“Dia menjadikan mereka agar mengenal-Nya. Bila sudah mengenal-Nya, mereka akan menyembah-Nya dan mencintai-Nya, dibukakanlah rahasia-rahasia kerajaan-Nya. Bertambahlah kenikmatan mereka ketika menyaksikan cahaya kekuasaan-Nya,” urai Rabiah.
“Wahai Rabiah, bagaimana mereka mengenal Allah?”
“Mereka mengenal Allah dengan Allah. Bagaimana pendapatmu?” Rabiah balik bertanya.
“Itu hanya perasaan.”
“Bagaimana engkau mencintai Allah?”
“Sekiranya aku tahu bahwa di hatiku ada cinta selain Allah, atau takut selain pada-Nya, aku akan menusuknya dengan pisau,” Hayunnah menjawab dengan kesungguhan.
“Ini memang cinta yang benar dan murni, lalu bagaimana engkau berdoa pada-Nya?”
“Terkadang aku berdoa begini: Ya Allah, karuniakanlah ketetapan hati untuk mempercayai-Mu, jangan Kau halangi daku. Wahai Tuhan, apakah Engkau tega aku membaca Qur’an pada malam hari? Engkau putuskan hubungan kita pada siang hari? Tuhanku ingin rasanya aku minta Engkau jadikan siang menjadi malam agar aku tenteram terus-menerus dekat dengan-Mu.”
Rabiah dan Hayunnah merasa malam terlalu cepat berganti. Bila Rabiah terlelap tidur, Hayunnah mencubitnya dan berkata, “Rabiah, bangunlah, berdirilah pengantin orang-orang yang diberi petunjuk. Saatnya telah tiba, wahai pengantin malam yang selalu, menghiasi malam dengan salat tahajudmu.***
Sumber:
• Tabloid Nuraini edisi 79 Tahun II tertanggal 10 – 16 Juni 2002 hal.25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar