"Perlakukan anak dengan lemah lembuh dan cinta kasih murni." -Kosakata Latin |
Dalam Dictionarium-Kamus Latin Populer (Kompas, 2009: 134-135), Bernard Joseph Marwoto menyajikan kosakata yang dikenal masyarakat luas dan berasal dari bahasa Latin. Salah satunya adalah “Crudelitatem at severitiam pueribus neque quibusquam ne committatis” yang memiliki arti: “Perlakukan anak dengan lemah lembuh dan cinta kasih murni.”
Lebih lanjut, Marwoto mengilustrasikan kosakata ini ke dalam kehidupan. Jangan melakukan kekerasan terhadap anak-anak dan terhadap siapa pun juga. Konon, Swedia adalah negara pertama yang membuat hukum larangan melakukan kekerasan terhadap anak. Di sana anak-anak sangat dilindungi.
Ada ceritera: seorang ibu yang sangat galak, kejam menyuruh anaknya pergi mencari kayu dan kayu dibawa pulang untuk memukul anak itu. Anak malang tidak menemukan kayu, maka anak itu membawa batu. Batu diberikan kepada ibunya yang akan memakai apa saja untuk menyiksa dirinya. Mana kayunya? bentak si ibu.
“Bu, aku tidak bisa menemukan kayu, ini adanya batu. Aku tahu, ibu akan memakai apa saja yang ada untuk menyiksa aku.”
Si ibu tertegun, terdiam, memandang anak kecil tak berdaya, siap menerima apa saja untuk dihajar. Sang ibu berlutut, memeluk anaknya yang penurut, menangis tersedu-sedu bersama anaknya. Sejak itu tak ada lagi kekerasan, kekejaman terhadap anak.
Kisah ibu anak ini akan menyadarkan kepada orangtua betapa tidak baiknya perlakuan kekerasan terhadap anak, dan sekaligus perlunya memperlakukan anak dengan lemah lembut dan cinta kasih murni.
“Children Learn What They Live” menyajikan pesan yang jelas dan sederhana: Anak-anak terus belajar dari orang tua mereka. Anak-anak Anda memperhatikan Anda. Mungkin bukan untuk apa yang Anda suruh mereka lakukan, tetapi tentu saja untuk apa yang sebenarnya mereka lihat Anda lakukan. Anda adalah panutan mereka yang pertama dan paling kuat. Orang tua dapat berusaha keras untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu, tetapi anak-anak mau tidak mau akan menyerap nilai-nilai apa pun yang ditransmisikan melalui perilaku, perasaan, dan sikap orang tua mereka dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana Anda mengekspresikan dan mengelola perasaan Anda sendiri menjadi model yang akan diingat oleh anak-anak Anda sepanjang hidup mereka.”
Karya besar Dorothy Law Nolte ini telah terkenal di seluruh dunia. Karya yang penuh inspirasi dan mendidik ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk ke dalam bahasa Indonesia: “Anak-Anak Belajar dari Kehidupannya.”
Dorothy Law Nolte, Ph.D adalah seorang pendidik dan ahli konseling keluarga. Ia menjadi terkenal karena puisi pendidikannya. Puisi itu muncul pertama kali di koran pada tahun 1954 dan kemudian menjadi sangat terkenal dan direproduksi di mana-mana. Puisi ini pernah dicantumkan di dalam kemasan produk nutrisi bayi milik Abbot Laboratories, Inc., sebuah perusahaan multinasional, ke dalam 10 macam terjemahannya untuk 10 negara tujuan pemasaran yang berbeda.
Puisi fenomenal Dorothy berbunyi:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Pada tahun 1998 Dorothy menjabarkan puisi itu menjadi sebuah buku sesuai jumlah baris dalam puisi. Buku ini ditulis bersama Rachel Harris, dan diberi judul Children Learn What They Live: parenting to inspire value, diterbitkan oleh Workman Publishing Company, New York.
Buku ini diberi pengantar oleh penulis buku Chicken Soup for the Soul, Jack Canfield yang – menurut pengakuannya sendiri – ternyata sangat dipengaruhi oleh puisi Dorothy: Children Learn What They Live (Anak Belajar dari Kehidupannya).
Anak belajar dari apa yang dialaminya sejak kecil. Anak akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya. Orangtua yang selalu menggunakan bahasa yang sopan dalam keluarga kemungkinan akan dicontoh oleh anaknya. Anak yang setiap hari mengetahui orangtuanya berbicara dengan sopan dan sesuai tatakrama pada akhirnya akan ditiru oleh anak. Anak akan terbiasa berbicara dengan santun meskipun sedang berada di luar rumah.
Proses seperti itu dikenal dengan imitasi. Salah satu tokoh sosiologi yang membahas teori imitasi adalah Jean-Gabriel Tarde (12 Maret 1843-13 Mei 1904) dari Perancis. Kata Tarde “la societe e’est l’imitation” (Walgito, 2003: 67) atau yang secara sederhana bisa diartikan bahwa kehidupan sosial adalah imitasi.
Imitasi anak merupakan hasil interaksi antara unsur keturunan dan pengalaman yang diperoleh melalui lingkungan. Unsur keturunan dan pengalaman anak dimulai dari lingkungan keluarga terutama orangtua, jadi keluarga tidak hanya memberikan bahan yang harus dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi keluarga dapat berperan sebagai figur yang dapat merangsang perkembangan pribadi anak terutama orangtua yang menjadi role model bagi anak.
Dari situ kita menjadi mengerti betapa pentingnya kosakata "Crudelitatem at severitiam pueribus neque quibusquam ne committatis” (Perlakukan anak dengan lemah lembuh dan cinta kasih murni) dalam kehidupan sehari-hari. *** [170122]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar