Siang itu pulang dari Jumatan, seekor capung warna hijau terbang dihadapan saya saat masuk halaman Sekretariat SMARThealth. Mula-mula menempel tembok halaman sisi barat rumah di belakang deretan bonsai beringin kimeng, lalu bertengger di tanaman setaria palmifolia yang diterpa hembusan angin.
Tak berapa lama, capung itu pindah ke dahan tanaman pring gading (bambu kuning). Beberapa menit kemudian pindah ke batang bunga aloe vera (lidah buaya), dan akhirnya kembali ke pohon bambu kuning lagi.
Saya mengikuti gerakan capung itu karena ingin memotretnya. Ternyata dibutuhkan kesabaran agar capung itu bisa terpotret dengan baik menggunakan kamera HP Xiaomi Redmi Note 8 Pro. Capung itu peka terhadap gerakan yang senantiasa mendekat.
Bandhempo sedang bertengger di atas daun bambu kuning di Sekretariat SMARThealth Kepanjen |
Di sejumlah daerah di Indonesia, capung warna hijau ini memiliki sejumlah nama. Di Sunda, hewan ini disebut Papatong atau Kini-kini. Di Batak, dinamakan Anakni Siri-Siri. Di Padang, dinamai Sipasin atau Anak Sipatuang, dan di Banjarmasin dikenal dengan Kasasiur.
Di Jawa secara umum disebut kinjeng atau ndok erok, tapi khusus yang hijau ini, di Solo dikenal dengan Bandhempo. Nama ilmiah dari serangga ini adalah Orthetrum sabina, dan nama umumnya dalam bahasa Inggris adalah Variegated Green Skimmer [
1https://sgodonata.wordpress.com/2019/09/09/orthetrum-sabina-drury-1773/
].Bandhempo adalah capung spesies milik keluarga Libellulidae, yang sebaran jangkauannya cukup luas mulai dari Australia, Mikronesia, Asia Tenggara, Jepang hingga Afrika Utara. Habitatnya dapat ditemukan hampir di semua tempat, mulai dari tanah terlantar terbuka yang terdegradsi hingga rawa, kolam, saluran air, dan sungai.
Bandhempo hinggap di batang bunga lidah buaya dekat pohon jeruk purut |
Bandhempo memiliki ciri toraks (dada) hijau tua dengan garis hitam di sisi lateral dan kaki berwarna hitam. Perutnya ramping dalam warna hitam dan putih, ekornya juga hitam putih seperti zebra cross, dan memiliki sayap transparan [
2Atourrohman, M., Ulfah, M., Septiani, M., Silmi, F. I., Utami, R. T., Malimah, S. F., Rahmawati, S. D., Ananto, A. D., Dewi, B. A., & Setyawati, S. M. . (2020). Karakterisasi dan Identifikasi Orthetrum sabina (Odonata: Lebullidae) di Lapangan Rusunawa Jerakah Purwoyoso Semarang: Karakterisasi dan Identifikasi Orthetrum sabina (Odonata: Lebullidae) di Lapangan Rusunawa Jerakah Purwoyoso Semarang. Jurnal Litbang Edusaintech, 1(1), 57-60. https://doi.org/10.51402/jle.v1i1.6
]. Serangga ini sayapnya tidak dapat dilipat (palaeoptera).Ia berkembang biak di perairan dangkal yang terdegradasi, danau, kolam kecil, rawa-rawa, genangan air dan selokan yang mengalir lambat. Jumlah capung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, iklim, kelembaban udara, ph air dan penggunaan insektisida.
Jumlah capung yang merupakan serangga kelompok keluarga Odonata itu terus berkurang akibat hilangnya sumber air atau tercemar yang menjadi habitatnya. Sensitivitas capung terhadap habitatnya ini menjadi bioindikator ekosistem perairan.
Bandhempo sedang menclok di dahan kering bambu kuning di Sekretariat SMARThealth Kepanjen |
Dibandingkan jenis capung lainnya, bandhempo ini termasuk jenis capung yang paling mudah beradaptasi dengan lingkungan, paling agresif dan biasa memangsa jenis capung yang lain. Kebiasaan khas bandhempo bertengger di atas empat kaki dengan kaki depan terselip di belakang mata.
Bandhempo hinggap tak bergerak di semak-semak dan ranting kering dalam waktu lama. Ia dengan rakus memangsa kupu-kupu kecil, nyamuk, lalat, dan capung kecil lainnya. Ia terkenal sebagai predator yang rakus, mulai dari tahap nimfa maupun serangga dewasa.
Nimfa capung memakan larva nyamuk, demikian juga dengan bandhempo dewasa akan memakan serangga-serangga lainnya, termasuk memangsa bandhempo lainnya. Sifat rakusnya ini, bandhempo juga dikenal sebagai penyeimbang ekosistem pertanian karena ia juga mau memangsa hama-hama tanaman yang berfisik kecil. *** [070423]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar