Tumpukan batangan emas (Ilustrasi: Photo via Pexels By Pixabay) |
Sebelum shalat witir, imam memberikan kultum di awal Ramadhan. Dalam kultumnya itu, imam menceriterakan sosok Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang terkanal kaya raya.
Abdurrahman bin Auf adalah sosok orang kaya yang patut diteladani. Hartanya tidak membuat lupa diri, bersikap sombong, dan suka pamer. Kesuksesan Abdurrahman bin Auf dalam berbisnis tidak dapat dilepaskan dari pola-pola manajemen yang dia gunakan dalam menjalankan usahanya.
Abdurrahman bin Auf ini terkenal pebisnis yang handal dan selalu mengikuti syariat Islam. Kezuhudannya pada harta dan materi duniawi sudah mahsyur di kalangan para sahabatnya. Ia berbisnis yang halal, mulai dari modal, proses hingga penjualannya.
Keuntungannya dalam perniagaan sangat besar hingga mencapai batas yang membuat dirinya sendiri merasa takjub dan heran, sehingga ia berkata, “ Sungguh, aku melihat diriku ini seandainya mengangkat batu niscaya kutemukan emas dan perak di bawahnya.” [
1Khalid, Khalid Muhammad. 2013. Biografi 60 Sahabat Nabi. Penerjemah Agus Suwandi, editor Ferry Irawan. Jakarta: Ummul Qura. 608 hlm. Judul asli: Rijalun haular Rasul
]Perniagaan bagi Abdurrahman bin Auf bukanlah jenis perdagangan yang tercela maupun monopoli. Bahkan, ia sendiri bukanlah orang yang loba untuk mengumpulkan harta atas dorongan agar menjadi orang kaya. Sekali-kali bukan itu, melainkan suatu amal dan kewajiban yang keberhasilannya akan menambah kedekatan jiwa kepada Allah dan berkorban di jalan-Nya.
Dikutip dari laman Kementerian Agama Republik Indonesia yang disadur dari Kitab Rijal Haula Ar-Rasul karya Khalid Muhammad Khalid, suatu hari ia, mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasihat kepadanya dihadapan para sahabat yang lainnya, “Wahai Ibnu Auf, engkau termasuk golongan orang kaya dan engkau akan masuk surga dengan merangkak.”
Para sahabat penasaran ketika mendengar perkataan Rasulullah ini. "Kenapa dia masuk dengan merangkak tidak seperti sahabat lainnya yang berjalan super kilat pada waktu masuk surga?" Rasulullah Saw menjawab: "Sebab dia terlalu kaya."
Abdurrahman bin Auf sering menangis teringat sabda Rasulullah ini. Oleh sebab itu beliau sering berdoa: "Jadikan aku ini miskin! Aku ingin seperti Mush'ab bin Umair atau Hamzah yang hanya meninggalkan sehelai kain pada saat meninggal dunia. Mush'ab bin Umair ketika jasadnya dibungkus kafan, kakinya tertutup tapi kepalanya terbuka. Ketika ditarik ke atas, kepalanya tertutup tapi kakinya terbuka. Ya Allah!" rintihnya.
Abdurrahman bin Auf sudah terlanjur ditakdirkan menjadi orang kaya selama hidupnya. Beliau sering berkonsultasi kepada Rasulullah: bagaimana supaya dirinya dapat masuk ke surga duluan bersama sahabat-sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga. Jawab Rasulullah: "Perbanyak bersedekah niscaya kakimu menjadi ringan untuk masuk surga!"
Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal.
Suatu hari setelah perang Tabuk, kurma yang ditinggalkan para sahabat di Madinah menjadi busuk sehingga harga jualnya jatuh. Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf langsung menjual semua harta yang ia punya untuk membeli semua kurma busuk milik para sahabat dengan harga standar kurma yang belum busuk.
Semua sahabat bersyukur dan senang, kurma yang dikhawatirkan tidak laku, tiba-tiba habis terjual. Diborong semuanya oleh Abdurrahman bin Auf.
Sahabat lain yang mendengar berita itupun turut bergembira, begitu pun Abdurrahman bin Auf yang teramat senang dan ia berharap akan jatuh miskin.
Namun, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan mengaku berasal dari utusan Yaman. Dia memberitakan bahwa di negerinya sedang terkena wabah penyakit menular, sehingga raja Yaman mengutus dirinya untuk mencari kurma busuk. Menurutnya, kurma busuk adalah salah satu obat yang bisa menyembuhkan dari penyakit menular itu [
2https://www.goriau.com/berita/baca/kisah-abdurrahman-bin-auf-borong-kurma-busuk-agar-jatuh-miskin-karena-ingin-masuk-surga-lebih-duluan.html
].Akhirnya utusan raja Yaman tersebut memborong semua kurma milik Abdurrahman bin Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa. Kata imam tadi, “Matematika Allah berbeda dengan matematika manusia.”
Di saat Abdurrahman bin Auf merelakan semua hartanya agar ia jatuh miskin, di saat itu pula Allah memberikan keberlimpahan harta berkali-kali lipat untuknya. Bukannya jatuh miskin dan bangkrut, Abdurrahman bin Auf malah bertambah kaya raya karena kedermawanannya. Subhanallah!
Dalam catatan sejarah, pada akhir hayatnya Abdurrahman bin Auf berwasiat membagi hartanya menjadi 3 bagian: sepertiga dibagikan untuk modal usaha sahabatnya; sepertiga untuk melunasi hutang-hutangnya; dan sepertiga lagi untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Semua dilakukan untuk meringankan langkahnya memasuki pintu surga.
Dari kisah imam tadi, kita bisa memetik hikmah mengenai mengelola kekayaan yang disyariatkan oleh Allah. Namun, dalam kisah lain juga tak jarang menjumpai ceritera yang sebaliknya, seperti Tsa’labah. Ia menganggap kekayaannya adalah hasil usaha atau jerih payahnya sehingga semula merupakan sahabat Rasulullah yang taat beribadah, setelah kaya menjadi ingkar. Sama halnya seperti Qorun di zaman kerasulan Musa Alaihissalam.
Baik kekayaan Abdurrahman bin Auf, Tsa’labah maupun Qorun merupakan hasil kerja keras mereka. Bedanya pada letak pengelolaan kekayaan tersebut. Kekayaan Abdurrahman bin Auf tidak hanya untuk pribadi dan keluarganya saja tapi juga untuk menjalankan pesan Ilahi, sedangkan Tsa’labah dan Qorun menjadi lupa diri akan pesan Ilahi.
Ada lagi kisah yang lebih celaka, hartanya bukan dari pundi-pundi jerih payah bisnisnya tapi bisa melupakan diri, bersikap sombong, dan dipamerkan. *** [270323]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar