Rabu, Agustus 27, 2025

Pilar-Pilar Inspirasi di Antara Rak Buku Gramedia Kayutangan

  Budiarto Eko Kusumo       Rabu, Agustus 27, 2025
Pilar-pilar Gramedia Kayutangan yang penuh petuah mutiara

Sudah lama saya tak berkunjung ke toko buku. Kesibukan sehari-hari dan kemudahan akses digital membuat kunjungan fisik ke ruang literasi terasa seperti kenangan yang perlahan memudar. Namun pada Senin (25/08), langkah saya berkesempatan ke Gramedia Kayutangan. 
Begitu tiba, saya sempat terdiam sejenak. Sedikit pangling. Fasad bangunannya kini tampil lebih elegan, dengan sentuhan modern yang hangat. Begitu masuk, suasana dalamnya pun berubah drastis, lebih lapang, lebih rapi, dan penataan lantai duanya kini menyerupai perpustakaan yang tenang dan bersahaja.
Namun bukan hanya buku-buku yang menyita perhatian saya. Pilar-pilar besar yang menjulang di dalam ruangan kini dihiasi kutipan-kutipan kata mutiara yang begitu indah dan menggugah. Salah satunya begitu mengena, membuat saya spontan mengeluarkan HP Xiaomi Redmi Note 8 Pro untuk mengabadikannya - tentu setelah meminta izin kepada pramuniaga. Kutipan itu berbunyi:
“Membaca adalah kunci yang membuka pintu kreativitas.”
Kalimat itu sederhana, tapi terasa seperti jawaban dari kekosongan yang selama ini diam-diam mengendap. Sebuah pengingat bahwa di balik lembar demi lembar buku, tersimpan kunci yang bisa membuka banyak hal - termasuk pintu imajinasi, inovasi, dan penciptaan.
Kutipan (quote) itu berasal dari Dame Agatha Mary Clarissa Christie (1890-1976) atau yang lebih beken dengan Agatha Christie, sang legenda sastra detektif asal Inggris. Perempuan yang karyanya telah terjual miliaran eksemplar di seluruh dunia ini ternyata bukan hanya pandai merangkai teka-teki pembunuhan, tetapi juga memahami proses kreatif secara mendalam. 
Lantas, benarkah pernyataannya bahwa membaca adalah kunci menuju kreativitas? Sains modern, melalui berbagai penelitian bereputasi, justru membenarkan ujaran sang empu ini.

Membaca dan Koneksi Saraf yang Kreatif
Agatha Christie, melalui karakternya yang seperti Hercule Poirot dan Miss Marple, selalu menyelesaikan kasus dengan mengaitkan informasi-informasi yang tampaknya tidak berhubungan. Proses inilah yang disebut sebagai associative thinking atau pemikiran asosiatif, yang merupakan jantung dari kreativitas.
Penelitian dalam jurnal NeuroImage (Benedek et. al., 2014) yang berjudul "To create or to recall? Neural mechanisms underlying the generation of creative new ideas" [
1Benedek, M., Jauk, E., Fink, A., Koschutnig, K., Reishofer, G., Ebner, F., & Neubauer, A. C. (2014). To create or to recall? Neural mechanisms underlying the generation of creative new ideas. NeuroImage, 88(100), 125–133. https://doi.org/10.1016/j.neuroimage.2013.11.021
] menggunakan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk mengamati otak saat orang melakukan tugas kreatif. 
Hasilnya menunjukkan bahwa kreativitas melibatkan jaringan Default Mode Network (DMN) dan jaringan Executive Control Network (ECN) secara bersamaan. DMN aktif saat kita melamun, berempati, atau - yang paling relevan - saat kita membaca narasi yang mendalam. Saat membaca, otak kita secara pasif menyerap dunia, karakter, dan alur cerita, mengaktifkan DMN.
Proses membaca, terutama fiksi sastra, melatih DMN untuk membangun dunia dan memahami perspektif yang kompleks. Ketika nanti kita dihadapkan pada suatu masalah (diaktifkan oleh ECN), otak telah memiliki "bank ide" yang kaya dari bahan bacaan untuk dihubungkan dan diciptakan menjadi solusi baru. Dengan kata lain, membaca mengisi gudang bahan mentah bagi otak untuk disusun ulang secara kreatif.

Memperkaya "Kotak Peralatan" Mental
Penelitian lain yang terbit di Linguistic approaches to literature (Raymond Mar et. al., 2008) berjudul "Effects of reading on knowledge, social abilities, and selfhood: Theory and empirical studies" melakukan tinjauan komprehensif terhadap berbagai studi [
2Mar, R., Djikic, M., & Oatley, K. (2008). Effects of reading on knowledge, social abilities, and selfhood: Theory and empirical studies. In Linguistic approaches to literature (pp. 127–137). https://doi.org/10.1075/lal.5.12mar
]. Kesimpulan mereka memperkuat pernyataan Agatha Christie. Membaca, khususnya fiksi, tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi juga cognitive tools untuk berpikir kreatif.
Membaca memaparkan kita pada beragam vocabulary, struktur kalimat, alur cerita, karakter, dan dunia yang mungkin sangat asing. Setiap eksposur ini adalah sebuah alat baru yang dimasukkan ke dalam kotak peralatan kognitif kita. Saat kita perlu menciptakan sesuatu - entah itu tulisan, strategi bisnis, desain, atau solusi teknis - otak kita akan merangkai dan memodifikasi "alat-alat" yang didapat dari bacaan tersebut untuk menciptakan kombinasi-kombinasi baru yang orisinal.

Kunci yang Membuka Berbagai Pintu
Jadi, kata mutiara yang terpampang di pilar Gramedia Kayutangan itu bukan sekadar pepatah pemanis ruangan. Ia adalah sebuah kebenaran yang telah dipraktikkan oleh Agatha Christie dalam proses kreatifnya dan kini divalidasi oleh neurosains.
Membaca memang adalah kunci. Setiap buku yang kita buka, setiap halaman yang kita lahap, adalah seperti mengasah kunci itu. Dan ketika suatu saat kita dihadapkan pada sebuah "pintu" - sebuah masalah yang membutuhkan solusi inovatif, sebuah proyek yang menuntut ide segar, atau sebuah tantangan yang mengharuskan perspektif berbeda - kita telah memiliki kunci yang tepat untuk membukanya.

Kunjungan ke Gramedia Kayutangan itu bukan hanya sekadar membeli buku. Ia adalah pengingat akan kekuatan transformatif dari sebuah kebiasaan sederhana: membaca. Di balik tampilan elegan dan rak-rak yang tertata rapi, pesan abadi tersebutlah yang tetap menjadi jiwa dari tempat itu - sebuah pesan bahwa dengan membaca, kita tidak hanya mengisi kepala dengan informasi, tetapi juga memutar kunci yang membuka pintu tak terhingga menuju dunia kreativitas. *** [270825]




logoblog

Thanks for reading Pilar-Pilar Inspirasi di Antara Rak Buku Gramedia Kayutangan

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog