“Life is simple, we make it difficult.” - Confucius |
Seorang nenek yang tinggalnya di samping rumah berpapasan di depan rumah dengan seorang ibu yang rumahnya berada di ujung jalan. Mereka bertetangga dalam satu lingkungan Rukun Tetangga (RT). Dalam perjumpaan itu, kemudian mereka mengobrol.
Seorang ibu tadi menyapa sang nenek: “Dari mana …Mbah?”
“Dari kantor kelurahan?” jawab sang nenek
“Ada urusan apa?” ingin tahu si ibu tadi
“Ini lho, ngurus surat keterangan tidak mampu untuk memasukkan cucu saya di SMP Negeri favorit yang dekat dari sini. Katanya pada sistem zonasi ini bisa pakai surat keterangan bagi jalur GAKIN, mudah diterima”, jelas sang nenek
Beberapa hari kemudian, si ibu dan sang nenek bersua lagi di tempat yang sama. Saat itu, sang nenek kelihatan bermuram durja.
“Ada apa Mbah? Koq cemberut?” sapa si ibu
“Ini lho, Sampeyan dapat undangan pernikahannya Si Fulan?” jawab sang nenek
“Tidak Mbah?” jawab si ibu
“Lha iya itu, punya hajat koq mengundangnya milih-milih?” jawab sang nenek dengan nada kesal
“Mungkin memang resepsinya mengundang tidak banyak orang, Mbah?” lanjut si ibu
Kekesalan nenek gara-gara tidak mendapat undangan, diluapkan kepada si ibu tadi. “Memang kita tidak bisa menyumbang, apa? Dikira, kita miskin kali ya Bu?”
Menyimak percakapan yang cukup pendek ini kalau tidak dengan kejernihan pikiran, seringkali membuat kita gagal paham. Kemarin, sang nenek mengurus surat keterangan tidak mampu ke kantor kelurahan, dan atas kebaikan perangkat kelurahan diterbitkan surat keterangan tidak mampu serta mewujudkan keinginan sang nenek supaya cucunya diterima di SMP Negeri favorit dari jalur GAKIN. Suratnya dulu pun ditunjukkan ke si ibu tadi. Tapi, gara-gara tidak menerima undangan pernikahan dari Si Fulan, sang nenek merasa ‘terhina’ karena dianggap miskin. Hal ini karena kebetulan sang nenek melihat tetangga disebelahnya yang ekonominya sama ternyata diundang.
Barangkali secuil celotehan antar tetangga ini yang dianggap mencerminkan kutipan yang menjadi judul tulisan di atas: “Hidup itu sederhana, kita yang membuatnya sulit.”
Kutipan (quote) itu berasal dari Confucius, yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris berbunyi “Life is simple, we make it difficult.”
Confucius atau Kong Hu Cu (551 SM – 479 SM), adalah seorang guru atau orang bijak yang terkenal dan juga filsuf sosial Tiongkok. Filsafatnya mementingkan moralitas pribadi dan pemerintahan, dan menjadi popular karena asasnya yang kuat pada sifat-sifat tradisional Tionghoa.
Hidup itu sederhana ketika Anda menjalaninya dengan sukacita dan kebahagiaan. Kita menjalani hidup tanpa mencampuri urusan hidup orang lain. Ini sangat sederhana. Sayangnya, terkadang kita terlibat dalam hal-hal yang sebenarnya bukan bagian dari hidup kita. Itulah mengapa hidup begitu sulit dan rumit.
Sang nenek yang mendeklarasikan ‘miskin’ dengan keluarnya surat keterangan tidak mampu, seakan disangkalnya sendiri ketika ‘mengomel’ tidak mendapat undangan pernikahan tetangganya. Anggapan nenek, ia merasa diremehkan lantaran dikira ‘miskin.’
Penyangkalan diri ini sebenarnya yang membuat hidupnya seakan menjadi sulit dan rumit. Keinginannya cucunya diterima di sekolah favorit dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu, tidak diimbangi dengan konsekuensinya dianggap tidak mampu.
Hidup apa adanya atau jujur dengan kondisinya itu sebenarnya lebih membahagiakan. Toh hidup itu sesungguhnya dinamis. Ibarat roda berputar. Kadang berada di atas, kadang berada di bawah.
Seandainya sang nenek itu tidak usah mengurus surat keterangan tidak mampu, ceritera pun akan lain kendati misalnya dalam kenyataan cucunya tidak diterima di sekolah favorit. Pasti sang nenek dianggap bukan tidak mampu.
Hidup itu sederhana. Kuncinya kita harus jujur pada diri kita sendiri. Apa adanya. Ibarat tanggal muda dan tanggal tua. Saat tanggal muda, kita bisa makan di Warung Nayamul tapi kalau pas tanggal tua kita cukup makan di Warung Sederhano. Tidak perlu memaksakan diri!
Sesungguhnya, manusia itu merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT dari sekian banyak makhluk ciptaan-Nya. Manusia harus menggunakan akal untuk memudahkan dalam kehidupannya, bukannya malah mengumbar angan-angan duniawinya.
Apabila orang konsisten dan jujur terhadap kehidupannya, tidak ada penyangkalan diri, apa adanya, tidak dalam kepura-puraan, maka orang itu akan bisa menggapai sukacita dan kebahagiaan dalam hidupnya. Hidup itu sebenarnya sederhana, hanya saja terkadang kita membuatnya menjadi sulit. *** [090721]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar