Senin, Juli 07, 2025

Refreshing di De Djawatan Forest: Meresapi Hening dan Hijau yang Menyegarkan Jiwa

  Budiarto Eko Kusumo       Senin, Juli 07, 2025
“Percayalah, karena aku tahu, kamu akan menemukan sesuatu yang jauh lebih hebat di hutan daripada di buku. Batu dan pohon akan mengajarkanmu apa yang tidak bisa kamu pelajari dari para ahli.” -- Bernard of Clairvaux
Usai melakukan in-depth interview dengan kader kesehatan Desa Wringinrejo di Pendopo Balai Desa, saya bergabung dengan beberapa personil Tim NIHR (National Institute for Health and Care Research) Universitas Brawijaya (UB) yang akan melakukan refreshing di kawasan Wana Wisata De Djawatan, atau yang akrab dikenal dengan De Djawatan Forest, pada Rabu (02/07).
Terletak di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, De Djawatan dibuka setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 17.30 WIB. Hutan ini menawarkan pesona alam yang unik dengan deretan pohon trembesi (Samanea saman) raksasa yang menjulang megah, menciptakan atmosfer mistis sekaligus menenangkan. 
Jalan setapak yang dibuat sealami mungkin memandu para pengunjung menyusuri keheningan yang merangkul. Begitu memasuki kawasan ini, yang terhampar adalah pemandangan hijau yang membelai mata yang bikin tenang, teduh, dan dalam banyak hal, menyembuhkan.

Bersua dengan Tim Enumerator HH Listing Desa Wringinagung di De Djawatan Forest, Desa Benculuk, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi

Orang-orang mengatakan bahwa beberapa pohon trembesi di sini telah hidup lebih dari dua abad. Di sela-sela pepohonan itu, peninggalan sejarah turut memperkaya pengalaman, yaitu dijumpainya rel kereta api tua yang dahulu menjadi jalur pengangkutan hasil perkebunan, menghubungkan kawasan ini dengan Stasiun Benculuk.
Menurut peta lawas zaman kolonial, De Djawatan pernah menjadi bagian dari jaringan pengiriman logistik oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta milik Pemerintah Hindia Belanda yang aktif sejak tahun 1922 di Benculuk.
Namun, sejarah De Djawatan Forest masih menyimpan teka-teki. Versi resmi dari laman Perhutani menyebutkan bahwa kawasan ini dulunya merupakan tempat penyimpanan kayu pada masa kolonial. 
Versi lain mengatakan bahwa hutan ini merupakan bagian dari kebun kopi kolonial yang luas, ditanam untuk melindungi tanaman kopi dari terik matahari. Hal ini masuk akal, mengingat di sekitar Benculuk dulunya berdiri dua onderneming: Goenoeng Srawed II dan III, yang memanfaatkan jalur kereta (spoor-adres) untuk mengangkut hasil perkebunan mereka.

Dereta pohon trembesi raksasa yang menjadi ikon De Djawatan Forest

Hampir dua jam lamanya, dimulai pada pukul 14.59 WIB, rombongan Tim NIHR UB memulai perjalanan menyusuri keheningan De Djawatan. Dedaunan yang bergoyang perlahan, sinar matahari yang menyusup malu-malu melalui sela-sela tajuk trembesi, serta aroma tanah basah yang khas menciptakan suasana spiritual. Bukan hanya tubuh yang dimanjakan, tetapi juga jiwa yang diberi ruang untuk bernapas.
Saat sedang berfoto di depan papan nama “De Djawatan Forest”, tiba-tiba terdengar suara memanggil dari belakang. Saya menoleh, dan ternyata berjumpa dengan Tim Enumerator dari Desa Wringinagung yang juga sedang menikmati suasana segar di tempat yang sama. 
Kami sempat berbincang sejenak, melepas canda ringan di tengah hijaunya suasana. Namun tak lama kemudian, Tim NIHR UB harus kembali ke New Surya Hotel, tempat kami menginap selama tugas formative study ini.

Banguna joglo di dalam kawasan De Djawatan Forest

Perjalanan singkat di De Djawatan Forest bukan sekadar menyusuri pohon-pohon tua atau mengabadikan momen di kamera. Lebih dari itu, ini adalah refreshing jiwa. Di tengah bisikan angin dan gemerisik dedaunan, hutan ini menawarkan kesempatan untuk menyendiri, merenung, dan menemukan kembali kedamaian yang sering hilang dalam hiruk pikuk kehidupan.
Dalam rerimbunan De Djawatan, kata-kata Bernard of Clairvaux (1090–1153) terasa begitu relevan:
Believe me, for I know, you will find something far greater in the woods than in books. Stones and trees will teach you that which you cannot learn from the masters” (Percayalah, karena aku tahu, kamu akan menemukan sesuatu yang jauh lebih hebat di hutan daripada di buku. Batu dan pohon akan mengajarkanmu apa yang tidak bisa kamu pelajari dari para ahli).
De Djawatan bukan hanya tempat wisata. Ia adalah ruang spiritual, tempat refleksi, dan sekaligus guru yang diam namun bijak. Di sinilah alam bicara lewat diamnya, dan kita yang mendengar dalam keheningan akan pulang dengan hati yang lebih lapang. *** [070725]


logoblog

Thanks for reading Refreshing di De Djawatan Forest: Meresapi Hening dan Hijau yang Menyegarkan Jiwa

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog