“Home is where I work and I work everywhere” -Alfred Bernhard Nobel (1833-1896) |
Istilah Work From Home (WFH) menjadi akrab di telinga kita saat dunia dilanda wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Wabah virus Corona menyebar di seluruh dunia telah mengubah banyak hal, termasuk metode dan budaya kerja pada banyak instansi, organisasi maupun perusahaan. Fenomena WFH atau kerja dari rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 pada banyak negara di dunia.
Sebelum pandemi, gagasan WFH adalah fantasi bagi banyak orang. Sekarang pandemi telah memaksa uji coba WFH di banyak negara, termasuk Indonesia. Bagi banyak orang, ini adalah pertama kalinya mereka bekerja dari jarak jauh.
WFH, saat ini dikenal sebagai alternatif kerja untuk meminimalkan risiko infeksi COVID-19. Namun, WFH bukanlah hal baru dan telah menjadi perhatian beberapa aliran pemikiran selama bertahun-tahun.
Dalam artikelnya, The impact of working from home during COVID-19 on work and life domains: an exploratory study on Hong Kong yang dimuat dalam jurnal Policy Design and Practise Volume 4 Tahun 2021, Lina Vyas dan Nantapong Butakhieo mengatakan bahwa konsep WFH awalnya disebutkan oleh Nilles (1988) sejak tahun 1973, yang dikenal dengan “telecommuting” atau “telework”. WFH telah didefinisikan dalam berbagai istilah selama empat dekade, yaitu kerja jarak jauh, tempat kerja fleksibel, telework, telecommuting, e-working.
Istilah-istilah ini mengacu pada kemampuan karyawan untuk bekerja di tempat kerja yang fleksibel, terutama di rumah, dengan menggunakan teknologi dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Gajendran dan Harrison (2007) menggambarkan telecommuting sebagai “pengaturan kerja alternatif di mana karyawan melakukan tugas di tempat lain yang biasanya dilakukan di tempat kerja utama atau pusat, untuk setidaknya beberapa bagian dari jadwal kerja mereka, menggunakan media elektronik untuk berinteraksi dengan orang lain di dalam dan luar organisasi,” khususnya mereka menunjukkan bahwa “tempat lain” mengacu pada “rumah”.
Aforisme
Jauh sebelum itu, konsep bekerja dari rumah atau bekerja jarak jauh sebenarnya bukan hal baru. Karena pada 27 November 1895, Alfred Bernhard Nobel pernah mengatakan “Home is where I work and I work everywhere” (Rumah adalah tempat saya bekerja, dan saya bekerja di mana-mana).
Alfred Bernhard Nobel adalah kimiawan penemu dinamit sekaligus pengusaha asal Swedia. Lahir pada 21 Oktober 1833 di Stockholm, dan meninggal pada 10 Desember 1896 di Italia. Sebelum meninggal, ia pernah berwasiat agar hartanya diberikan untuk “Penghargaan Nobel” tiap tahun.
Alfred Nobel memiliki perpustakaan yang luas, yang mencakup karya-karya sastra penting Eropa. Terinspirasi oleh Shelley dan Byron, ia menulis puisi dalam bahasa Inggris sewaktu masih muda. Menjelang akhir hayatnya, ia menulis novel sedihnya, “Nemesis.” Bentuk ekspresi sastra terbaiknya mungkin adalah aforisme, di mana dia sering mengekspresikan dirinya secara drastis.
Di antara aforisme (kata mutiara) Alfred Nobel adalah perkataannya yang disematkan untuk judul tulisan ini. Sebagai seorang penemu dinamit, dia brilian. Sebagai pemilik bisnis, dia menghasilkan banyak uang. Dia memiliki rumah di enam negara, lengkap dengan laboratorium karena dia termasuk orang yang gila kerja (workaholic).
Selain itu, dia memiliki 93 pabrik yang menguntungkan di seluruh dunia ketia dia meninggal. Banyak industri terkemuka di bidang kimia saat ini seperti ICI (Imperial Chemical Industries) berasal dari perusahaan yang didirikan oleh Nobel.
Untuk mengelola bisnisnya di banyak negara, Alfred Nobel memiliki mobilitas yang tinggi untuk melanglang buana. Oleh sebab itu, dia mempunyai banyak rumah di banyak negara. Rumah tersebut selain digunakan sebagai tempat untuk mengelola bisnisnya, juga dijadikan tempat untuk melakukan eksperimen dalam penemuan-penemuan yang hasilnya untuk mendukung keunggulan dari ekspansi bisnisnya tersebut.
Dari sinilah aforisme itu muncul. Setiap dia mengunjungi tempat bisnisnya di sejumlah negara, dia senantiasa melakukan penelitian untuk temuan produk maupun peningkatan kualitas usahanya. Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa “rumah saya adalah tempat saya bekerja dan saya bekerja di mana-mana”.
Dia penuh dengan paradoks. Dia sukses namun sebagai manusia, dia tertutup dan kesepian. Dia mencintai kehidupan keluarga tetapi tidak memiliki kehidupannya sendiri. Impiannya tentang seorang istri dan anak-anak tidak pernah menjadi kenyataan.
Dampak COVID-19
Konsekuensi langsung yang disebabkan pandemi COVID-19 akan berimbas pada kehidupan sosial-ekonomi di masa depan. Menurut pendiri Microsoft, Bill Gates, pandemi COVID-19 bakal mengubah cara orang bepergian dan melakukan bisnis.
Dalam wawancara dengan Andrew Ross Sorkin di The New York Times DealBook Conference pada Selasa (17/11/2020), Gates memprediksikan bahwa 50% perjalanan bisnis dan lebih dari 30% jam kerja di kantor akan berkurang pasca COVID-19.
Dia juga memperkirakan bekerja dari rumah atau WFH bisa menjadi permanen. Hal itu mungkin terjadi karena bekerja dari rumah kini menjadi sangat memungkinkan ketimbang sebelum adanya pandemi. Dalam jangka panjang, WFH akan menemukan fleksibilitasnya di mana Anda dapat bekerja dari mana saja dengan penuh kebebasan.
Meskipun penerimaan WFH telah meningkat di seluruh dunia, para akademisi berdebat tentang pro dan kontra. Mengingat beberapa pekerjaan, terutama yang terkait dengan perawatan kesehatan, pertanian, dan perhotelan tidak dapat dilakukan di rumah. Bahkan, setelah pandemi ini berakhir.
Banyak dari kita akan memilih untuk bekerja dari rumah, dan banyak dari kita akan terbiasa kembali ke lingkungan kerja yang sama dengan sebelumnya meskipun itu bukan rumah kita. Tidak apa-apa. Fleksibilitas tidak berarti terus-menerus mengubah segalanya – itu berarti kita dapat mengubah banyak hal saat kita mau dan perlu. *** [160821]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar