Sabtu, April 30, 2022

Kepanjen, Aku Mulih Dhisik

  Budiarto Eko Kusumo       Sabtu, April 30, 2022
Kustarter motor Honda Revo keluaran tahun 2015 di halaman Sekretariat SMARThealth. Seekor kucing bramapati berbulu kembang asem mendekat saat aku memakai sepatu. Seakan sedih akan ditinggal beberapa hari.
Kutinggalkan bangunan putih melaju ke stasiun. Mendekati stasiun, motor kutitipkan di rumah salah seorang kader SMARThealth. Sambil minta tolong ngawati-ngawati Sekret, aku berjalan menyusuri Jalan Banurejo arah ke stasiun yang jaraknya sekitar 300 meter.
Di jalan, kuembuskan napas … Huaaaaahhh. Rasanya melegakan sekali. Kepanjen … I’m back. Jowone, aku mudik (mulih dhisik). Setelah dua lebaran tidak bisa pulang akibat lockdown. Pemerintah membolehkan mudik tahun ini. Masyarakat bersuka cita menuju Idul Fitri 2022.

Hall Stasiun Kepanjen, Kabupaten Malang

Stasiun Kepanjen, stasiun kecil di jantung ibu kota Kabupaten Malang, terlihat ramai di hari Jumat (29/04/2022) pagi. Tak banyak hal-hal yang berubah pada wajah depan bangunan stasiun, tetap seperti dulu. Hanya emplasemen sudah mengalami penataan, peron ditinggikan.
Stasiun bikinan Belanda itu terlihat ramai. Penumpang dari berbagai daerah di Kabupaten Malang berjubel di ruang tunggu depan (hall). Hari itu agak padat tapi tak menjemukan. Tak ada hal yang lebih menyenangkan selain pulang kampung bukan?
Jam menunjukkan pukul 09.09 WIB. Penumpang KA Matarmaja dipersilakan memasuki peron. Petugas stasiun akan periksa tiket dan kartu vaksin. Di sepanjang peron, penumpang duduk  bergerombol, kecuali yang bepergian sendirian. Saat KA Matarmaja memasuki jalur satu, penumpang bergegas ke pulau peron. Ada 8 gerbong hari itu. Aku memasuki gerbong EKO-2 7E sesuai tiket yang aku beli lewat Indomaret Ngadilangkung beberapa waktu yang lalu, dengan booking code HBH5B5J.

Pintu masuk Stasiun Kepanjen

Di dalam gerbong aku duduk berdampingan dengan teknisi pesawat tempur bertubuh atletis nan tampan asal Kalijambe, Sragen. Sepanjang perjalanan, kami mengobrol terus. Sebelas stasiun disinggahi KA Matarmaja hingga memasuki Stasiun Jebres Solo pada pukul 15.43 WIB. Alhamdulillah sudah sampai Solo.
“Ya Allah maafkan hambamu ini yang tak bisa ikut salat Jumat,” kataku lirih ketika turun dari sepur
Aku pun berjalan menyusuri peron mengarah timur mencari musala. Di timur Ruang Staf (Staff Room) aku jumpai Prayer Room. Karena waktu masih longgar, aku melakukan jamak tanpa qashar untuk salat Dhuhur pengganti salat Jumat, yang diteruskan dengan salat Ashar.
“Plong!” guman hati ini. Pikiran menjadi damai begitu keluar dari Stasiun Jebres. Tukang ojek tradisional, tukang becak maupun sopir taksi menghampiriku menawarkan jasa transportasi. Kugelengkan kepala sambil mengucap, “mboten Pak?”

Emplasemen Stasiun Kepanjen

Hari itu aku ingin naik Gojek. Bukan sok modern, tapi lebih kepada akad harga yang telah muncul sebelum memutuskan setuju atau tidak setuju. Prosesnya pun simpel, cukup melalui handphone. Tak perlu tawar menawar laksana adu mulut.
Kulangkahkan kaki dari Stasiun Jebres dengan menyusuri Jalan Sindutan menuju Jalan Urip Sumoharjo. Tas trolly dengan suara roda yang menggledek, aku selalu menoleh ke arah tiga bangunan pasar yang ada jalan itu. Ketiga pasar itu adalah Pasar Jebres yang megah dengan dua lantai, Pasar Rejosari yang tak kalah megahnya, serta Pasar Ledoksari yang dominan dengan penjual busana.
Mungkin di Indonesia, hanya ada tiga bangunan pasar tradisioal yang berdekatan jaraknya secara ragawi dalam satu jalan yang panjangnya kurang dari dua kilometer. Pemerintah Kota Surakarta, atau yang akrab dengan sebutan Kota Solo ini, memang getol merawat dan melestarikan pasar tradisional.
Ada 44 pasar tradisional di Kota Solo yang senantiasa eksis. Mulai dari bangunan yang berwujud megah sampai dengan yang masih berwujud sederhana.

Stasiun Jebres Solo

Tepat di sebelah barat Pasar Ledoksari, aku berhenti di hate bus BST (Batik Solo Trans). Di situ, aku mulai memainkan jari-jemari untuk memanggil GoRide melalui aplikasi Gojek. Tak sampai sepuluh menit, supir GoRide menyapaku, dan memboncenglah aku.
Di hari biasa, perjalanan dari Stasiun Jebres menuju Mutihan umumnya kurang dari setengah jam. Tapi di akhir bulan Ramadhan 1443 H ini, jarak tempuh bisa sejam lebih. Kota Solo hari itu, lalu lalang motor dan mobil padat merayap. Gambaran yang lazim bagi Kota Solo menjelang lebaran sebelum berkenalan dengan Corona.
Sampai di rumah menjelang buka puasa. Anak dan istri telah menanti. Perjalanan panjang dari Kepanjen ke Solo sebagai bukti diri. Sebentar lagi Idul Fitri. Siap-siap saling memaafkan untuk membersihkan diri dan menyucikan hati. Raihlah fitri seakan terlahir kembali. *** [300422


logoblog

Thanks for reading Kepanjen, Aku Mulih Dhisik

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog