Suasana pagi di SMP Negeri 9 Kota Surakarta tampak berbeda dari biasanya. Deretan kendaraan terparkir rapi di halaman sekolah, dan para orangtua tampak antusias menuju Aula Sekolah yang terletak di Jalan Sekar Jagad I, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan. Hari itu, Senin (01/09) menjadi momentum penting: Sosialisasi Program Sekolah Melalui Keterlibatan Keluarga di Sekolah digelar dengan melibatkan seluruh orangtua siswa dari Kelas VII hingga IX.
Pada pukul 08.00 WIB, aula sekolah telah dipenuhi oleh orangtua siswa kelas VIII (A–I). Saya sendiri, sebagai orangtua dari siswa kelas VIII F, turut hadir dalam kegiatan tersebut. Acara tengah berlangsung dengan penyampaian pengarahan dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Surakarta, Dwi Ariyatno, S.STP, MAP. Dengan gaya penyampaian yang lugas dan mudah dicerna, Kadisdik memberikan arahan penting mengenai sinergi antara sekolah dan keluarga dalam mendidik siswa.
Dalam suasana yang masih hangat akibat demonstrasi dua hari terakhir, Kadisdik mengajak para orangtua untuk memperkuat peran pengawasan terhadap anak-anak, bukan dengan menumbuhkan rasa cemas, melainkan dengan meningkatkan kewaspadaan bersama. Ia menekankan bahwa siswa adalah generasi penerus bangsa yang harus dijaga bersama.
Kadisdik juga menyampaikan realitas pembiayaan pendidikan di sekolah negeri. Berdasarkan perhitungan akademisi kependidikan, biaya operasional ideal per siswa per tahun seharusnya mencapai Rp2,8 juta. Namun, Pemerintah Pusat baru mampu menganggarkan Rp1,2 juta, dan Pemerintah Daerah menambahkan sekitar Rp700–800 ribu. Ini berarti total baru sekitar Rp2 juta per siswa per tahun.
![]() |
| Kadisdik Kota Surakarta berpose dengan Kasek, Wakasek, dan Wali Kelas VIII |
“Lalu bagaimana dengan kekurangannya?” tanya Kadisdik secara retoris. Sekolah seringkali harus mengurangi kualitas fasilitas atau meniadakan beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti drum band dan pramuka karena keterbatasan dana. Oleh karena itu, beliau mengajak orangtua untuk bergotong royong secara sukarela. “Ra ketang klungsu, melu udhu,” ucapnya - sebuah ungkapan Jawa yang bermakna: meski memberi sedikit tapi memiliki kemanfaatan.
Terkait kebijakan study tour, Kadisdik menegaskan bahwa kegiatan tersebut bersifat tidak wajib. “Yang mampu silakan ikut, yang tidak mampu bisa mendapat penugasan yang lain. Yang terpenting, hak anak harus tetap terpenuhi,” imbuhnya. Pesan ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan sekolah tetap berorientasi pada keadilan dan kemaslahatan siswa.
Sosialisasi Program dan Visi Baru Sekolah
Setelah pengarahan Kadisdik, giliran Kepala SMPN 9 Surakarta, Siti Lathifah, S.Pd., M.Pd., menyampaikan sosialisasi program sekolah untuk Tahun Ajaran 2025/2026. Salah satu hal menarik adalah perubahan struktur organisasi sekolah, termasuk 4 Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) baru dan wali kelas VIII yang terdiri dari sembilan guru berdedikasi.
Kepala sekolah juga menyampaikan pembaruan visi sekolah:
“Terwujudnya Peserta Didik yang Bertakwa, Berprestasi, Berintegritas, Berkarakter Pancasila, Berbudaya Lingkungan, dan Berbahagia.”
![]() |
| Wali Kelas VIII dari A hingga I berpose dengan Kasek SMPN 9 Surakarta |
Perubahan penting terjadi pada istilah dari “berwawasan lingkungan” menjadi “berbudaya lingkungan”. Perubahan ini mengandung makna yang lebih aplikatif dan berkelanjutan, karena tidak hanya menekankan pengetahuan, tetapi juga perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai Sekolah Adiwiyata Mandiri, SMPN 9 Surakarta terus berupaya menanamkan kebiasaan positif melalui enam misi utama, mulai dari efektivitas KBM hingga pembiasaan kegiatan peduli lingkungan.
Mengapa Keterlibatan Orangtua Itu Penting?
Kegiatan ini merupakan bukti nyata bahwa pendidikan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Orangtua memiliki peran strategis dalam mendukung perkembangan akademik maupun karakter anak.
Berdasarkan penelitian dalam Harvard Family Research Project (Weiss et. al., 2006) [
1Weiss, H., Caspe, M., & Lopez, M. E. (2006). Family involvement in early childhood education. Harvard Family Research Project. https://www.hannaperkins.org/family-involvement-in-early-childhood-education/
], keterlibatan keluarga secara aktif dalam pendidikan terbukti meningkatkan hasil belajar, kedisiplinan, dan motivasi siswa. ![]() |
| Program Kesiswaan |
Selain itu, Journal of Educational Psychology (Fan & Chen, 2001) [
2Fan, X., & Chen, M. (2001). Parental involvement and students' academic achievement: A meta-analysis. Educational Psychology Review, 13(1), 1–22. https://doi.org/10.1023/A:1009048817385
] juga menyebutkan bahwa partisipasi orangtua memiliki pengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik, khususnya saat orangtua terlibat dalam perencanaan belajar, pemantauan aktivitas harian, dan komunikasi dengan guru.“Keterlibatan orang tua merupakan salah satu prediktor paling konsisten terhadap prestasi akademik siswa, terlepas dari ras atau status sosial ekonomi,” lapor Fan & Chen.
Penelitian lain dari Epstein’s Framework of Six Types of Involvement (1995) [
3Epstein, J. L. (1995). School/family/community partnerships: Caring for the children we share. Phi Delta Kappan, 76(9), 701–712.
] menyebutkan bahwa sekolah yang membangun kemitraan yang erat dengan keluarga menciptakan iklim pendidikan yang lebih baik dan memperkuat karakter siswa secara berkelanjutan.Usai Kasek Lathifah, dilanjutkan dengan penyampaian dari Ketua Komite Sekolah Heru, dan terakhir ditutup dengan sesi tanya jawab. Pukul 10.17 WIB, acara resmi ditutup. Namun, semangat kebersamaan dan kesadaran baru akan pentingnya keterlibatan keluarga dalam pendidikan siswa terus bergema dalam benak para hadirin. Semoga ini bukan hanya sekadar sosialisasi, tapi langkah awal untuk menjalin kolaborasi bermakna demi masa depan anak bangsa. *** [020925]




Terima kasih catatan agenda nyaa Pak😁
BalasHapus