Begitu turun dari Lantai 7 Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang ketika selesai mengantar surat permohonan clean up Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Krebet Senggrong pada Selasa (12/08), di dekat area parkir kendaraan roda 2, penulis melihat tanaman lidah mertua atau sansevieria.
Tanaman tersebut sedang berbuah. Buahnya kecil, bulat, berwarna hijau tua menandakan belim matang. Sedangkan, daunnya berwarna hijau keperakan yang unik, tegak menjulang menyerupai bilang pedang.
Sebentuk keindahan liar yang tak disengaja, tumbuh di antara kesibukan birokrasi dan mesin motor yang lalu lalung dari area parkir yang dibayangi sejumlah pepohonan tinggi, seperti pohon angsana, trembesi (Samana saman) maupun jolali (Spathodea campanulata).
![]() |
| Buah lidah mertua (Dracaena trifasciata) yang masih muda |
Tanaman lidah mertua tersebut memiliki nama ilmiah Dracaena trifasciata (Prain) Mabb. Nama genus Dracaena berasal dari bahasa Yunani Kuno “drakàina”, yang berarti “naga”. Banyak yang menyamakan batang merah Dracaena dengan warna darah naga [
1ambius. (n.d.). All about the dracaena plant. Ambius. Retrieved August 24, 2025, from https://www.ambius.com/resources/blog/plant-profile/the-origins-of-dracaena-plant
].Sedangkan, julukan khusus trifasciata berasal dari bahasa Latin dai gabungan kata “tres” (tiga) dan "fasciatus" (berpita atau ditandai dengan pita) [
2Some Magnetic Island Plants. (March 30). Sansevieria trifasciata Prain 1903. Some Magnetic Island Plants. https://somemagneticislandplants.com.au/mother-in-law-s-tongue?mother-in-law-s-tongue#:~:text=common%20names:%20mother%2Din%2D,will%20produce%20a%20new%20plant
]. Nama ini sering digunakan untuk menyebut tumbuhan yang memiliki tiga pita atau garis yang berbeda, terutama pada daunnya.Spesies tanaman ini mula-mula dideskripsikan oleh botanis Inggris David Prain (1857-1944) pada tahun 1903 sebagai Sansevieria trifasciata, dan dipublikasikan dalam Bengal Plants: a list of the phanerogams, ferns and fern-allies indigenous to, or commonly cultivated in, the Lower provinces and Chittagong, with definitions of the natural orders and genera, and keys to the genera and species. (Vol. 2).
![]() |
| Rimpang lidah mertua (Dracaena trifasciata) |
Kemudian pada tahun 2017, botanis Inggris David John Mabberley (1948-) merevisi dan mengklasifikasikan ke dalam genus Dracaena menjadi Dracaena trifasciata, dan dipublikasikan dalam Mabberley's plant-book: a portable dictionary of plants, their classification and uses : using Kubitzki's "The families and genera of vascular plants" (1900-) and current botanical literature; arranged according to the principles of molecular systematics.
Selain nama binomial, Dracaena trifasciata mempunyai nama-nama umum (common names): mother-in-law's tongue, snake plant, viper's bowstring hemp (Inggris); svigermorstunge (Norwegia); svärmorstunga (Swedia); isoanopinkieli (Finlandia); Bajonettpflanze, Bogen-Hanf (Jerman); vrouwentong (Belanda); chanvre d'Afrique, couteaux, langue de belle-mère, langue du diable (Prancis); lengua de vaca, culebrilla (Spanyol); espadas-de-são-jorge, lingua-de-sogra (Portugis); pasa kilici (Turki); lidah jin (Malaysia); lidah mertua, sansevieria (Indonesia); tigre (Tagalog); qian sui lan, hu wei lan (China); atsubachitoseran, sanseberia, sanseberia torifashiata (Jepang).
Tanaman lidah mertua ini (Dracaena trifasciata) termasuk dalam famili Asparagaceae, dan daerah asal tanaman ini adalah dari Afrika maupun Asia tropis. Ia gemar tumbuh di bioma beriklim tropis kering.
![]() |
| Tanaman lidah mertua (Dracaena trifasciata) di taman dekat area parkir Kompleks Kantor Bupati Malang di Kepanjen |
Dracaena trifasciata (lidah mertua) merupakan herba menahun. Akarnya serabut dari rimpang bawah tanah yang menjalar, batang semu yang kaku dan tertutup daun, serta daun linear-lanset yang tebal, tegak, dan kaku, berwarna hijau tua dengan garis-garis melintang yang khas. Bunga tanaman ini berbentuk malai berwarna krem atau putih kehijauan yang muncul dari pangkal batang, dan buahnya adalah berry berwarna oranye terang (jika sudah matang) setelah penyerbukan.
Selain dibudidayakan sebagai tanaman hias yang bila ditaruh di dalam rumah bisa menyerap polutan ini, juga mempunyai khasiat dalam pengobatan. Babu & Prabhu (2024) [
3Babu, K., & Prabhu, D. S. (2024). Dracaena trifasciata (Prain) Mabb. – Traditional use, pharmacognosy, phytochemistry and pharmacology: A comprehensive review. The Journal of Phytopharmacology, 13(3), 235–241. https://doi.org/10.31254/phyto.2024.13307
] menjelaskan bahwa dalam pengobatan tradisional, akar dan daunnya digunakan untuk mengobati batuk, asma, kolik, sakit perut, diare, wasir, menoragia, wasir, hipertensi, lemah seksual, luka kaki, kusta, kekurangan gizi, pembesaran kelenjar, rematik, dan gigitan ular. Di Tiongkok, rebusannya digunakan untuk batuk, bronkitis, detoksifikasi, antiinflamasi, bisul, luka traumatis, dan gigitan ular. Di Myanmar, sari akar dengan madu digunakan untuk batuk kronis, dan sari daunnya dapat mengobati lendir di tenggorokan anak-anak. *** [240825]




Tidak ada komentar:
Posting Komentar