Memasuki pintu gerbang Rowobendo, Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Banyuwangi, seolah membuka lembar pertama dari kitab tua yang ditulis dengan huruf-huruf hutan. Jalan utama yang kini beraspal mulus membawa pengunjung melewati koridor alami pepohonan mahoni berdaun lebar yang menjulang rapi, batang-batang kokohnya seperti tiang-tiang langit yang menopang keteduhan. Di antara bisikan angin dan bayang-bayang dahan, pepohonan ini menyambut layaknya penjaga gerbang dari masa lampau yang hening, agung, dan penuh wibawa.
Tak jauh dari gerbang, sebuah candi Hindu berdiri tenang: Situs Kawitan, yang dalam bahasa Jawa berarti “asal mula”. Sebuah nama yang tak sembarangan, sebab kawasan Alas Purwo dipercaya sebagai tanah pertama yang muncul saat dunia menciptakan Jawa.
Di sinilah, di bawah naungan pohon-pohon mahoni tua yang ditanam dalam program reboisasi sekitar tahun 1960-an, para peziarah dan wisatawan duduk diam, menikmati semilir yang membawa aroma kayu, tanah basah, dan sejarah yang nyaris terlupakan.
![]() |
Hutan mahoni (Swietenia macrophylla) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi |
Buah mahoni berguguran di tanah seperti jejak waktu. Pepohonan ini – tinggi dan kokoh - telah menyaksikan puluhan musim berganti, ribuan kaki melintas dalam diam. Sebagian menyebut mereka sebagai “Sang Penjaga” Situs Kawitan, karena keberadaannya bukan sekadar peneduh, melainkan simbol kekuatan dan ketenangan yang bersinergi dengan aura spiritual tempat ini.
Mahoni memang bukan asing bagi tanah Jawa. Sejak zaman kolonial Belanda, bersama pohon asam (Tamarindus indica), ia menghiasi jalur-jalur panjang dari Anyer hingga Panarukan sebagai pohon peneduh warisan Daendels.
Namun di Alas Purwo, khususnya di Situs Kawitan, mahoni bukan hanya saksi sejarah, tapi bagian dari narasi semesta. Tarian dedaunannya menyentuh batin, membuat siapa pun yang berkunjung merasa seperti sedang kembali atau pulang ke asal mula.
![]() |
Deretan pohon mahoni (Swietenia macrophylla) dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi |
Pohon mahoni berdaun besar ini memiliki nama ilmiah Swietenia macrophylla G.King. Nama genus Swietenia diberikan sebagai penghormatan kepada dokter Belanda Gerard van Swieten (1700-1772), yang merupakan salah satu pendiri Vienna Botanical Garden (Kebun Raya Wina) [
1Puccio, P. (n.d.). Swietenia mahagoni (M. Beltramini, Trans.). Monaco Nature Encyclopedia: Discover the Biodiversity. Retrieved July 13, 2025, from https://www.monaconatureencyclopedia.com/swietenia-mahagoni/?lang=en
].Sedangkan, julukan khusus macrophylla berasal dari bahasa Yunani dari gabungan kata "makrós" (μακρός) yang berarti "besar" atau "panjang", dan "phyllon" (φύλλον) yang berarti "daun", yang kedua kata tersebut merujuk pada daun-daun besar dari jenis pohon mahoni tersebut [
2North Carolina Extension Gardener Plant Toolbox. (n.d.). Magnolia macrophylla. N.C. Cooperative Extension. Retrieved July 13, 2025, from https://plants.ces.ncsu.edu/plants/magnolia-macrophylla/#:~:text=The%20genus%20name%2C%20Magnolia%2C%20honors,flowers%20of%20the%20Magnolia%20genus.
].Nama ilmiah Swietenia macrophylla diperkenalkan oleh botaniwan Inggris George King (1840-1909) pada tahun 1886, dan dipublikasikan dalam Icones Plantarum or Figures, with Brief Descriptive Characters and Remarks, of New or Rare Plants, Selected from The Author’s Herbarium (Third Series, Vol. 16), atau Hook., Hooker's Icon. Pl. 16: pl. 1550 (1886).
![]() |
Batang mahoni (Swietenia macrophylla) yang menjulang |
Selain nama binomial, Swietenia macrophylla mempunyai nama-nama umum (common names): broad-leaved mahogany, Honduras mahogany (Inggris); hondurasmahogny (Swedia); Honduras-Mahagonibaum (Jerman); Honduras mahonie (Belanda); acajou du Honduras (Prancis); caoba de Honduras (Spanyol); mogno-das-Honduras (Portugis); mogano americano (Italia); mahogany daun besar (Malaysia); mahoni (Indonesia); arawakan (Tagalog); mahokani, mahoki (Samoa); acaju, aguano, mogno-do-Rio-Jurupari, mogno-escuro (Brasil); aguano (Peru); mara (Bolivia).
Pohon mahoni (Swietenia macrophylla) termasuk dalam famili Meliaceae (suku mahoni-mahonian atau suku duku-dukuan), dan berasl dari dari bioma beriklim tropis basah dengan rentang sebaran mulai dari Meksiko hingga Bolivia dan Brasil.
Swietenia macrophylla (mahoni) merupakan pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35 - 60 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua.
![]() |
Buah mahoni (Swietenia macrophylla) yang jatung dari pohon |
Daunnya menyirip tersusun berselang-seling dan bergerombol di ujung cabang, biasanya lonjong hingga lonjong-lanset atau bulat telur-lanset. Daun bagian atas berwarna hijau tua mengilap, dan bagian bawahnya berwarna hijau muda.
Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecokelatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecokelatan. Buahnya buah kotak, bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau cokelat.
Pohon mahoni (Swietenia macrophylla) adalah tanaman berkayu yang penting secara komersial, yang telah dianggap sebagai kayu tropis terbaik untuk furnitur kelas atas dan peralatan lainnya [
3Dewanjee, S., Paul, P., Dua, T. K., Bhowmick, S., & Saha, A. (2020). Big Leaf Mahogany Seeds. In Elsevier eBooks (pp. 543–565). https://doi.org/10.1016/b978-0-12-818553-7.00038-3
]. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah.![]() |
Buah mahoni (Swietenia macrophylla) yang terbelah |
Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak [
4Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar. (2023, June 07). Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla). Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Kota Denpasar. https://www.lh.denpasarkota.go.id/artikel/pohon-mahoni-swietenia-macrophylla
].Selain itu, berbagai bagian tanaman ini telah dilaporkan digunakan untuk berbagai tujuan terapeutik sebagai obat tradisional di wilayah Asia-Pasifik. Mahoni, menurut Jazuli et. al. (2023) [
5Jazuli, I., Hing, G. B., Selvaratnam, L., Han, L. L., Alex, D., & Kumari, Y. (2023). Prospective approach of Swietenia macrophylla as a neuroprotective agent for Alzheimer’s Disease: Emphasis on ameliorative mechanism. Journal of Functional Foods, 108, 105764. https://doi.org/10.1016/j.jff.2023.105764
], dienal sebagai neuroprotektif untuk Penyakit Alzheimer. Sedangkan, menurut Jaime et. al. (2024) [
6Jaime, A. B., González, R. M., Rosales, D. H., Verdín, E. M. B., González, E. M., Noriega, R. P., González, A. M., & Morales, J. R. F. (2024). Effect of Swietenia macrophylla king and Eriobotrya japonica lindl on clinic biochemistry of hyperglycemic Wistar rats. South Florida Journal of Development, 5(2), 580–591. https://doi.org/10.46932/sfjdv5n2-013
], Swietenia macrophylla (mahoni) memiliki berbagai manfaat medis dalam pengobatan tradisional, terutama untuk mengobati penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan masalah kulit. Khasiat antiinflamasi, antimikroba, antioksidan, dan antikanker tanaman ini juga telah diakui. *** [130725]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar