Logo Hari Anak Nasional 2021(Kemenpppa.go.id) |
Selama dua tahun ini, tema yang diusung dalam Hari Anak Nasional (HAN) masih sama, yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.”
Mengutip pedoman pelaksanaan HAN 2021 yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), pelaksanaan HAN tahun ini menghadapi tantangan karena adanya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia yang berimplikasi pada masyarakat, terutama anak, mengalami berbagai persoalan seperti masalah pengasuhan bagi anak yang orangtuanya positif COVID-19, kurangnya kesempatan bermain dan belajar serta meningkatnya kasus kekerasan selama pandemi sebagai akibat diterapkannya kebijakan jaga jarak maupun belajar dan bekerja di rumah.
Kondisi tersebut juga telah dilaporkan oleh UNICEF pada tahun sebelumnya dalam pernyataan posisi tentang dampak sosial dan ekonomi selama pandemi COVID-19 terhadap anak-anak. Pandemi COVID-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia.
Menurut Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Debora Comini, jika kita tidak bertindak dari sekarang untuk menanggulangi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi, krisis kesehatan bisa menjadi krisis yang lebih luas sehingga menghambat, bahkan menimbulkan kemunduran, dari kemajuan kondisi anak yang sudah dicapai Indonesia melalui kerja keras selama bertahun-tahun.
Anak-anak sebagai Aset Masa Depan Bangsa
Anak-anak adalah masa depan kita karena anak-anak hari ini kelak yang akan mengisi perjalanan bangsa selanjutnya. Oleh karena itu, pemahaman dan pendidikan terhadap anak-anak sangatlah urgen.
Masa kanak-kanak merupakan masa golden age (periode emas), yaitu tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang paling penting pada masa awal kehidupan anak. Pada tahapan itu terjadi perkembangan motorik.
Perkembangan motorik didefinisikan sebagai “pengembangan ketrampilan dalam penggunaan tubuh dan bagian-bagiannya” (Charlesworth, 2000.p.12). Ada dua kategori utama perkembangan motorik, yaitu motorik kasar dan halus.
Keterampilan motorik kasar melibatkan banyak motif dan aktivitas fisik yang berbeda. Kemampuan untuk berlari, melompat, membangun kekuatan otot, mendapatkan rasa gravitasi, dan rasa keseimbangan semuanya termasuk dalam kategori motorik kasar (Woolfolk, 2001a). Keterampilan motorik halus melibatkan semua gerakan otot kecil (Woolfolk, 2001b). Perkembangan motorik sangat digunakan dan ditekankan selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak karena ini adalah masa kehidupan anak ketika otak mereka seperti spons yang menyerap semua informasi yang mereka hubungi, dan berkembang paling banyak untuk membentuk jalan menuju masa depan mereka.
Sehingga, masa kanak-kanak adalah waktu yang menyenangkan untuk menemukan dan belajar. Bermain sangat penting untuk perkembangan anak usia dini, karena bermain baginya laksana “pekerjaan”, relaksasi, dan belajar berinteraksi dengan anak-anak yang lain.
Donald Winnicott, seorang psikoanalisis berkebangsaan Inggris, percaya bahwa bermain sangat penting untuk memungkinkan anak-anak mengekspresikan kreativitas mereka. Mereka membuat mainan sesuai imajiner mereka dari hampir semua bahan hingga seakan larut dalam dunia yang diciptakan mereka sendiri.
Pandemi yang diakibatkan mewabahnya COVID-19 menghambat dunia bermain anak, sehingga menghasilkan potensi risiko terhadap perkembangan anak karena risiko penyakit, terkungkung di rumah, isolasi sosial, dan peningkatan tingkat stres orangtua atau pengasuh.
Situasi seperti ini bila tidak tertangani dengan baik, akan menjadi pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan (adverse childhood experience /ACEs) dan dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan jangka panjang kognisi, kesehatan mental dan fisiknya.
Pentingnya Peran Keluarga
Untuk mengantisipasi situasi tersebut, diperlukan peran keluarga yang aktif. Evelyn Millis Duvall & Logan dalam bukunya, Marriage & Family Development (New York, Harper & Row Publisher, 1986) mendefinisikan keluarga sebagai sekumpulan orang yang memiliki ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang memiliki tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, emosional, mental dan sosial dari setiap anggota keluarga.
Dari definisi itu, bisa dipahami bahwa keluarga mempunyai fungsi dalam memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu menggapai masa depannya. Di sinilah peran keluarga menemukan arti pentingnya.
Akibat pandemi ini, menuntut jutaan orangtua dan pengasuh menunjukkan kapasitas ketahanan yang tinggi untuk memastikan langkah-langkah perlindungan kesehatan untuk mencegah penularan. Kesehatan anak yang baik adalah salah satu isu terpenting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Permasalahan yang timbul, pembatasan sosial berskala besar (lockdown) kerap menghantui kehidupan ekonomi keluarga, utamanya keluarga lapisan bawah yang bergantung dengan upah harian. Akhirnya, terjadi peningkatan stres pada orangtua yang berujung pada keharmonisan keluarga yang menyebabkan abai terhadap kehidupan anak.
Liubiana Arantes de Araujo, dkk., dalam The potential impact of the COVID-19 pandemic on child growth and development: a systematic review, menjelaskan bahwa sejumlah literatur ilmiah menunjukkan kecenderungan genetik (biologis) dimodifikasi oleh pengaruh lingkungan (ekologi). Jadi, jika orangtua tidak menunjukkan ketahanan (resilience) yang tinggi, akan mempengaruhi kapasitas belajar, perilaku adaptif, kesehatan fisik dan mental anak sepanjang hayat.
Hasil penelitian Araujo, dkk., yang diterbitkan dalam jurnal PMC, menganjurkan bahwa dalam menghadapi pandemi ini, penciptaan kegiatan untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan yang sehat serta mencegah stres yang berkepanjangan menjadi prioritas dalam meningkatkan kesehatan individu anak-anak serta keluarganya, kesehatan masyarakat, dan kapasitas intelektual dan pekerjaan dari individu-individu dalam jangka panjang, dengan hasil ekonomi dan sosial yang positif untuk setiap negara guna memastikan bahwa SDGs terpenuhi.
Oleh karena itu, menghadapi dan menangani pandemi COVID-19 perlu lintas sektoral, kolaboratif dan kooperatif. Jangan mengandalkan pemerintah saja, sementara masyarakatnya sendiri abai terhadap protokol kesehatan (prokes). Begitu pula sebaliknya, masyarakatnya menunjukkan disiplin tapi tiadanya peran pemerintah yang proaktif juga tidak akan membuahkan hasil yang bagus. Jadi, harus simbisosis mutualisme.
Kedisiplinan semua komponen bangsa merupakan kunci meminimalisir dampak pandemi COVID-19 dengan dilandasi semangat spiritual yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dampak pandemi yang terkontrol akan menyelamatkan “kehidupan emas” anak-anak Indonesia. Anak terlindungi, Indonesia maju.
Selamat Hari Anak Nasional 2021! *** [230721]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar