Dua tahun absen akibat pandemi COVID-19, Pasar Malam Sekaten kembali digelar di Alun-alun Utara selama sebulan, dari tanggal 16 September 2022 sampai 16 Oktober 2022. Sementara itu, Sekaten sendiri sebenarnya adalah upacara tradisional yang digelar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam.
Biasanya pasar malam itu digelar selama sebulan lamanya, sedangkan Sekaten cuma seminggu pelaksanaannya. Jadi, ketika Senin malam (26/09/2022) saya diajak anak wedok dan istri ke Alun-alun Utara (Alut) itu untuk nonton pasar malam dalam rangka menyambut perayaan Sekaten. Perayaan Sekatennya sendiri baru akan dimulai pada 1 Oktober 2022 hingga 8 Oktober 2022 bertepatan dengan Maulid Nabi. Lidah orang Jawa menyebutnya dengan Muludan.
Pagelaran Kraton Kasunanan Surakarta |
Pasar malam yang didukung pihak ketiga ini akan bertaburan cahaya di malam hari. Berbagai atraksi dari pelbagai wahana permainan bersolek diri untuk merebut hati pengunjung. Stan dihiasi aneka warna-warni gambar dan aneka pencahayaan. Gemerlap cahaya ini yang kerap mengundang pengunjung untuk menikmati sensasi Sekaten di malam hari.
Keberadaan Pasar Malam Sekaten menjadi wahana rekreasi warga Kota Solo. Mulai dari wahana permainan, kuliner, thrifting hingga panggung hiburan rakyat.
Sebelum kedua anak wedok menikmati wahana permainan, mereka saya ajak keliling Alut untuk melihat gebyar stan yang ada. Konon diperkirakan ada 800 stan, tapi tidak semua kami mengunjunginya.
Tiket masuk ke pasar malam tidak ada alias gratis. Pengunjung akan mengeluarkan uang bila ingin menikmati wahana permainan, kuliner, thrifting maupun ingin lihat panggung hiburan rakyat. Dalam pasar malam itu, kedua anak wedok menikmati tiga wahana permainan, yaitu ontang-anting (ayunan putar), roller coaster, dan bombom car.
Gemerlap lampu di Pasar Malam Sekaten |
Selepas bermain di wahana, kami pun melanjutkan keliling lihat stan lagi. Ada yang masih awet dilihat dalam stan semasa kecil saya hingga menurun ke anak wedok. Di Pasar Malam Sekaten itu masih dijumpai orang jual perahu yang digerakkan nyala senthir (lampu minyak), kodok-kodokan, dan aneka celengan terbuat dari tanah liat.
Sambil berjalan keluar dari areal stan di Alun-alun Utara Kraton Kasunanan Surakarta untuk pulang, saya pun berceritera kepada anak wedok yang juga didengarkan istri perihal ihwal Sekaten. Ceritera yang saya kisahkan itu juga berasal dari kakek ketika mengajak saya melihat Sekaten.
Kegiatan Sekaten ini merupakan kegiatan kultural (budaya), yaitu kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat atau individu. Menurut kakek, perayaan Sekaten mulai digelar pada masa Walisongo melakukan syiar agama Islam di Tanah Jawa.
Trampolin di Pasar Malam Sekaten Alun-alun Utara Solo |
Pada waktu itu, agama Islam di Tanah Jawa masih tergolong asing. Kebanyakan masyarakat pada waktu itu, memeluk ajaran leluhur dan Hindu/Buddha. Agar supaya dakwahnya berhasil, Walisongo menggunakan pendekatan kultural untuk meraih simpati masyarakat supaya mau mengenal dan selanjutnya belajar mengenai ajaran Islam.
Sekaten berasal dari bahasa Arab, “syahadatain”, yaitu kalimat syahadat yang merupakan suatu kalimat yang harus dibaca oleh seseorang untuk memeluk Islam, yang mempunyai arti: Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Kraton Kasunanan Surakarta merupakan sebuah kerajaan Islam. Dalam agama Islam, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam merupakan rasul pembawa ajaran Islam di muka bumi, sehingga hari kelahiran beliau diperingati oleh umat Islam, karena Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam sebagai pembawa kebenaran, dan dulu dijadikan momentum untuk berdakwah.
Bombom car |
Pada zaman dulu orang Jawa menyukai gamelan, maka pada saat Maulid Nabi itu di dalam masjid diadakan penabuhan gamelan, agar orang-orang menjadi tertarik. Jika masyarakat sudah berkumpul lalu diberi pelajaran tentang agama Islam.
Untuk keperluan itu, para wali menciptakan seperangkat gamelan untuk ditabuh di halaman masjid pada hari lahir Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam. Ternyata banyak orang datang ke masjid untuk mendengarkan gamelan Sekaten (Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari). Dan pada puncak acaranya tepat tanggal 12 Rabiul Awal diadakan Grebeg Mulud, di mana raja mengeluarkan sepasang gunungan (kakung dan putri) yang bermakna keselamatan dan pembawa berkah, yang dibagikan kepada masyarakat.
Jadi, kata kakek saya kala itu, Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya dalam menyiarkan agama Islam. Karena orang Jawa pada waktu itu menyukai gamelan, maka pada Maulid Nabi di Masjid Agung dipukul gamelan, sehingga orang berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan pidato-pidato (khotbah) tentang agama Islam. *** [010122]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar