“Siang ini kita makan apa?” tanya Aisyah, salah seorang asisten Tim Peneliti Pembakaran Sampah Plastik (PPSP), di dalam mobil Avanza Veloz putih, perjalanan pulang menuju FMIPA Universitas Brawijaya (UB), kepada rombongan dalam mobil yang berisi enam orang.
“Makan nasi Padang saja ya? Yang mudah ditemui di sepanjang perjalanan pulang,” Paulus Gatot Kusharyanto, Sub Koordinator Substantif PTM dan Keswa, bertanya sambil menoleh ke tempat duduk yang ada di tengah dan belakang.
“Nasi Padang yang mana?” tanya Bastamil yang pegang kendali mobil tersebut.
“Yang dekat Kantor Inspektorat Kabupaten Malang itu aja. Parkirnya juga longgar,” sela salah seorang Tim SMARThealth UB.
Ternyata sampai di lokasi, Rumah Makan (RM) Ampera Minang yang berada di daerah Mondoroko, Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang tutup karena sedang ada renovasi. Akhirnya, mencari alternatif RM Padang lainnya. Tapi, setiap melintas selalu kelewatan. Siang itu, sepulang dari Tempat Pemrosesan Sementara (TPS) RW 11 Lawang, lalu lintas cukup padat.
Makan siang di Warung Lesehan Yogyakarta di Jalan Kendal Sari Barat No. 8 Malang |
Maklum, hari itu adalah hari Sabtu. Banyak mobil luar kota yang melintas Jalan Surabaya-Malang untuk menuju ke Batu, yang dikenal sebagai tempat plesiran berhawa sejuk. Kalau pun ketemu RM Padang yang lain di sepanjang jalur itu, ternyata tempat untuk parkirnya kurang mendukung.
Tanpa terasa, mobil putih sudah mendekati Kampus UB. Lalu, Bastamil berinisiatif membawa rombongan ke Warung Lesehan Yogyakarta yang berada di Jalan Kendal Sari Barat No. 8 Kelurahan Tulurejo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.
Warung Lesehan Yogyakarta merupakan lokasi kuliner yang menyajikan aneka menu varian tradisional. Beroperasional sejak tahun 2000, Warung Lesehan Yogyakarta ini berkonsep sebagai restoran keluarga dengan harga yang terjangkau. Berbagai olahan ayam, bandeng, gurami, udang, hingga lele tersedia disini.
Ornamen tanaman, gazebo, dan kolam ikan menjadi daya tarik tersendiri, menjadikan suasananya semakin asri. Pengunjung dapat memilih makan di meja atau secara lesehan. Lesehannya ada dua macam, lesehan kecil dan besar. Untuk lesehan kecil muat hingga dua meja, sementara lesehan besar mampu menampung hingga 3 meja sekaligus.
Sebungkus garang asem dan nasi putih |
Enam orang langsung memesan menu sesuai selera mereka masing-masing. Saya memilih sebungkus garang asem ayam dan segelas es kelapa muda dengan sirop warna hijau. Garang asem merupakan olahan ayam berkuah santan yang dimasak menggunakan daun pisang dan didominasi oleh rasa asam pedas.
Hampir seluruh bumbu dari masakan ini memakai rempah-rempah asli Indonesia, ditambah potongan cabai dan belimbing wuluh sebagai sumber rasa asam. Biasanya ayam yang digunakan dalam garam asem ini adalah ayam kampung, karena ayam kampong akan terasa lebih lembut dan empuk dibandingkan ayam yang lain.
Masakan garam asem ini sudah ada sejak lama. Catatan yang menyebutkan masakan garam asem ini terdapat di dalam Serat Centhini. Serat Centhini mulai ditulis pada hari Sabtu Paing tanggal 26 Muharam Tahun Je Mangsa VII 1742 AJ dengan sengkalan Paksi Suci Sabda Aji atau bulan Januari 1814 Masehi, dan selesai ditulis pada tahun 1823.
Penulisan serat ini atas perintah putera mahkota Kerajaan Surakarta yaitu Adipati Anom Amangkunagara III yang kemudian menjadi raja Kasunanan Surakarta dan bergelar Sunan Pakubuwana V yang bertahta pada tahun 1820-1823. Selain sebagai pemrakarsa beliau juga sebagai ketua tim penulisan Serat Centhini tersebut.
Es Kelapa Muda Sirop Hijau |
Serat Centhini bukanlah sekadar naskah sejarah belaka, namun juga memuat beragam aspek kehidupan, termasuk menu masakan. Menu-menu masakan yang ada di dalam Serat Centhini, diambil dari ragam suguhan untuk Syekh Amongraga dan Cebolang waktu berada di Bogor, Dukuh Argapura (Lumajang), Padepokan Gunung Tidar Magelang, Kerta (Pleret, ibukota Mataram), Pujakara (Mataram), dan di Tembayat (Klaten).
Pada waktu singgah beberapa hari di Tembayat (sekarang akrab disebut Bayat), mereka mendapati sejumlah makanan/masakan yang ada di Tembayat, salah satu di antaranya adalah yang menjadi kesukaan saya, yaitu garang asem.
Begitu dihidangkan di meja sebelah timur yang berada di depan kasir, saya langsung menyantap sebungkus garam asem dengan nasi putih yang saya ambil dari cething berwarna keperakan. Rasanya cukup enak, asam pedasnya bisa membaur dengan rasa gurih dalam kuah santannya.
Rasanya bikin mesem. Kata mesem masuk ke dalam bahasa Jawa ngoko kasar yang artinya adalah senyum, gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Sebungkus garam asem ayam Warung Lesehan Yogyakarta itu, rasanya bikin mesem. *** [050323]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar