Rabu, September 08, 2021

Dari Tim M Lanjut Supervisi Ke Tim K di Kabupaten Nagekeo Dalam SKP 2015

  Budiarto Eko Kusumo       Rabu, September 08, 2021
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallahu wallaahu akbar, Allahu Akbar walillaahil hamd.” 
Pagi itu, terdengar kumandang suara takbir berkali-kali. Dari Hotel Johny, tempat saya dan Data Analyst EP-POM Sujarwoto, S.IP, M.Si., MPA, Ph.D menginap di Bajawa, kami bergegas menuju ke masjid yang letaknya hanya 500 meter. Nama masjidnya adalah Masjid Al-ghuraba Baiturrahman, yang berada di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Kisanata, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kami tidak membayangkan bahwa di tengah mayoritas komunitas Kristiani ini terdengar gema suara takbir. Selama supervisi ke Tim M kemarin hampir tidak menjumpai suara adzan, dan baru ketika menginap di Hotel Johny ini mendengarnya dan sekaligus bisa berjamaah salat Idul Adha di Bajawa, pada Kamis (24/09/2015).

Dampingi enumertor wawancara dengan orangtua murid di halaman depan Balai Desa Alorawe, Kabupaten Nagekeo, NTT (Foto: 24/09/2015)

Memang, umumnya yang berjamaah di masjid itu adalah para pendatang. Orang Jawa di sana yang banyak berdagang di pasar dekat masjid maupun membuka warung makan, termasuk di antara yang meramaikan masjid tersebut.
Usai salat Idul Adha, kami balik ke hotel dengan jalan kaki. Saat itu mentari bersinar cerah seakan menerangi langkah kami. Udaranya cukup segar. Di sepanjang Jalan Gajah Mada, sudah terlihat mulai ramai lalu lalang kendaraan.
Tiba di hotel, sopir mobil rental telah menjemputnya. Tapi kami harus sarapan yang disediakan pihak hotel terlebih dahulu. Setelah itu, check out dan mulai berangkat menuju ke basecamp Tim K yang pada waktu berada di Natanaga, Boawae, Kabupaten Nagekeo, pada pukul 08.30 WITA.

Data Analyst EP-POM berdialog dengan orangtua murid di Desa Alorawe (Foto: 24/09/2015)

Karena jarak tempuhnya hanya sekitar 45 kilometer, kami diajak oleh sopir mobil rental itu singgah dulu ke Kampung Adat Bena, sebuah kampung tradisional yang telah berusia tua, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari hotel. Memang sopir mobil rental ini, telah berkali-kali mengantar tamu dari luar pulaunya. Katanya, dia suka memperkenalkan daerahnya kepada para tamu tersebut.
Setelah dari Kampung Adat Bena, mobil pun melanjutkan perjalanan menuju ke Boawae, Kabupaten Nagekeo. Sekitar 17 kilometer perjalanan, sopir berhenti sebentar untuk menunjukkan kepada kami sebuah bangunan Seminari Santo Yohanes Berkhmans Mataloko yang cukup terkenal, yang di seberangnya terdapat Rumah Retret Kemah Tabor Mataloko.
Lokasi kedua bangunan itu terletak di sepanjang Jalan Trans Flores. Jalur Trans Flores ini membentang sejauh 664 kilometer dari Labuhan Bajo di Manggarai Barat sampai Larantuka di Flores Timur. Jalur ini terkenal punya pemandangan memesona, namun treknya cukup berbahaya: rawan longsor dan banyak tikungan tajam.

Melintas di atas jembatan Aesesa yang menghubungkan Desa Alorawe dengan Desa Dhereisa (Foto: 24/09/2015)

Dalam perjalanan itu, kami juga sempat terhenti karena ada perbaikan jalan akibat timbunan longsor. Sehingga, mobilitas kendaraan diatur secara bergantian dengan cara buka tutup. Setelah kesempatan mobil kami berjalan, sopir pun mulai melaju.
Tiba di basecamp Tim K sekitar pukul 10.00 WITA. Basecampnya kebetulan berada di tepi Jalur Trans Flores di Kabupaten Nagekeo. Lokasinya tak jauh dari Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius Boawae. Di sana, kami di sambut oleh Tim K dan pemilik basecamp. Kalau tidak salah, pemilik basecampnya adalah kepala sekolah yang akan kami kunjungi.
Personil Tim K dalam Survey Konstruksi Pendidikan (SKP 2015) atau EOPO 1 Endline Evaluation: Field Survey ini, yang bertugas di enumeration area (EA) di Kabupaten Nagekeo adalah Santoso Widodo (Field Supervisor), Nafi Nurhayati (Field Data Editor), Emanuel Suban Wujon (Enumerator), Sugiarti (Enumerator), dan Ahmad Nazzil Mubarok (Enumerator).

Desa Alorawe dilihat dari atas bukit (Foto: 24/09/2015)

Di basecamp itu, kami berkenalan dengan pemilik basecamp dan kemudian briefing sebentar dengan Tim K terutama terkait dengan sekolah dan responden rumah tangga mana yang bisa kami kunjungi di Hari Raya Idul Adha ini.
Oleh Field Supervisor, kami dipilihkan EA yang bakal tak terlupakan. Lokasinya berada di ceruk jurang yang dikelilingi perbukitan karst. Jalanannya cukup ekstrim namun eksostis. Di tengah degup jantung, liukan perbukitan karst cukup menghibur mata kami dalam perjalanan tersebut.
Sekitar 13 kilometer dengan mobil angkut L300 terbuka, kami sampai di SMP Negeri (SMPN) 5 Boawae yang berada di Desa Dhereisa, Kecamatan Boawae. Di SMP 5 Boawae ini, kami sempat diajak berkeliling di ruang kelas. Sekolah bantuan hibah Pemerintah Australia melalui Program Pembangunan Unit Sekolah Baru tahun anggaran 2012 ini cukup bagus. Tertata rapi dan terjaga kebersihannya. Bangunan SMPN 5 Boawae seluas 912 m² ini berdiri di atas lahan dengan luas tanah 58.000 m².

SMPN 5 Boawae di Desa Dhereisa (Foto: 24/09/2015)

Dari SMPN 5 Boawae, kami diajak oleh Tim K untuk menjumpai responden rumah tangga yang berada di Desa Alorawe, Kecamatan Boawae. Jaraknya cuma sekitar 6,6 kilometer dari SMPN 5 Boawae, namun 1 kilometernya terpisah oleh Sungai Aesesa. Mobil hanya bisa menunggu di punggung bukit, dan selanjutnya kami harus berjalan kaki menuruni bukit untuk menuju ke desa tersebut.
Responden rumah tangga dikumpulkan di halaman Balai Desa Alorawe. Personil Tim K melakukan wawancara terhadap responden rumah tangga di halaman balai desa. Karena melihat geografisnya, yang pada umumnya rumah responden berada di punggung bukit, terasa tidak memungkinkan didatangi secara door to door. Mereka harus dikumpulkan. Field Supervisor meminta bantuan kepada guru SMPN 5 Boawae untuk membantu mengkondisikannya melalui muridnya jauh-jauh hari.
Di tengah-tengah wawancara itu, saya melihat proses wawancara enumerator satu per satu. Sementara itu, Data Analyst EP-POM yang juga seorang staf pengajar di Fakultas Ilmu Adminstrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) digunakan untuk berdialog dengan sejumlah responden rumah tangga yang umumnya berasal dari suku yang ada di Pulau Flores.

Transportasi dengan mobil L300 bak terbuka untuk menuju Desa Alorawe (Foto: 24/09/2015)

Hampir dua jam lamanya, kami berada di Desa Alorawe itu. Pada waktu kami berkunjung ke sana belum ada jembatan permanen penghubung Desa Alorawe dan Desa Dhereisa. Jembatannya masih berupa rakitan berbahan bambu.
Kata warga di sana, desa ini belum ada listrik. Malam hari, warga menggunakan lampu pelita yang dibuat dari kaleng susu bekas untuk menerangi jalanan mereka. Warga yang hendak pergi ke Pasar Boawae atau bersekolah di SMPN 5 Boawae terpaksa harus berjalan melintasi jembatan bambu yang berdiri di atas Sungai Aesesa yang lebarnya kurang lebih 100 meter dengan kedalaman sekitar dua meter.
Selesai mendampingi wawancara, kami pun kembali menyusuri Sungai Aesesa yang berada di ceruk bukit. Kemudian naik ke punggung bukit untuk menjumpai mobil bak terbuka yang kami tumpangi. Terus kembali ke basecamp di tepi Jalan Trans Flores itu.
Di sana kami dijamu oleh pemilik basecamp untuk makan bersama dengan Tim M. Sopir mobil rental yang sedari tadi pagi menunggu di halaman basecamp turut diajak makan juga. Setelah beberapa saat di basecamp sembari mengobrol dengan Tim M, kami pun meneruskan perjalanan menuju ke Ende. Karena tiket pesawat yang telah dibookingkan Kantor REDI berangkatnya dari Bandara H. Hasan Aroeboesman Ende. ***


logoblog

Thanks for reading Dari Tim M Lanjut Supervisi Ke Tim K di Kabupaten Nagekeo Dalam SKP 2015

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog