Minggu, Juli 06, 2025

Senja di Pantai Pulau Merah: Hening di Ujung Hari, Hangat di Ujung Hati

  Budiarto Eko Kusumo       Minggu, Juli 06, 2025
Setelah seharian penuh melakukan tugas lapangan dalam rangka formative study di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Tim NIHR (National Institute for Health and Care Research) Universitas Brawijaya (UB) akhirnya kembali ke New Surya Hotel (NSH), tempat mereka bermalam selama bertugas di Banyuwangi. 
Capek, namun semangat mereka belum padam. Masih ada waktu tersisa sebelum gelap benar-benar jatuh, dan sore itu, mereka memutuskan untuk menutup hari dengan jalan-jalan menikmati senja di Pantai Pulau Merah.
Perjalanan dari NSH menuju Pantai Pulau Merah memakan waktu sekitar 1 jam. Lokasinya berada di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Pantai ini terletak di sebuah teluk yang menghadap langsung ke Samudera Indonesia, tepat di barat Semenanjung Blambangan.
 
Pulau Merah yang ada di pantai menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan

Di balik akses jalan yang membelah perbukitan dan area Tambang Emas Tujuh Bukit, mata akhirnya terbuka lebar melihat hamparan pantai dengan alunan ombak menggulung di saat langit mendung sedikit menutupi cakrawala.
Pantai Pulau Merah menyambut dengan pasir putih yang bersih dan garis pantai sepanjang tiga kilometer. Di kejauhan, sebuah bukit kecil setinggi 200 meter berdiri kokoh di tengah laut, hanya beberapa ratus meter dari bibir pantai. 
Bukit itulah yang menjadi ikon pantai ini, dan darinya nama "Pulau Merah" berasal. Meski kini rimbun oleh pepohonan, warna kemerahan bukit tersebut mulai muncul samar ketika sinar matahari condong dari barat, menyapunya perlahan. Saat laut surut, pengunjung bahkan bisa berjalan mendekat, mengelilingi, dan bermain di sekeliling bukit tersebut.

Deretan meja pantai yang membentang di sepanjang Pantai Pulau Merah yang menambah daya tarik

Sore itu, Selasa (01/07), matahari turun perlahan di ujung samudra. Langit mulai dipenuhi warna jingga, emas, dan semburat merah muda. Momen magis itu membuat setiap anggota Tim NIHR UB larut dalam keheningan masing-masing. 
Beberapa memilih menyusuri garis pantai, membiarkan pasir halus dan ombak Laut Selatan menyapu kaki. Ada yang berjalan ke arah Pulau Merah, mengamati tekstur batu dan ombak yang saling mengejar. Sebagian lagi tenggelam dalam keingintahuan kecil: mengamati tanaman-tanaman pantai seperti pandan laut (Pandanus tectorius) dan katang-katang (Ipomoea pes-caprae) yang tumbuh di pasir, menyerap daya tahan dari panas dan garam.
Angin laut menyapa lembut, membawa bau asin yang akrab. Suara tawa dan langkah kaki tim terdengar pelan, tenggelam di antara suara debur dan desir. Di hadapan langit yang memerah dan matahari yang turun perlahan, segala lelah hari itu seolah diluruhkan.

Wisatawan jalan-jalan di atas pasir putih untuk menikmati senja di Panti Pulau Merah

Pantai Pulau Merah memang tak hanya dikenal karena pesonanya. Sejak 2013, pemerintah daerah mulai memperkenalkannya ke dunia luar melalui ajang Internasional Surf Competition yang diikuti oleh peserta dari 15 negara. Sejak saat itu, tempat ini menjadi salah satu ikon wisata selatan Banyuwangi, tempat di mana ombak, langit, dan waktu menyatu menjadi sebuah perayaan alam.
Dan sore itu, tanpa perlu banyak kata, Tim NIHR UB tahu bahwa mereka sedang berada di tempat yang tepat. Di waktu yang tepat. Menyaksikan matahari jatuh ke laut, perlahan dan pasti, adalah cara paling tenang untuk menutup hari kerja dengan syukur, diam, dan hati yang penuh.
Suasana jalan-jalan memikmati senja di Pantai Pulau Merah seakan-akan mengingatkan kita pada puisi “Kerja Hati” yang ditulis oleh Suzy Kasem, seorang penulis, penyair, filsuf, dan seniman multitalenta Amerika asal Mesir. Cucu dari seorang bijak terkenal di Kairo abad ke-19, mistisisme dan kebijaksanaan mengalir dalam darahnya seperti air Sungai Nil yang mengalir dalam nadinya:
“Setiap hari lahir dengan terbitnya matahari
dan berakhir dengan terbenamnya matahari, sama seperti kita
membuka mata untuk melihat cahaya,
dan menutupnya untuk mendengar kegelapan.
Anda tidak memiliki kendali atas
bagaimana kisah Anda dimulai atau berakhir.
Namun sekarang, Anda harus tahu bahwa
semua hal memiliki akhir.
Setiap percikan kembali ke kegelapan.
Setiap suara kembali ke keheningan.
Dan setiap bunga kembali tidur
dengan bumi.
Perjalanan matahari
dan bulan dapat diprediksi.
Namun, perjalanan Anda adalah
SENI utama Anda.” *** [060725]


logoblog

Thanks for reading Senja di Pantai Pulau Merah: Hening di Ujung Hari, Hangat di Ujung Hati

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog