Rabu, September 08, 2010

FENOMENA KEMISKINAN

  Budiarto Eko Kusumo       Rabu, September 08, 2010
Saya pernah diajak diskusi oleh teman-teman perihal kemiskinan. Topik pembicaraannya yang masih saya ingat adalah “Apa sih yang dimaksud dengan kemiskinan?” Banyak argumen bermunculan dalam diskusi tersebut. Salah satunya memakai parameter ekonomis, yaitu orang disebut ‘miskin’ manakala orang tersebut tiada kemampuan dalam ekonomisnya. Contoh ekstrim yang dikemukakan adalah gelandangan. Mereka hanya mampu memenuhi akan kebutuhan hidup utamanya berupa makan.
Lalu saya bertanya kepada teman-teman, “Di desa X ada rumah penduduk yang sudah hampir roboh, tapi di halamannya terpancang parabola. Apakah orang ini disebut miskin?”
Semakin banyak kasus per kasus yang dimunculkan, pengertian kemiskinan menjadi suatu istilah yang kompleks. Karena hal ini menyangkut prinsip-prinsip kehidupan manusia yang menjalaninya. Maka tidak mengherankan bila makna kemiskinan mengalami metamorfosa sosial. Artinya, kita tidak bisa melihat ‘orang miskin’ dalam satu titik pandang saja. Katakanlah soal penampilannya. Banyak orang desa yang kaya harta tapi tidak bisa memakai dasi. Begitu pula sebaliknya, ada orang yang hidup di rumah sewa tapi penampilannya ‘melebihi’ orang yang punya rumah sendiri berupa papan beratap rumbia.
Lepas dari persoalan itu semua, kemiskinan dalam istilah ekonomi merupakan suatu istilah yang berhubungan satu sama lain, yang menunjukkan tidak adanya kenikmatan hidup dan suatu persediaan kebutuhan-kebutuhan yang tidak sebanding.
Substansi sosiologisnya adalah kemiskinan menunjuk kepada pengertian akan ketidakberdayaan akan sesuatu. Bukan hanya melalui parameter ekonomis yang dewasa ini masih mendominasi makna kemiskinan, tapi juga terjadinya kesalahan dalam mengaplikasikan gaya hidup (life style).
Ada dua teori representatif yang membicarakan ihwal kemiskinan, yaitu:
Need for Achievement Theory
Teori ini dikembangkan oleh David Mc Clelland. Teori ini mengatakan bahwa terjadinya kemiskinan, umumnya di negara berkembang, lantaran tidak adanya kebutuhan akan prestasi (need for achievement) di dalam masyarakatnya. Untuk mengatasi ini, Clelland menyarankan agar dikembangkan dongeng-dongeng (cerita rakyat) yang membangkitkan semangat hidup. Melalui dongeng ini diharapkan akan terinternalisasi filsafat hidup yang tidak mudah menyerah pada nasib. Hidup bukanlah destiny tapi merupakan suatu proses.

Dependence theory
Teori ini dikembangkan oleh Andre Gunder Frank dari Amerika Latin. Oleh karenanya, teori ini tidak lepas dari gambaran masyarakat di Amerika Latin. Teori ini mengatakan bahwa terjadinya kemiskinan di negara berkembang selama ini adalah diakibatkan oleh adanya ketergantungan dengan negara maju. Derasnya arus masuk modal asing mengakibatkan eksploitasi yang berlebihan di negara berkembang, akibatnya timbul kolonialisasi dan ketergantungan. Kemiskinan yang terjadi bersifat struktural, artinya tercipta karena kondisi tersebut. Untuk mengatasi ini, Frank mengajak negara-negara berkembang untuk berlomba mengembangkan sumber daya manusianya semaksimal mungkin. Melalui pengembangan ini diharapkan mata rantai eksploitasi secara struktural akan berakhir dengan sendirinya.

Community Development Program
Kemiskinan di manapun berada merupakan ‘momok’ bagi suatu masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan pekerjaan rumah yang senantiasa berkesinambungan. Di samping mengakibatkan ketidakberdayaan juga melapangkan jalan ke arah kekufuran. Salah satu alternatif untuk memperkecil kemiskinan adalah Community Development Program (Program Pemberdayaan Masyarakat).
Community Development Program adalah program yang dirancang agar masyarakat yang rentan dapat mengembangkan dirinya, sehingga taraf ekonominya dapat meningkat tanpa bantuan orang lain.
Agar program ini berjalan dengan baik, tentunya bagi orang yang berkompeten dengan program ini harus melakukan indept social research dulu. Tanpa riset tersebut, program tersebut akan mengalami bias. Karena permasalahan yang dihadapi di masing-masing masyarakat memiliki karakteristik yang beraneka ragam. Kemiskinan yang disebabkan oleh tiadanya need for achievement tidak mutlak harus diberdayakan dengan perlakuan ekonomis, misalnya disuplay modal atau uang, akan mengalami sia-sia. Begitu pula sebaliknya, kemiskinan yang disebabkan oleh struktural tidak bisa dientaskan melalui cerita-cerita petualang yang pantang menyerah.
Oleh karena itu, dengan mencari akar permasalahan dari segala persoalan yang bernama kemiskinan, community development program akan mempunyai sasaran yang tepat dan sekaligus punya kekuatan ke depan (future oriented). Karena hidup bukanlah persoalan matematis belaka, melainkan mempunyai kecenderungan ke arah sosiologis. ***
logoblog

Thanks for reading FENOMENA KEMISKINAN

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog