Jumat, Juni 21, 2024

Evia dulcis, Pohon Kedondong Yang Buahnya Kerap untuk Lotis dan Rujak

  Budiarto Eko Kusumo       Jumat, Juni 21, 2024
Di dekat bangunan Balai Plontho Pondok Gurame Nagarema, tempat berkegiatan refleksi photovoice kader dari Krebet Senggrong dan Bakalan (12/06), tumbuh sebuah pohon kedondong berukuran kecil tapi berbuah banyak.
Pohon tersebut tepatnya berada di penghujung barat kolam ikan yang bersanding dengan Balai Plontho, tak jauh dari dua ayunan diletakkan. Ia ditanam oleh pemilik Pondok Gurame Nagarema di dalam pot yang diletakkan di kolam tersebut.
Di Kota Solo (Jawa Tengah), buah kedondong sering dibuat untuk manisan. Selain itu juga digunakan untuk lotis dan rujak yang berbahan dasar buah-buahan. Perbedaan antara lotis dan rujak terletak pada bentuk penyajiannya saja. Lotis disajikan dengan buahnya dipotong agak besar dan tipis sehingga makannya dengan mencolek buah pada sambal/bumbunya, sedangkan rujak dihidangkan dengan bentuk buah yang diparut/diserut dicampur langsung dengan bumbu/sambal sehingga cara makannya dengan menyendok.

Buah kedondong (Evia dulcis)

Pohon kedondong bernama ilmiah Evia dulcis (Parkinson) Comm. ex Blume emend. Koster berdasarkan A revision of Spondias L. (Anacardiaceae) in the Neotropics (2015) [
1Mitchell, J. D., & Daly, D. C. (2015). A revision of Spondias L. (Anacardiaceae) in the Neotropics. PhytoKeys, (55), 1–92. https://doi.org/10.3897/phytokeys.55.8489
]. Nama genus Evia belum jelas etimologinya, namun ada yang beranggapan bahwa Evia berasal dari bahasa Yunani dari gabungan kata “eu” (baik) dan “bios” (kehidupan), kemungkinan mengacu kepada manfaat dari buahnya.
Dugaan lain, “Evia”  kemungkinan besar berasal dari nama pulau Yunani "Euboea" (ejaan modern "Evia") [
2Venere. The meaning and history of the name Evia. Retrieved from https://venere.it/en/the-meaning-and-history-of-the-name-evia/
], yang merupakan pulau Yunani terbesar kedua setelah Kreta. Pulau ini sering kali menjadi sumber inspirasi penamaan genera dan spesies dalam biologi, terutama jika pulau tersebut endemik di wilayah tertentu atau memiliki ciri unik. 
Sedangkan, julukan khusus dulcis berasal dari bahasa Latin dari kata sifat “dulcis, e” (manis, menyenangkan) merujuk pada buahnya yang enak untuk dikonsumsi [
3Puccio, Pietro (Text) & Beltramini, Mario (English translation). Spondias dulcis. Monaco Nature Encyclopedia: Discover the biodiversity. Retrieved from https://www.monaconatureencyclopedia.com/spondias-dulcis-2/?lang=en
].
Spesies ini mula-mula dideskripsikan pada tahun 1773 oleh Sydney Parkinson (1745-1771), seorang seniman botani (illustrator tanaman) yang menemani ahli botani Inggris Joseph Banks (1743-1820) dan Solander dalam ekspedisi pertama Kapten Cooks ke lautan Selatan, sebagai Spondias dulcis, dan dipublikasikan dalam Journal of A Voyage to The South Seas, In His Majesty’s Ship, The Endeavour, atau J. Voy. South Seas: 39 (1773) [
4Parkinson, Sydney. (1773). Journal of A Voyage to The South Seas, In His Majesty’s Ship, The Endeavour. London: Stanfield Parkinson. https://www.rct.uk/collection/1125321/a-journal-of-a-voyage-to-the-south-seas-in-his-majestys-ship-the-endeavour
].

Malai terminal bunga kedondong (Evia dulcis)

Philibert Commerson (1727-1773), seorang naturalis Prancis, penjelajah dan navigator keliling dengan Louis-Antoine de Bougainville (1729-1811) di La Boudeuse dan L'Étoile (1766-1769), memberi nama lain spesies tumbuhan ini namun tidak mempertelakan dan tidak diterbitkan. Catatan Commerson terangkum dalam Manuscript fide DE Jussieu Genera Plantarum (MS. fide De Juss. Gen. Plant.), artinya bahwa informasi yang dikutip atau dirujuk didasarkan pada manuskrip atau sumber yang tidak diterbitkan sesuai dengan karya atau otoritas "de Jussieu" dalam "Genera Plantarum" atau konteks botani serupa.
Pada tahun 1849/1850, botaniwan Belanda dan Hindia Belanda Carl Ludwig von Blume (1796-1862) berusaha melengkapi dengan deskripsi ilmiah yang bisa diterima di kalangan botaniwan lainnya menjadi Evia dulcis dan menerbitkannya dalam Museum Botanicum Lugduno-Batavum, sive, Stirpium Exoticarum Novarum vel Minus Cognitarum ex Vivis aut Siccis Brevis Expositio et Descriptio. Tom. I [
5Blume, C. L. (1849). Museum Botanicum Lugduno-Batavum, sive, Stirpium Exoticarum Novarum vel Minus Cognitarum ex Vivis aut Siccis Brevis Expositio et Descriptio. Tom. I. Lugduni-Batavorum: E.J. Brill. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/192635
], atau Mus. Bot. 1(15): 233.
Kemudian pada tahun 1991, André Joseph Guillaume Henri Kostermans (1907-1994), seorang botaniwan Belanda yang pernah bertugas di 's Lands Plantentuin te Buitenzorg (sekarang Kebun Raya Bogor, Indonesia),  melakukan koreksi atau perubahan terhadap uraian asli Blume atau emendation Kostermans, yang biasa disingkat emend. Koster. Perbaikan (emendation) ini, secara resmi mengembalikan spesies Malesia Timur dan Pasifik Selatan Spondias dulcis Parkinson ke dalam genus Evia yang sudah ada sebelumnya menjadi Evia dulcis Commerson ex Blume emend. Koster.

Buah kedondong (Evia dulcis) yang masih muda

Selain memiliki banyak sinonim, Evia dulcis mempunyai nama-nama umum (common names): ambarella, golden apple, otaheite apple, Polynesian-plum, June plum (Inggris); cytheraapple, gldplomon (Swedia); Otaheite-omena (Finlandia); sod mombinblomme (Denmark); Goldpflaume (Jerman); pomme de cythere (Prancis); ambarella (Spanyol); caja-manga, cajamangueria (Portugis); ambarella, jobo de la India (Italia); embe ng'ong (Tanzania); isbaandhees  (Somalia); evi (Réunion ); omora, amte kai, ambazhanga (India); gway (Myanmar); kookhvaan (Laos); quả cóc (Vietnam); mokak, mkak (Kamboja); makok farang (Thailand); kedongdong, buah amra (Malaysia); buah long-long (Singapura); kedondong (Indonesia); balolong, hevi (Tagalog); (Samoan dan Tonga); pomme cythere (Trinidad dan Tobago); juplon (Kosta Rika); manzana de oro (Republik Dominika); jobo indio (Venezuela); cajá-manga, cajarana (Brasil).
Pohon kedondong (Evia dulcis) termasuk dalam famili Anacardiaceae, dan daerah jelajah asli spesies ini adalah Maluku (Indonesia), Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Santa Cruz.
Evia dulcis (kedondong) adalah pohon buah-buahan yang tingginya bisa mencapai antara 9 -12 meter. Batang kayunya ringan, agak lunak, dan getas (mudah patah). Daunnya menyirip, berbentuk elips, mengkilap dan bergerigi halus. Bunganya kecil berwarna putih kekuningan yang tidak mencolok di malai terminal. Buahnya berbentuk lonjong, berkelompok pada tangkai panjang, berwarna hijau jika belum matang, dan berwarna kuning kecokelatan jika sudah matang.

Pohon kedondong (Evia dulcis) dalam pot

Pohon kendondong memiliki banyak manfaat. Buahnya bisa dimakan mentah, atau dibuat jus, atau selai. Daun muda digunakan sebagai bumbu atau dimasak sebagai sayuran, sedangkan daun dewasa digunakan dalam salad. 
Selain itu, ada beragam kegunaan obat tradisional dari buah, daun dan kulit kayu kedondong (Evia dulcis) di berbagai belahan dunia. Buahnya dijadikan minuman fermentasi untuk mengobati diare. Jus tanaman dimanfaatkan sebagai obat tetes mata. Tunas pohonnya bisa untuk mengobati pendarahan setelah melahirkan. Infus daunnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan dan infeksi mulut. Cairan perasan kulit kayunya digunakan untuk membersihkan usus. Kulit bagian dalam digunakan untuk mengobati batuk, demam, dan sakit perut serta luka pada mulut dan tubuh. Parutan buahnya, dicampur dengan air, digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Buah mudanya digunakan untuk mengobati masalah perut dan membantu wanita dalam proses persalinan [
6Plant For A Future. Spondias dulcis – Sol. Ex Parkinson. Retrieved from https://pfaf.org/user/Plant.aspx?LatinName=Spondias+dulcis
].
Dalam penelitian Santos et. al. (2023) [
7Santos, É.M.d.; Ataide, J.A.; Coco, J.C.; Fava, A.L.M.; Silvério, L.A.L.; Sueiro, A.C.; Silva, J.R.A.; Lopes, A.M.; Paiva-Santos, A.C.; Mazzola, P.G. Spondias sp: Shedding Light on Its Vast Pharmaceutical Potential. Molecules 2023, 28, 1862. https://doi.org/10.3390/molecules28041862
] dilaporkan bahwa ekstrak Evia dulcis dan fraksi terisolasi menghadirkan aktivitas farmakologis in vitro dan in vivo yang relevan, dengan sifat antikanker, antioksidan, antimikroba, antimutagenik, antigenotoksik, trombolitik, imunomodulasi, dan penghambatan enzimatik. Oleh karena itu, Evia dulcis (kedondong) dapat dipelajari sebagai pendekatan baru atau sinergis untuk mengobati infeksi, kelainan kulit, dan penyakit dengan insiden tinggi, seperti Alzheimer, kanker, diabetes, dan obesitas. *** [210624]


logoblog

Thanks for reading Evia dulcis, Pohon Kedondong Yang Buahnya Kerap untuk Lotis dan Rujak

Previous
« Prev Post

1 komentar:

Sahabat Blog