Kamis, Desember 25, 2025

Bertemu di Simposium, Akrab karena LCA

  Budiarto Eko Kusumo       Kamis, Desember 25, 2025
If it can’t be reduced, reused, repaired, rebuilt, refurbished, refinished, resold, recycled, or composted, then it should be restricted, designed or removed from production.” -- Pete Seeger, Folk Singer & Social Activist
Pukul 12.16 waktu India, hari kedua Third Annual Symposium, suasana ruang pertemuan mendadak lebih hening. Seorang bule jangkung melangkah ke atas podium. Namanya Alexandra Olid Stepanchuk, peneliti muda dari Imperial College London (ICL). Dengan postur tegap dan artikulasi tenang, Alexandra diperkenalkan sebagai Asisten Peneliti di bidang Pemodelan Penilaian Siklus Hidup Lingkungan atau Life Cycle Assessment (LCA).
Bidang yang ia geluti tidak ringan. Pekerjaannya berfokus pada evaluasi dampak lingkungan dari sistem pangan, teknologi pengolahan air, dan pengelolaan limbah plastik di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (Low- and Middle-Income Countries/LMICs), termasuk India, Indonesia, dan Bangladesh. 
Melalui proyek kolaboratif yang didanai NIHR bersama universitas-universitas lokal, Alexandra tidak hanya melakukan penilaian dampak lingkungan secara komprehensif, tetapi juga memimpin lokakarya peningkatan kapasitas guna memperkuat keahlian LCA di kalangan mitra akademik. Penelitiannya menopang strategi berbasis bukti untuk pembangunan berkelanjutan sekaligus memberi pijakan bagi pengambilan kebijakan di wilayah dengan keterbatasan sumber daya.
Di hadapan peserta Third Annual Symposium NIHR-GHRC NCDs & EC, Alexandra menyampaikan materi berjudul “Approaches to Environmental Impact Assessment”. Garis besar paparannya meliputi AMDAL dari sudut pandang LCA, studi kasus di Indonesia, serta pelajaran penting yang bisa dipetik dari sana. 
Sebelum masuk ke pembahasan inti, ia menyampaikan terima kasih kepada Tim LCA yang dipimpin Prof. Sujarwoto atas kolaborasi riset ini - sebuah pengakuan yang disambut anggukan kepala para peserta yang terlibat langsung di lapangan.
Mengacu pada definisi International Standard Organisation (2006), Alexandra menjelaskan bahwa LCA adalah kompilasi dan evaluasi masukan, keluaran, serta potensi dampak lingkungan dari suatu sistem produk sepanjang siklus hidupnya.
 
Presentasi mengenai LCA dihadapan peserta Third Annual Symposium hari kedua (Rabu, 10/12) di May Flower, The Golkonda Resorts & Spa, Gandipet, Hyderabad, Telangana, India

Penilaian dampak lingkungan (AMDAL) dapat dilakukan dengan pendekatan LCA, mengikuti ISO 14040 dan ISO 14044, serta praktik terbaik seperti yang ditunjukkan oleh ILCD. Hasil LCA memungkinkan perbandingan dampak lingkungan antarproduk atau antaropsi, sekaligus mengidentifikasi titik-titik kritis dalam siklus hidup produk di mana intervensi kecil justru bisa memberi manfaat terbesar.
Studi kasus yang ia paparkan berangkat dari persoalan limbah plastik di Indonesia. Tujuannya jelas, yaitu mengidentifikasi sumber utama limbah plastik dan mengevaluasi dampak lingkungan dari pengolahan akhir masa pakai (End-of-Life/EOL), agar dapat memberi rekomendasi pengelolaan limbah yang lebih baik dan efektif mengurangi pembakaran plastik di mana yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kualitas udara di wilayah studi.
Unit fungsional yang dipilih adalah 1 kg campuran plastik. Pilihan ini, menurut Alexandra, penting untuk menjaga kekompakan analisis agar pendekatan yang digunakan tetap sistematis dan akurat. Sementara itu, lingkup AMDAL difokuskan pada identifikasi para pemangku kepentingan utama dalam pembangkitan, pengumpulan, dan pengelolaan limbah plastik di wilayah studi. 
Metodenya meliputi wawancara kuantitatif guna memperoleh data kunci LCA, penilaian dan kuantifikasi dampak lingkungan dari seluruh rantai pengelolaan limbah - mulai dari pembangkitan, pengumpulan, pengangkutan, hingga pengolahan - serta identifikasi pendorong utama degradasi lingkungan, khususnya di Kabupaten Malang.
Untuk mengeksplorasi strategi pengurangan dampak lingkungan, ada tiga pendekatan penilaian yang digunakan, yakni faktor emisi, alat pemodelan, dan simulasi. Hasil di setiap kategori dampak ditentukan oleh data input yang dikumpulkan dalam Life Cycle Inventory (LCI), terutama data primer lapangan, yang kemudian dipadukan dengan faktor koefisien yang relevan.
Menjelang akhir presentasi, Alexandra menutup dengan bagian yang menurut saya paling membumi, yaitu Lessons Learned. Pengumpulan data sering kali rumit, sehingga persiapan menjadi kunci. Tim lokal memiliki wawasan yang sangat membantu dan memperkaya proses penelitian. Ketika data primer tidak tersedia, data sekunder dari basis data LCA dan literatur dapat melengkapi. Konteks dan asumsi harus selalu dijelaskan saat menafsirkan hasil. Dan yang tak kalah penting, tidak semua intervensi yang tampak ideal dalam pemodelan dapat langsung diterapkan, setidaknya dalam jangka pendek.

Makan siang dengan Research Assistant dari Imperial College London di selasar Renaissance Hall Lantai 2 The Golkonda Resorts & Spa

Paparan itu membuat saya terus menyimak. Bukan hanya karena substansinya, tetapi karena saya turut mendampingi dalam proses pengumpulan data lapangan bersama Mochamad Chazienul Ulum, S.Sos., MAP, Sekar Aqila Salsabila, S.AP., M.AP, dan fasilitator/enumerator LCA. Ketertarikan itu akhirnya menemukan momentumnya di luar ruang seminar.
Di depan pintu masuk The Golkonda Resorts & Spa, sambil menunggu bus jemputan untuk Hyderabad City Tour, saya menyapa Alexandra.
Your great presentation, and I listened carefully because I also facilitated the data collection in the field with the rest of Prof. Sujarwoto's team, Alexandra,” ucap saya.
Alexandra tampak senang. Kami berjabat tangan, saling menyebutkan nama. Sejak saat itu, hubungan kami berubah menjadi lebih akrab. Setiap bertemu di ruang simposium, kami saling menyapa. Hingga di hari terakhir, pada Writing Workshop hari ketiga, saya berkesempatan duduk satu meja dengannya saat makan siang. Alexandra banyak bercerita, dan saya lebih banyak mendengarkan.
Do you enjoy it here?” tanyanya sambil tersenyum.
Yes, but it’s cold here at night,” jawab saya.
In London it’s even more extreme,” katanya.
I know,” sahut saya, teringat cerita Dr. Harun yang baru kembali dari Inggris, tentang suhu yang sudah minus.
Dari obrolan sederhana tentang cuaca hingga diskusi serius tentang limbah plastik, semuanya bermula dari satu presentasi LCA. Saya teringat kata bijak Pete Seeger, penyanyi folk dan dan aktivis sosial asal Amerika, yang seolah merangkum semangat penilaian siklus hidup yang Alexandra paparkan:
“Jika sesuatu tidak dapat dikurangi, digunakan kembali, diperbaiki, dibangun kembali, diperbarui, dipoles ulang, dijual kembali, didaur ulang, atau dikomposkan, maka hal itu harus dibatasi, dirancang ulang, atau dihilangkan dari produksi.”
Dari LCA, saya belajar bahwa ilmu bukan hanya soal angka dan model, tetapi juga tentang jembatan - yang mempertemukan orang, pengalaman, dan kepedulian yang sama terhadap masa depan lingkungan. Dan ya, dari LCA pula, keakraban itu tumbuh. *** [251225]


logoblog

Thanks for reading Bertemu di Simposium, Akrab karena LCA

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog