Webinar Secondary Data Analysis in Addressing Mental Health Issues in Indonesia: Findings from the STAND Project by Zoom |
Sore ini, Kamis (09/11), saya berkesempatan mengikuti webinar Secondary Data Analysis in Addressing Mental Health Issues in Indonesia: Findings from the STAND Project lewat platform Zoom Meeting yang diselenggarakan oleh National Institute for Health Research (NIHR), The University of Manchester, UI, BRIN, UB, CISDI, Into The Light, dan Kementerian Kesehatan.
Webinar ini merupakan bagian dari "New Medical Research Council (MRC) Guidance for Complex Interventions" sebagai bagian dari kegiatan Tema Lintas Sektoral dari kolaborasi penelitian Global Health Research Group on Sustainable Care for Anxiety and Depression (GHG STAND) in Indonesia.
Acara ini dimulai pada pukul 15.02 WIB, dan dibuka oleh Dr. dr. Irmansyah, Sp.KJ (K) dari BRIN. Kemudian jalannya webinar ini dipandu moderator dr. Ronny Isnuwardana, MIH, Ph.D, seorang dosen dari Universitas Mulawarman.
Webinar ini menampilkan tiga narasumber yang memiliki reputasi dalam global research dalam masalah kesehatan jiwa (mental health), yakni dr. Asri Maharani, M.M.R.S., Ph.D., Dr. dr. Sri Idaiani, Sp.KJ (K), dan Jon Gibson, BA (Hons), PG, Dip.M.Sc., Ph.D.
Topik materi pertama yang dibahas adalah Introduction on Secondary Data Analysis in Indonesia yang disampaikan oleh dr. Asri Maharani, M.M.R.S., Ph.D., seorang dosen dan peneliti produktif dari University of Manchester.
Menurut Asri, di Indonesia terdapat sejumlah secondary data (data sekunder), seperti RISKESDAS, The Indonesia Family Life Survey (IFLS), Susenas, Podes, dan lain-lain. Data sekunder adalah data dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain.
Ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya, akses mudah, biaya rendah atau gratis, hemat waktu, memungkinkan Anda menghasilkan wawasan baru dari analisis sebelumnya, analisis longitudinal – penelitian ini mencakup jangka waktu yang lama, siapa pun dapat mengumpulkan datan, dan sejumlah besar data sekunder dengan berbagai sumber.
Sedangkan, kekurangannya adalah tidak spesifik untuk kebutuhan Anda, Anda tidak memiliki kendali atas kualitas data, data dapat bias dan menguntungkan orang yang mengumpulkannya, data mungkin kadaluwarsa, dan Anda buka pemilik data tersebut – siapa pun dapat mengaksesnya.
Kemudian topik materi kedua yang dibahas adalah Individual and area-level determinants of mental health in Indonesia: A multilevel analysis using RISKESDAS yang dipaparkan oleh Dr. dr. Sri Idaiani, Sp.KJ (K), peneliti senior BRIN.
Pada kesempatan ini, Idaiani mengungkapkan bahwa data sekunder yang bisa digunakan dalam menganalisis kesehatan mental di Indonesia, datanya bersumber dari RISKESDAS (level individu) dan RIFASKES/RISNAKES (level distrik), atau yang lainnya misalnya dari data BPS.
Lebih lanjut, Idaiani menjelaskan bahwa bahan referensi dan bacaan dalam analisa ini digunakan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2018, RISNAKES (Riset Ketenagaan di Bidang Kesehatan) 2017, dan RIFASKES (Riset Fasilitas di Bidang Kesehatan) 2019.
Kemudian, data individual level (RISKESDAS 2018) dan district level (RISNAKES 2017) dimerge untuk depresi sebagai conceptual framework. Setelah itu baru memasuki analisa data dengan tahapan Univariat analysis, Multilevel logistic regression restricted, dan Multilevel logistic regression.
Lalu, topik materi ketiga atau yang terakhir adalah In (equality) in the geographical distribution of mental health workforce in Indonesia yang dibawakan oleh Jon Gibson, BA (Hons), PG, Dip.M.Sc., Ph.D., seorang dosen, ahli ekonmi kesehatan, dan anggota peneliti di University of Manchester.
Dalam paparannya, Gibson menguraikan mengenai STAND Project: NIHR Global Research Group on Sustainable Treatment for Anxiety and Depression in Indonesia hingga 2026. Ada dua studi yang disasar dalam hal ini, yaitu 1). Untuk memahami distribusi dan faktor penentu depresi dan kecemasan di Indonesia dan memetakan pasokan layanan saat ini menggunakan data yang dikumpulkan secara rutin, dan 2). Untuk merancang dan menguji coba model survei yang secara bersama-sama mengumpulkan data tingkat individu, rumah tangga, dan komunitas pasca-COVID mengenai kesehatan mental, sosio-ekonomi, dan variabel implementasi di Pulau Jawa, Indonesia.
Setelah selesai pemaparan materi dari ketiga narasumber, moderator membuka Q & A (Question and Answer). Pada kesempatan ini, saya coba sharing informasi kepada narasumber perihal data sekunder.
Dalam pemaparan tadi, umumnya data sekunder yang ditampilkan adalah RISKESDAS dan IFLS. Namun, sesungguhnya masih ada data sekunder berkualitas bagus yang memiliki banyak indikator menyangkut mental health.
Pengumpulan datanya dilakukan mulai sejak terjadinya Tsunami di Aceh hingga sekarang (longitudinal survey) yang dilakukan oleh SurveyMETER Yogyakarta, dan dinamai STAR (Study of the Tsunami Aftermath and Recovery).
Acara webinar ini selesai pada pukul 16.47 WIB. Semua peserta webinar diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan panitia, dan sekaligus mengisi form kehadiran.
Webinar ini cukup menarik menurut saya. Jarang tema kesehatan mental yang komprehensif dan multidisiplin diseminarkan seperti ini. Selain itu, tentunya juga akan mengenal peneliti-peneliti yang menaruh perhatian terhadap kesehatan mental di Indonesia. *** [091123]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar