“Only when the tide goes out do you discover who's been swimming naked.” -- Warren Buffett
Seminggu yang lalu, saya mengikuti koordinasi terkait kegiatan Baseline Survey NIHR Universitas Brawijaya (UB) di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Perjalanan dari Kepanjen menuju ke Tlogorejo biasanya saya tempuh melalui penyeberangan Waduk Karangkates dengan menggunakan perahu kayu dari Dermaga Rajut Indah di Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung menuju Dermaga Dadapan, Desa Tlogorejo.
Jalur air ini sudah menjadi rutinitas saya sejak penelitian NIHR Global Health Research Center for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) digulirakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB).
![]() |
| Ketika air pasang, ban besar di bawah pohin beringin itu sebagai penanda keberadaan Dermaga Rajut Indah, Dusun Kecopokan, Desa Senggreng |
Namun, Jumat (17/10) itu, pemandangan yang disajikan sungguh berbeda. Untuk pertama kalinya, saya menyaksikan air Waduk Karangkates surut begitu drastis. Tubuh raksasa penampung air itu kini lebih menyerupai lembah luas dengan alur Sungai Brantas yang keruh, berkelok seperti ular raksasa yang sedang terlelap di dasar waduk.
Rute penyeberangan pun berubah. Perahu tak lagi bersandar di dermaga yang biasa. Penumpang harus menuruni tebing lumpur curam, menapaki tanah yang lengket dan licin untuk mencapai perahu yang kini terparkir jauh di bawah.
Saat menuruni Dermaga Rajut Indah, motor REVO yang saya kendarai dengan bannya yang anyar, sempat tergelincir karena tanah berlumpur. Di seberang sungai, seorang tukang pijat refleksi dari Desa Senggreng juga mengalami nasib serupa - motornya terperosok ke sungai ketika hendak keluar dari perahu. Semuanya tampak lebih sulit ketika air surut.
![]() |
| Ketika air surut, keramba apung milik warga terlihat terbengkelai |
Metafora Air Surut: Mengungkap yang Tersembunyi
Pemandangan itu mengingatkan saya pada kata bijak terkenal dari Warren Edward Buffett, seorang investor, pengusaha, dan filanropis asal Amerika Serikat, dalam Warren Buffett Speaks: the Wit and Wisdom of America’s Greatest Investor (1997):
“Hanya ketika air surut, Anda akan tahu siapa yang berenang telanjang.”
Kata-kata itu sederhana, tapi sarat makna. Dalam metafora kehidupan, “air surut” adalah masa-masa sulit - saat kenyamanan dan kemewahan tersapu pergi, dan yang tersisa hanyalah kejujuran tentang siapa diri kita sebenarnya. Ketika keadaan tidak lagi menutupi kelemahan, di sanalah karakter sejati diuji.
Seperti waduk yang surut menampakkan dasar berlumpur dan bebatuan tersembunyi, masa-masa sulit dalam hidup sering kali menguak apa yang selama ini tertutupi oleh keberhasilan dan kemapanan. Namun, justru di saat itulah kita belajar bertahan, memperbaiki diri, dan menyalakan kembali api harapan.
![]() |
| Ketika air surut, Sungai Brantas akan terlihat kembali sebagai dasar dari Waduk Karangkates |
Kebangkitan dari Dasar Kekeringan: Inspirasi bagi Sang Pejuang
Kisah-kisah orang-orang besar di dunia membuktikan bahwa “air surut” bukanlah akhir, melainkan awal dari kebangkitan. Kolonel Sanders, di usia senjanya, berulang kali ditolak ketika menawarkan resep ayam gorengnya - namun dari kegigihan itulah lahir Kentucky Fried Chicken (KFC) yang mendunia.
Steve Jobs, yang pernah dipecat dari Apple, justru kembali dengan visi baru yang mengubah wajah teknologi dunia. J.K. Rowling menelan belasan kali penolakan penerbit sebelum akhirnya menciptakan dunia sihir Harry Potter yang menginspirasi jutaan orang.
Henry Ford bangkrut beberapa kali, tetapi dari setiap kegagalan ia menimba pelajaran hingga melahirkan revolusi industri otomotif, dan Arunima Sinha, seorang atlet India yang kehilangan satu kakinya akibat kecelakaan, membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk menaklukkan puncak tertinggi dunia - Gunung Everest.
Mereka semua pernah “berenang telanjang” ketika air kehidupannya surut. Namun mereka tidak malu akan luka, tidak bersembunyi dari kegagalan. Sebaliknya, mereka menjemput arus kehidupan berikutnya dengan keberanian dan tekad yang baru.
![]() |
| Motor REVO yang bannya anyar itu keluar dari perahu sesampainya di Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang |
Roda Kehidupan
Maka, ketika Waduk Karangkates menyingkap dasar lembahnya yang keruh dan berlumpur, saya belajar satu hal: hidup pun seperti waduk itu. Ada masa pasang dan surut. Tapi surut bukan berarti hilang - ia hanya mempersiapkan diri untuk menampung air kehidupan yang lebih jernih, lebih kuat, dan lebih dalam.
Karena pada akhirnya, bukan seberapa dalam air yang pernah menenggelamkan kita yang penting, melainkan seberapa kuat kita berdiri ketika air itu surut.
Air boleh surut, tapi semangat tidak. Dari dasar waduk yang berlumpur pun, kebangkitan selalu menemukan jalannya. *** [251025]





Suka dengan tulisan dan pesannya om
BalasHapus