Jumat, Juli 07, 2023

Cita Rasa Komunitas Dalam Kedai Kopi Grajen

  Budiarto Eko Kusumo       Jumat, Juli 07, 2023
Pelanggan setia Grajen Coffee Shop Kepanjen yang sedang nongkrong sambil ngobrol di malam hari (Foto: 05/07/2023)

Menghadap ke barat di jalan yang tidak terlalu lebar di Banurejo, Kepanjen, sebuah kedai kopi berwarna jingga ramai dikunjungi orang. Nama kedainya, Grajen Coffee Shop. Tiga milenial duduk di bangku sisi barat kedai kopi, dan tiga lainnya yang paruh baya maupun lansia duduk di lincak dan kursi yang berada di selatan kedai di bawah naungan pohon belimbing.
Yang milenial bicara kekinian menyangkut dunia anak muda. Yang paruh baya dan lansia ngobrol menyambut tujuh belasan. Milenial memilih bangku depan dekat jendela sisi barat karena mereka senang dengan suasana lampu terang. Sementara yang paruh baya dan lansia memilih yang remang-remang agar fokus menyongsong tujuh belasan.
Kedai kopi Grajen bercorak kopitiam. Kata “kopitiam” berasal dari bahasa Melayu dan Hokkian yang terdiri dari kata “kopi” dan “tiam”. Kata “kopi” berasal dari bahasa Melayu yang merujuk kepada biji tanaman kopi yang bisa dibuat untuk minuman, sedangkan kata “tiam” berasal dari bahasa Hokkian yang berarti kedai atau toko.
Kedai kopi Grajen tidak hanya menawarkan cita rasa kopi semata, tetapi juga minuman lainnya yang bisa disanding dengan makanan pendamping lainnya, seperti roti maupun snack lainnya. Gabungan dari berbagai menu ini yang menghantarkan kedai kopi Grajen menjadi jujugan orang.
Di kedai kopi itu, orang tidak hanya menikmati cita rasa kopi saja tapi yang jauh lebih penting adalah cita rasa komunitas. Pengertian cita rasa di sini lebih luas dari sekadar mencecap minuman kopi, yakni mengacu kombinasi dari berbagai sensasi panca indra setelah bertemu dengan orang lain di dalam kedai tersebut.
Cita rasa komunitas muncul setelah mereka nongkrong. Budaya nongkrong sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat Indonesia. Identik dengan secangkir kopi atau minuman yang enak dan menyegarkan fisik adalah bentuk bagian dari pelengkap nongkrong itu sendiri.
Nongkrong ialah hanya sebuah aktivitas ringan untuk sekadar mengisi waktu luang, menghilangkan rasa capek, melepas kepenatan, baik secara individu maupun komunal. Nongkrong ini adalah dinamika sosial yang longgar di mana orang menghabiskan waktu yang tidak terstruktur bersama tanpa agenda yang ditetapkan.
Melalui karyanya, “Hanging Out: The Radical Power of Killing Time” (2023), Sheila Liming mengatakan bahwa nongkrong menunjukkan bagaimana tindakan sederhana dari hubungan biasa adalah perekat yang mengikat kita bersama, dan bagaimana komunitas adalah penangkal keterputusan dan isolasi yang mendominasi kehidupan kontemporer [
1https://www.barnesandnoble.com/w/hanging-out-sheila-liming/1141388451
].
Buku ini membayangkan nongkrong sebagai cara untuk mendapatkan kembali waktu sebagai sesuatu selain bahan mentah untuk diubah menjadi produktivitas. Seperti yang dia lakukan dalam bukunya, dalam wawancara video baru-baru ini dari Vermont, Profesor Liming membuat argumen filosofis untuk interaksi manusia yang paling keren [
2Shannon Doyne. (March 27, 2023). How Often Do You Just ‘Hang Out’ With Others? Retrieved from https://www.nytimes.com/2023/03/27/learning/how-often-do-you-just-hang-out-with-others.html
].
Dikutip dari laman The Washington Post [
3Teddy Amenabar. (January 9, 2023 at 6.00 a.m. EST). Want to be healthier? Hang out with your friends. Retrieved from https://www.washingtonpost.com/wellness/2023/01/09/how-to-adult-friends-relationships/
], sebuah studi selama enam tahun terhadap 736 pria paruh baya Swedia menemukan bahwa memiliki pasangan hidup tidak memengaruhi risiko serangan jantung atau penyakit jantung koroner yang fatal - tetapi memiliki teman memengaruhi. Sebuah penelitian selama 10 tahun di Australia menemukan bahwa orang yang lebih tua dengan banyak teman memiliki kemungkinan 22 persen lebih kecil untuk meninggal selama masa studi dibandingkan mereka yang memiliki sedikit teman.
“Kami membutuhkan seluruh komunitas untuk merasa utuh,” kata Marisa G. Franco, seorang profesor di University of Maryland dan penulis “Platonic: How The Science of Attachment Can Help You Make — and Keep — Friends.” “Berada di sekitar orang yang berbeda memunculkan sisi berbeda dari identitas kita sendiri.”
Hasil keterhubungan sosial ini lebih lanjut, menurut Alexander K. Saeri dkk (2017) [
4Saeri AK, Cruwys T, Barlow FK, Stronge S, Sibley CG. Social connectedness improves public mental health: Investigating bidirectional relationships in the New Zealand attitudes and values survey. Australian & New Zealand Journal of Psychiatry. 2018;52(4):365-374. doi:10.1177/0004867417723990.
], menunjukkan bagaimana sumber daya psikologis yang diberikan oleh keterhubungan sosial dapat bertindak sebagai “obat sosial” untuk penyakit psikologis, dan memberikan bukti terkuat hingga saat ini untuk arah hubungan ini di masyarakat umum.
Citra rasa komunitas di Kedai kopi Grajen menghidupkan aktivitas nongkrong dengan interaksi sosial yang positif. Bagaimana pun berinteraksi secara face to face masih lebih baik ketimbang pertemuan digital, karena dalam jumpa tatap muka itu mengandung sejumlah ikatan sosial dalam mimik maupun gesture.
Some souls just understand each other upon meeting,” ujar Nancy R. Hart, seorang penulis best sellerPoetry and Pearls” dan seorang penyair romantis. "Beberapa jiwa hanya saling memahami saat bertemu." *** [070723]


logoblog

Thanks for reading Cita Rasa Komunitas Dalam Kedai Kopi Grajen

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog