KA Malioboro Ekspres memasuki Stasiun Kepanjen (Sabtu, 06/04/2024 21:37 WIB) |
Mobilitas penduduk merupakan fenomena yang lumrah. Gejala mobilitas penduduk merupakan gejala alamiah yang terjadi sebagai respon manusia terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Beberapa faktor mobilitas penduduk adalah desakan ekonomi, situasi politik, kebutuhan pendidikan, gangguan keamanan, bencana alam dan alasan sosial lainnya.
Saya yang sudah delapan tahun ngupoyo upo di Kabupaten Malang, termasuk salah satu di antara mobilitas penduduk namun jenisnya termasuk mobilitas nonpermanen, yaitu perpindahan penduduk di mana masyarakat berpindah satu wilayah lain, tetapi tidak bertujuan untuk menetap di wilayah tujuan.
Pulangnya dalam hitungan bulanan saja. Artinya setiap range dalam sebulan atau hingga tiga bulan, selalu pulang ke rumah di Kota Solo. Libur lebaran 14445 H ini, saya juga ikut fenomena umum di Indonesia, yaitu mudik ke kampung halaman ketika lebaran dan menetap untuk beberapa hari.
Mudik memiliki banyak makna. Bagi saya, hal ini menunjukkan bahwa perjalanan adalah cara untuk mengalami hidup sepenuhnya. Saat kita hendak mudik, kita dihadapkan pada hunting tiket jauh-jauh hari. Umumnya memilih tiket sesuai waktu kepulangan dan tentunya dicari harga yang paling ekonomis berdasarkan kantong mereka masing-masing.
Lalu, setelah mendapatkan tiket, kita harus memikirkan rumah (entah itu kos-kosan, kontrakan atau milik sendiri) yang akan ditinggalkan. Mungkin yang status kos agak lebih sederhana ketiimbang yang mengontrak atau milik sendiri. Yang kos umumnya tinggal memastikan keamanan kunci kamarnya. Tetapi bagi yang mengontrak apalagi kontrakannya luas, musti mempertimbangkan tanaman atau kolam yang akan ditinggalkan untuk beberapa hari.
Kemudian dalam gerbong kereta api pada saat jadwal mudik, kita sepenuhnya merasakan dan merangkul kehidupan. Bepergian memungkinkan kita berinteraksi dengan pemudik lain dengan tujuan dan latar belakang yang berbeda. Bertemu dengan orang-orang berbeda budaya akan memperluas perspektif kita. Ini bisa menjadi sumber inspirasi, pertumbuhan pribadi, dan penemuan diri.
Sesampainya di rumah, kita akan disambut pelukan anak dan istri seperti saya yang termasuk sirkuler. Sirkuler adalah orang yang melakukan sirkulasi, yakni perpindahan penduduk nonpermanen tetapi sempat menginap di tempat tujuan.
Momen-momen mudik seperti inilah yang dilustrasikan oleh penyair, mistikus dan teolog abad ke-13, Jalaluddin Rumi: “Travel brings power and love back into your life!" (Perjalanan membawa kekuatan dan cinta kembali ke dalam hidup Anda!).
Jalaluddin Rumi [1] adalah salah satu tokoh paling populer dalam sejarah intelektualisme Islam. Karya-karyanya berpengaruh tidak hanya di kalangan muslim, tetapi juga non muslim.
Ia mempunyai nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad bin Husin Al Khatihbi Al Bakri. Kata “Rumi” di belakang adalah julukan baginya yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Konya yang dulu dikenal dengan sebutan Rum.
Rumi lahir di Balkh (sekarang masuk wilayah Afghanistan) pada 30 September 1207. Ia lahir dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayahnya bernama Baharuddin Walad, seorang da’i terkenal, fakih, dan juga seorang sufi yang masih memiliki keturunan dengan Abu Bakar. Latar belakang ayahnya itu membuat Rumi sangat dekat dengan ilmu agama dan tradisi tasawuf.
Kata mutiara kuno Rumi yang telah berumur 800 tahun itu masih berupa permata, yang relevansinya masih terasa hingga sekarang. Selama bertahun-tahun – bahkan berabad-abad – banyak orang berkomentar tentang kekuatan restoratif dari perjalanan.
Kendati sebenarnya implisit dari ujaran (quote) Rumi ini mengarah ke perjalanan sufinya namun dalam perwujudannya, ujaran Rumi tersebut mampu memvisualkan kehidupan sehari-hari insani seperti dalam fenomena mudik ini.
Menjauh dari rumah untuk menjalankan tugas sehari-hari sebagai fasilitator penelitian di lapangan beberapa saat, hasilnya akan kembali segar dan diperbarui setelah menatap wajah anak dan istri yang telah lama memendam rasa rindu di hati. Mereka merasa suka cita karena ayahnya kembali.
Suasana ayah yang mudik ini dipersonifikasikan dalam ujaran Rumi tersebut bahwa perjalanan membawa kekuatan dan cinta kembali ke dalam hidup Anda. Secara psikologis, sang ayah akan mengalami “pengisian ulang” power and love di dalam dirinya saat mudik (mulih disik) dari kepenatan rutinitas pekerjaan sehari-hari. *** [080424]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar