Dari arah selatan, kilauan lampu kereta api (KA) Dhoho Penataran 363 sudah terlihat. Pertanda kereta api akan segera tiba di Stasiun Kepanjen. Alarm palang pintu perlintasan sebidang Jalan Sultan Agung yang berada di sisi selatan stasiun juga telah berbunyi. Mendekati stasiun, laju kereta api pun mulai melambat.
Petugas stasiun mengumumkan kepada seluruh penumpang KA Dhoho Penataran yang akan melakukan perjalanan menuju ke Surabaya. KA Dhoho Penataran melambat dan berhenti di Stasiun Kepanjen pada pukul 19.15 WIB.
Semua penumpang memasuki gerbong. Sesuai tiket online yang dibeli melalui KAI Access, saya mendapat tempat duduk di gerbong EKO-6 nomor 14B. Gerbong EKO-6 berada tepat di belakang lokomotif. Kursi 14B untuk bertiga. Saya duduk di tengah diapit perempuan dan laki-laki.
Menanti kedatangan KA Dhoho Penataran di peron Stasiun Kepanjen, Kabupaten Malang |
Pukul 19.20 WIB KA Dhoho Penataran diberangkatkan dari jalur 1 Stasiun Kepanjen menuju stasiun pemberhentian terakhir di Stasiun Gubeng Surabaya. Dari Stasiun Kepanjen hingga Stasiun Gubeng, KA Dhoho Penataran akan menyinggahi 12 stasiun sebelum sampai Stasiun Gubeng, yaitu Stasiun Malang Kotalama, Stasiun Malang, Stasiun Blimbing, Stasiun Singosari, Stasiun Lawang, Stasiun Bangil, Stasiun Porong, Stasiun Tanggulangin, Stasiun Sidoarjo, Stasiun Gedangan, Stasiun Waru, dan Stasiun Wonokromo.
Perjalanan KA Dhoho Penataran dari Stasiun Kepanjen sampai dengan Stasiun Gubeng Surabaya yang berjarak sekitar 120 kilometer itu, memakan waktu tiga jam kurang dua menit. Tiba di Stasiun Gubeng Surabaya pada pukul 22.18 WIB.
Keluar lewat pintu Stasiun Gubeng Baru di sisi timur lintasan sepur, saya singgah sebentar di Warung Rawon Madurasa yang berada tepat di seberang pintu masuk utama Stasiun Gubeng Baru. Warung Rawon Madurasa adalah sebuah warung kaki lima yang cukup ramai. Warung itu digunakan tempat mangkal sopir ojek online maupun taksi.
KA Dho Penataran tiba di Stasiun Gubeng pada pukul 22.18 WIB |
Saya pesan teh panas dan nasi sop pakai telur untuk menghangatkan badan usai kena penyejuk udara di dalam sepur. Sambil menunggu antrian pesanan, saya mengobrol dengan tukang ojek online yang mangkal di situ.
Selesai makan dan minum, saya langsung pesan gojek untuk lanjut ke Swiss Belinn yang berada di Jalan Manyar Kertoarjo No. 100 Kelurahan Manyar Sabrangan, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya. Jarak dari Stasiun Gubeng menuju Swiss Belinn sekitar 4,5 kilometer.
Pukul 22.36 WIB saya langsung check in di resepsionis. “Mas, saya mau check in kamar atas nama Wawan Setiawan.” Seorang teman yang dulu pernah sama-sama berkarya di SurveyMETER dan Regional Economic Development Institute (REDI), Wawan Setiawan, S.IP, M.KP sudah mengirimi saya bukti booking kamar.
Kamar 919 Swiss Belinn Manyar Surabaya |
Kebetulan saya datang duluan. Petugas hotel pun langsung membuka aplikasi dan membenarkannya. Lalu, saya diberi tahu kamarnya dan diberikan kunci kamar dalam bentuk chip seperti kartu ATM, dan langsung menuju ke 9ᵗʰ Floor Room 19 dengan menggunakan lift yang berada di lobby hotel.
Tepat berada di depan lantai 9 kamar nomor 19, kartu saya tempelkan di pintu dan secara otomatis akan membuka pintu. “Assalamualaikum,” ucapan pertama saya ketika memasuki kamar hotel tersebut.
Setelah meletakkan tas dan melepas jaket jeans serta sepatu kulit warna coklat, saya langsung cuci kaki, membasuh muka dan telapak hingga pergelangan tangan. Tak lupa menggosok gigi dengan sikat dan odol yang telah disediakan pihak hotel.
Usai bersih-bersih badan, saya langsung membawa tubuh ke peraduan. Sambil menanti kedatangan teman satu kamar tersebut yang berangkat dari Yogyakarta, saya melihat televisi saluran HBO (Home Box Office) yang berjudul “The Time Traveler’s Wife.” Film yang diadaptasi oleh Steven Moffat dari novel dengan judul yang sama ini, berkisah tentang cinta yang memukau dan rumit antara Claire Abshire (Rose Leslie dari HBO’s Game of Thrones) dan Henry DeTamble (Theo James dari Divergent), dan pernikahan dengan masalah: time travel (perjalanan waktu).
Gemerlap cahaya lampu Kota Surabaya dari jendela Kamar 919 Swiss Belinn Manyar |
Pada usia 6 tahun, Clare bertemu Henry, seorang penjelajah waktu yang berkunjung dari masa depan. Empat tahun kemudian, ketika seorang berambut merah yang cantik berkunjung ke perpustakaan tempat Henry bekerja, mengklaim tidak hanya telah mengenalnya sepanjang hidupnya tetapi untuk menjadi calon istrinya, romansa magis terjadi dan rumit dengan upaya Henry untuk menjelaskan “kondisinya” kepada Clare.
Setelah satu jam menikmati film tersebut, pintu kamar terketuk dari luar. Seorang teman sekamar, Wawan Setiawan, S.IP, M.KP telah datang sekitar pukul 00.14 WIB yang telah berganti hari menjadi Sabtu (28/05/2022). Kami pun sempat mengobrol hingga pukul 02.00 WIB.
Perjalanan dengan sepur atau KA Dhoho Penataran Jumat malam itu seolah-olah terasa mimpi ikut training pelatihan petugas lapangan yang biasa digelar oleh Regional Economic Development Institute (REDI) di Surabaya, dan kemudian kumpul dengan teman dalam satu kamar di sebuah hotel setiap mengikuti training.
Esok harinya, bangun pagi, mandi, Subuhan, sarapan, dan kenakan baju batik menuju ke lantai 3 di mana Diamond Ballroom Swis Belinn berada. Setelah di Diamond Ballroom Swiss Belinn, saya baru tersadar bahwa saya sedang menghadiri pernikahan sejawat yang dulu pernah berkarya di REDI (Andiga Kusuma Nur Ichsan, S.E), bukan sedang mengikuti training petugas lapangan yang akan melakukan data collecting di seluruh Indonesia lagi. *** [290522]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar