Di antara ragam tanaman yang menghiasi halaman Swara Alam Café, Kepanjen, ada satu tumbuhan yang diam-diam memikat pengunjung, yaitu tanaman pakis giwang, atau dikenal juga dengan nama mahkota duri.
Sosoknya mungkin tak sepopuler bunga mawar atau anggrek, namun keindahan bunga kecil berwarna merah muda tua yang tumbuh di ujung batang berduri justru membuatnya tampak menonjol. Pakis giwang bukan sekadar enak dipandang, tetapi juga menyimpan daya tarik tersendiri dari sisi estetika dan adaptasi tumbuhnya.
Tanaman ini menyukai panas matahari dan kelembapan rendah, sebuah karakteristik yang membuatnya cocok ditanam di halaman terbuka seperti di Swara Alam Café. Keindahan bunganya yang variatif menarik minat para pemulia tanaman untuk mengembangkan beragam kultivar baru yang lebih menawan.
![]() |
| Bunga pakis giwang (Euphorbia milii) |
Di tengah tren tanaman hias yang kian beragam, pakis giwang hadir sebagai pilihan bagi mereka yang mendambakan keindahan dalam kesederhanaan. Tumbuh gagah di bawah terik, namun tetap memamerkan warna yang memikat.
Tanaman pakis giwang memiliki nama ilmiah Euphorbia milii Des Moul. Nama genus Euphorbia mendapat namanya dari Euphorbus, dokter pribadi raja Numidia, Juba II (52 SM-23 M), yang menghormatinya dengan tanaman ini dalam sebuah karya yang menggambarkan khasiat obatnya [
1Puccio, P. (n.d.). Euphorbia milii (M. Beltramini, Ed.). Monaco Nature Encyclopedia: Discover the Biodiversity. Retrieved August 02, 2025, from https://www.monaconatureencyclopedia.com/euphorbia-milii/?lang=en
].Nama Latinnya, Euphorbia, diciptakan oleh Raja Juba II dari Numidia (kini Aljazair) setelah beliau dirawat dengan tanaman obat yang ampuh. Beliau menamai tanaman ini berdasarkan nama dokter Yunani beliau, Euphorbus, yang memperoleh tanaman tersebut dari Maroko di Pegunungan Atlas. Raja Juba II memerintah antara tahun 29 SM-27 SM hingga wafatnya pada tahun 23 M. Namun, baru pada tahun 1753 Euphorbia resmi ditetapkan sebagai nama botani untuk genus tanaman dalam famili Euphorbiaceae ini [
2Falco, Julia. (2021, November 26). How Crown of Thorns Got Its Name. Euphorbia Milii Garden. https://euphorbia-milii-garden.myshopify.com/blogs/news/how-crown-of-thorns-got-its-name?srsltid=AfmBOoqh1i7UOw0vY3-UralETVsNcA9jhnV06Kt8VnsBp1idnP_hTouR
].![]() |
| Daun pakis giwang (Euphorbia milii) |
Sedangkan, julukan khusus milii didedikasikan untuk penjelajah Prancis Pierre Bernard Milius (1773-1829) yang memperkenalkannya di Prancis pada tahun 1821 [
1Puccio, P. (n.d.). Euphorbia milii (M. Beltramini, Ed.). Monaco Nature Encyclopedia: Discover the Biodiversity. Retrieved August 02, 2025, from https://www.monaconatureencyclopedia.com/euphorbia-milii/?lang=en
]. Kala itu, Pierre Bernard Milius atau yang dikenal dengan sebutan Baron Milius itu menjabat gubernur Réunion, sebuah pulau tropis di Samudra Hindia di sebelah timur Madagaskar. Ia berperan penting dalam membawa spesies ini ke Prancis pada tahun 1821, sehingga milii dinamai untuk menghormatinya [2Falco, Julia. (2021, November 26). How Crown of Thorns Got Its Name. Euphorbia Milii Garden. https://euphorbia-milii-garden.myshopify.com/blogs/news/how-crown-of-thorns-got-its-name?srsltid=AfmBOoqh1i7UOw0vY3-UralETVsNcA9jhnV06Kt8VnsBp1idnP_hTouR
].Nama ilmiah Euphorbia milii mulai diperkenalkan oleh seorang botanis dan ahli malakologi Prancis, Charles Robert Alexandre Des Moulins (1798-1875) pada tahun 1826, dan dipublikasikan dalam Bulletin D’histoire Naturelle de la Société Linnéenne de Bordeaux (Tome Premier), atau Bull. Hist. Nat. Soc. Linn. Bordeaux 1: 27 (1826).
Selain nama binomial, Euphorbia milii mempunyai nama-nama umum (common names): Christ's thorn, crown of thorns (Inggris); kristi törnekrona (Swedia); kristi tornekrone (Denmark); Christusdorn (Jerman); christusdoorn, schitterende wolfsmelk (Belanda); couronne d'épines, épine du Christ (Prancis); corona de Cristo, corona de espinas, espinas de Cristo (Spanyol); euforbia-coroa-de-espinhos, bem-casado (Portugis); corona di Cristo (Italia); ainkōṇa kaḷḷi (Tamil); mai rap khaek (Thailand); mahkota duri (Malaysia); pakis giwang, mahkota duri (Indonesia); xương rồng tàu, xương rắn (Vietnam); tiě hǎi táng (China); hanakirin (Jepang); coroa-do-cristo (Brasil).
![]() |
| Batang pakis giwang (Euphorbia milii) yang penuh duri |
Pakis giwang (Euphorbia milii) termasuk dalam famili Euphorbiaceae (suku kastuba-kastubaan). Tanaman ini berasal dari Madagaskar selatan dan barat maupun Réunion dan ditemukan pada ketinggian antara 20 dan 1609 m di atas permukaan laut. Tanaman tersebut juga ditemukan di negara lain, seperti Brasil dan Pakistan [
3Razanajatovo, H. 2020. Euphorbia milii. The IUCN Red List of Threatened Species 2020: e.T44389A153299391. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2020-1.RLTS.T44389A153299391.en. Accessed on 02 August 2025.
].Euphorbia milii (pakis giwang) adalah semak sukulen. Ciri khasnya adalah batangnya yang berduri dan berkayu, daunnya yang kecil, berdaging, dan berwarna hijau cerah, serta braktea mencolok yang menyerupai kelopak bunga yang mengelilingi bunga-bunga yang tersembunyi. Tanaman ini dikenal karena ketahanannya dan kemampuannya untuk berbunga dalam waktu yang lama, bahkan sepanjang tahun di beberapa iklim.
Selain dikenal sebagai tanaman yang enak disawang atau dipandang, pakis giwang (Euphorbia milii) juga dikenal memiliki khasiat obat. Di Mauritius, lateks atau getah yang berasal dari batangnya dimanfaatkan untuk menyembuhkan kutil [
4Suroowan, S., Pynee, K. B., & Mahomoodally, M. F. (2019). A comprehensive review of ethnopharmacologically important medicinal plant species from Mauritius. South African Journal of Botany, 122, 189–213. https://doi.org/10.1016/j.sajb.2019.03.024
]. Tanaman Euphorbia milii juga digunakan untuk mengobati hepatitis dan edema perut di Cina, gigitan ular di Bangladesh, dan penyakit kulit di Brasil [5Mavundza, E. J., Street, R., & Baijnath, H. (2022). A review of the ethnomedicinal, pharmacology, cytotoxicity and phytochemistry of the genus Euphorbia in southern Africa. South African Journal of Botany, 144, 403–418. https://doi.org/10.1016/j.sajb.2021.08.029
].![]() |
| Tanaman pakis giwang (Euphorbia milii) yang tumbuh subur di halaman Swara Alam Cafe, Dusun Ngadiluwih, Desa Kedungpedaringan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang |
Di negara lain, umumnya digunakan dalam pengobatan kanker. Umbi banyak digunakan untuk mengobati banyak penyakit, seperti gangguan pencernaan, sakit perut, sembelit, diare, dan mual. Euphorbia milii diketahui memiliki sifat antikanker, antidiabetik, dan antimikroba [
6Riet, K., Adegoke, A., Mashele, S., & Sekhoacha, M. (2024). Effective Use of Euphorbia milii DCM Root Extract Encapsulated by Thermosensitive Immunoliposomes for Targeted Drug Delivery in Prostate Cancer Cells. Current Issues in Molecular Biology, 46(11), 12037-12060. https://doi.org/10.3390/cimb46110714
].Sushma et. al. (2024) [
7D. Sushma, Vadlamanu Priyanka, Bikkannagari Hari Vardhan, Jellala Pranitha, Hanumadri Nithin, Kulla Manga. (2024). Exploring The Impact of Euphorbia Milii in The Medicine: A Comprehensive Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences, 2(12), 3320–3324. https://doi.org/10.5281/zenodo.14566462
] mealporkan bahwa tinjauan farmakologi dan fitokimia Euphorbia milii ini menyimpulkan bahwa Euphorbia milii, yang umumnya dikenal sebagai Christ thorn, tidak hanya digunakan sebagai tanaman hias tetapi juga memiliki banyak aktivitas farmakologis seperti antiinflamasi, antihelmintik, antioksidan, antikanker, antijamur, antibakteri, dan moluskisida, serta aktivitas lainnya. Tanaman ini juga secara tradisional dikenal dapat mengobati gigitan ular, gatal, ruam kulit, dan menyembuhkan luka dengan memanfaatkan getah putih yang dikeluarkan melalui batangnya. *** [020825]





Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh .....
BalasHapusAlhamdulillaah ......
Mmmuuuaaannntttaaappp pisan euy ......