Sabtu, Februari 25, 2023

Bahkan Para Nabi pun Iri

  Budiarto Eko Kusumo       Sabtu, Februari 25, 2023
Ilustrasi gambar. Anyaman bambu yang menjadi gedhek, sangat kuat untuk digunakan sebagai dinding rumah. Photo via Unsplash By Alexander Schimmeck

Semalam, salah seorang bibi saya yang bungsu, membagikan video dalam group WhatApps (WA) Keluarga Soenarto berdurasi 56 detik pada pukul 19.29 WIB. Di bawahnya disertai tulisan yang berbunyi, “Ternyata yang membuat kita tidak jatuh runtuh bukannya kursi, tetapi ikatan persatuan dan persaudaraan … pelajaran yang mengagumkan.”
Video yang juga bisa dijumpai dalam laman helo.com itu, berkisah tentang empat orang yang duduk di kursi yang saling berdekatan. Kemudian instruktur membaringkan empat orang itu di atas pangkuan setiap orang. Setelah itu kursi ditariknya, dan apa yang terjadi? Ternyata empat orang itu tidak jatuh ke lantai.
Rebahan empat orang yang membentuk pola anyaman dalam peragaan eksperimen di sebuah hall itu memperlihatkan bahwa mereka saling menopang dan memperkokoh ikatan sehingga mereka tidak terjatuh ke lantai.
Eksperimen itu mengumpamakan kuatnya ikatan persatuan dan persaudaraan di antara empat orang tersebut tidak menjatuhkan mereka ke lantai manakala kursi yang mencagak empat orang tersebut diambil.
Persatuan/persaudaraan merupakan pilar penting dalam kehidupan sosial. Ulama Tafsir Indonesia Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA menegaskan bahwa semua agama mengajarkan persaudaraan antar sesama manusia. Indahnya persaudaraan adalah bagian terpenting dari semua ajaran agama.
Dalam Islam, dikenal istilah ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah berasal dari bahasa Arab, aha-ya’hu, yang berarti saudara dan masdarnya adalah ukhuwah yang berarti persaudaraan. Sedangkan Islamiyah berarti Islam.
Jadi, ukhuwah Islamiyah itu, orang-orang dipersatukan dalam persaudaraan layaknya saudara kandung dalam bingkai agama, yaitu sama-sama beriman dan sama-sama sebagai muslim dalam tali “mu’akhah”. Yaitu dua orang yang tidak ada hubungan famili, lalu saling bersumpah setia, mengikat diri sebagai famili, menjadi seperti saudara kandung. 
Ali Alatas S.S., dalam bukunya, “Bahkan Para Nabi pun Iri” (2002, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana), mengupas tuntas secara gamblang mengenai potret keagungan ukhuwah Islamiyah berikut kiat-kiat untuk menggapainya.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa “Sesungguhnya di sekitar Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya, yang di atasnya terdapat suatu kaum yang menggunakan pakaian cahaya. Wajah mereka bercahaya. Mereka itu bukan nabi dan juga bukan para syuhada. Akan tetapi, para nabi dan syuhada tertegun (merasa iri) kepada mereka sehingga mereka berkata, “Wahai Rasulullah, tolong beritahu siapa gerangan mereka itu?”
Siapakah mereka itu? Bahkan para nabi dan syuhada pun iri dan tertegun menyaksikan kedudukan mereka di sisi Allah. Setiap orang beriman berkeinginan menjadi seperti itu juga. Lalu, apa jawaban Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam atas pertanyaan di atas?
Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling menjalin cinta karena Allah, saling bermajelis (duduk memikirkan sesuatu) karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah semata.”
Jadi itulah rahasianya, ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam! Selain itu, dalam berukhuwah, mereka berpantang menerima informasi tanpa memeriksanya, mengolok-olok/memaki, berprasangka, mencari-cari kesalahan dan bergunjing, dengki, bermusuhan, serta berbantah-bantahan di antara mereka.
Kalau saja setiap muslim mengetahui “rahasia” ini dan mengamalkanya, tidakkah kehidupan sosial mereka menjadi indah, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh generasi sahabat 14 abad yang lalu.
Ikatan ukhuwah mereka begitu kuat, indah, dan langgeng karena ia bersumber pada mata air yang memancar, jernih, dan tak pernah kering. Mata air tersebut adalah keimanan dan cinta karena Allah (hubb fillah).
Keimanan mewajibkan seseorang untuk bersaudara dan mencintai orang-orang beriman lainnya. Bahkan, keimanan itu tidak diakui kesempurnaannya oleh Allah hingga seorang mukmin mencintai orang mukmin lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. 
Para sahabat Rasulullah bertindak kompak dan saling berkasih sayang. Mereka dihormati kawan dan disegani lawan. Setiap timbul perselisihan, mereka akan senantiasa kembali berpatokan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Berkenaan dengan video tadi, menurut saya, kontennya mengilustrasikan bentuk ukhuwah. Di saat masih duduk sendiri-sendiri, mereka berempat seakan asing dan rapuh. Jika kursinya ditarik dari pantatnya, mereka akan terjungkal ke lantai.
Namun setelah mereka membentuk formasi saling bergandengan dengan meletakkan kepala di atas paha mereka berempat merasakan menjadi sebuah ikatan yang kuat dan kokoh. Sehingga, manakala kursinya ditarik, mereka tidak jatuh di lantai. Jadi, ukhuwah itu bisa tercipta, kalau orang-orangnya bersatu, bukan berseteru! *** [250223]


logoblog

Thanks for reading Bahkan Para Nabi pun Iri

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog