Saat diajak mampir ke Kantor Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malang yang berada di Jalan Trunojoyo No. 6 Dusun Ngadiluwih, Desa Kedungpedaringan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, sepulang dari Sosialisasi Program Prioritas Nasional dan Pelatihan Kader SMARThealth di Puskesmas Pagak (18/10), saya melihat pepohonan besar yang bikin teduh dan asri di lingkungan Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Malang tersebut.
Di pulau jalan yang membelah akses jalan di lingkungan yang banyak berdiri kantor dinas tersebut, terlihat ada puluhan pohon trembesi (Samanea saman) yang sudah besar dan tinggi. Hampir setiap pohon trembesi tersebut ditumpangi tanaman semi epifit.
Pengertian semi epifit adalah jenis tanaman yang menempel pada pohon atau tanaman lain tetapi tidak menjadi parasit (tidak merusak yang ditumpangi). Tanaman semi epifit yang mendominasi di pohon trembesi itu adalah sirih gading.
Nama ilmiahnya tanaman sirih gading adalah Epipremnum aureum (Linden & André) G.S.Bunting. Julukan genus Epipremnum berasal dari bahasa Yunani dari kombinasi kata “epi” (atas) dan “premnon” (batang), mengacu pada kebiasaan pertumbuhan tanaman tersebut yang memanjat. Sedangkan, nama spesiesnya aureum berasal dari bahasa Latin, yang berarti emas, mengacu pada warna dedaunan tanaman tersebut yang hijau ada bercak kuning keemasan [
1Puccio, Pietro (Text) & Beltramini, Mario (English translation). Epipremnum aureum. Retrieved from https://www.monaconatureencyclopedia.com/epipremnum-aureum/?lang=en
].Daun sirih gading (Epipremnum aureum) |
Epipremnum aureum memiliki sejarah tata nama yang berliku-liku [
2Hung, CY., Qiu, J., Sun, YH. et al. Gibberellin deficiency is responsible for shy-flowering nature of Epipremnum aureum. Sci Rep 6, 28598 (2016). https://doi.org/10.1038/srep28598
]. Pertama kali diklasifikasikan sebagai Pothos aureus oleh seorang hortikulturis Prancis Édouard-François André (1840-1911) dan seorang ahli botani Belgia Jean Jules Linden (1817-1898), berdasarkan bahan remajanya pada tahun 1880, dan dipublikasikan dalam L'Illustration Horticole: Revue Mensuelle Des Serres et Des Jardins, Comprenant La Figure, La Descripstion, L'Histoire et La Culture Des Plantes Les Plus Remarquables, Les Introductions Nouvelles, La Chronique Horticole, Les Explorations Botaniques, Le Compte-Rendu Des Grandes Expositions et Des Ouvrages Nouveaux Sur La Botanique et L'Horticulture, etc: Volume Vings-Septieme [3Linden, J. & André, Ed. (1880). L'Illustration Horticole: Revue Mensuelle Des Serres et Des Jardins, Comprenant La Figure, La Descripstion, L'Histoire et La Culture Des Plantes Les Plus Remarquables, Les Introductions Nouvelles, La Chronique Horticole, Les Explorations Botaniques, Le Compte-Rendu Des Grandes Expositions et Des Ouvrages Nouveaux Sur La Botanique et L'Horticulture, etc: Volume Vings-Septieme. Gand, Belgium: Eugene Vanderhaeghen. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/54139
], atau Ill. Hort. xxvii. (1880) 69. I. 381.Berdasarkan penampakan tanaman dewasa secara keseluruhan, Epipremnum aureum diubah namanya menjadi Scindapsus aureus oleh Heinrich Gustav Adolf Engler (1844-1930), seorang ahli botani Jerman, dan dipublikasikan dalam Das Pflanzenreich: regni vegetablilis conspectus: Heft 37 [
4Engler, Adolf. (1908). Das Pflanzenreich :regni vegetablilis conspectus: Heft 37. Leipzig: W. Engelmann. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/71753
], atau Pflanzenr. (Engler) IV. 23B(Heft 37): 80 (1908).Ketika bunganya pertama kali diamati pada tahun 1962, spesies yang dibudidayakan secara luas ini diberi nama baru sebagai Raphidophora aurea oleh Monroe Roberts Birdsey (1922-2000), seorang ahli botani Amerika, dan dipublikasikan dalam Baileya: a Quarterly Journal of Horticultural Taxonomy. Ithaca, NY, atau Baileya 10:(no. 4): 159, figs. 49-50 (1963) [
5https://www.ipni.org/n/88446-1
].Karena bunganya sempat mirip dengan Epipremnum pinnatum, spesies ini diklasifikasikan ulang menjadi Epipremnum pinnatum pada tahun 1963. Hanya setelah pengamatan lebih cermat terhadap bunganya dan karakter lainnya termasuk bentuk dan lamina daun, pelepah dan kecepatan tumbuh, barulah dipisahkan dari Epipremnum pinnatum, dan dinamai Epipremnum aureum pada tahun 1964 oleh George Sydney Bunting (1927-2015), seorang ahli botani Ameruka, dan dipublikasikan dalam Annals of the Missouri Botanical Garden: Volume 50 [
6Missouri Botanical Garden. (1963/1964). Annals of the Missouri Botanical Garden: Volume 50. St. Louis: Missouri Botanical Garden Press. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/65864
], atau Ann. Missouri Bot. Gard. 50(1): 28 (1964).Batang sirih gading (Epipremnum aureum) |
Selain nama ilmiah, Epipremnum aureum memiliki nama umum (common names) lainnya. Gullranka (Swedia); golden pothos, devil's-ivy, golden hunter's-robe, Tonga vine, pothos vine, variegated philodendron, money plant, pothos, taro vine, golden Ceylon creeper (Inggris); goldene efeutute (Jerman); arum grimpant, liane du diable, lierre du diable, pothos doré, scindapsus doré (Prancis); ecindapso, poto, potos, potus (Spanyol); jiboia-verde, hera-do-diabo, planta-do-dinheiro, trepadeira-de-tonga (Portugis); sirih gading (Indonesia) [
1Puccio, Pietro (Text) & Beltramini, Mario (English translation). Epipremnum aureum. Retrieved from https://www.monaconatureencyclopedia.com/epipremnum-aureum/?lang=en
,7Epipremnum aureum (Linden & André) G.S.Bunting in GBIF Secretariat. GBIF Backbone Taxonomy. Checklist dataset https://doi.org/10.15468/39omei accessed via GBIF.org on 2023-10-21.
].Epipremnum aureum (sirih gading) termasuk dalam famili Araceae, dan berasal dari Mo'orea yang berada di Kepulauan Society di Polinesia Prancis. Ia tumbuh subur di hutan tropis dan subtropis. Epipremnum aureum telah dinaturalisasi di banyak wilayah di dunia termasuk Australia, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Solomon, Hawaii, dan Kepulauan Pasifik lainnya.
Tanaman sirih gading (Epipremnum aureum) ini selalu hijau dan daunnya memiliki daun berbentuk hati serta batang beralur lembut. Ia dapat tumbuh di air dan tanah, dan tonjolan kuning muda hingga cokelat pada tanaman merambat memungkinkannya menempel pada permukaan bertekstur, seperti pohon, dan memanjat dengan kuat. Tanpa dukungan untuk memanjat, tanaman merambat terus tumbuh dan menggantung.
Kekhasannya inilah, Epipremnum aureum (sirih gading) menjadi tanaman hias yang sangat disukai dan umum digunakan untuk dedaunan dalam ruangan, perkantoran, dan objek wisata komersial. Tanaman ini disukai karena dedaunannya yang cerah dan menarik serta kemudahan perawatannya.
Tanaman sirih gading (Epipremnum aureum) yang menempel pada pohon trembesi |
Namun demikian bila Anda menanam sirih gading harus berhati-hati mengingat adanya toksisitas. Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme. Destynnie K. Berard, seorang naturalis yang menetap di New England, Amerika, dalam ulasannya mengenai Photos – Epipremnum aureum (Plant Profile) yang dimuat dalam laman herbspeak, mengingatkan kepada kita bahwa tanaman ini tergolong berbahaya karena mengandung racun (toksisitas) [
8Berard, D. K. Pothos – Epipremnum aureum (Plant Profile). Retrieved from https://herbspeak.com/pothos/
].Jika kucing atau hewan peliharaan Anda menggigit sirih gading, mereka mungkin mulai ngiler dan muntah, atau mengais-ngais mulutnya sebagai upaya meredakan rasa terbakar yang disebabkan oleh kristal oksalat. Tenggorokan dan lidah mereka mungkin bengkak atau tidak nyaman karena tanaman tersebut dapat menyebabkan pembengkakan pada saluran napas bagian atas.
Pada manusia, sirih gading dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, bengkak, muntah, mulut terbakar, dan diare. Bagi individu yang sangat sensitif, kontak yang sering dapat menyebabkan dermatitis atopik. Getahnya bila mengenai mata akan menyebabkan kerusakan mata [
9Cohen, A. K., Theotoka, D., & Galor, A. (2020). Epipremnum aureum Keratopathy: Case Report and Review of the Literature. Eye & contact lens, 46(5), e33–e39. https://doi.org/10.1097/ICL.0000000000000675 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7255961/)
].Toksisitas itu memang perlu diwaspadai oleh manusia maupun binatang peliharaan, akan tetapi Timothy Plowman dalam Folk Uses of New World Aroids [1969] [
10Plowman, T. (1969). Folk Uses of New World Aroids. Economic Botany, 23(2), 97–122. http://www.jstor.org/stable/4253029
] menceriterakan bahwa toksisitas yang dimiliki Epipremnum aureum (sirih gading) ini sengaja dimanfaatkan oleh masyarakat Amazon Kolombia untuk njenu iwak, yakni sebagai metode menangkap ikan dengan cara meracuni sungai menggunakan sirih gading. *** [221023]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar