminta Kekuatan Untuk Menanggung Kehidupan Yang Sulit

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog