Pagi itu, di hari Rabu (03/07), udara segar menyambut kami setelah semalaman menyelesaikan tugas formative study NIHR Global Health Research Centre for Non-Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) di Kabupaten Banyuwangi.
Bersama Andhika Krisnaloka, S.Sos., saya memilih pulang menggunakan Kereta Api Ijen Ekspres dari Stasiun Rogojampi di malam hari, sementara rekan tim lainnya kembali dengan mobil. Namun, sebelum meninggalkan Banyuwangi, kami menyisihkan waktu seharian untuk menjelajahi keindahan dan misteri Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), sebuah surga konservasi di ujung timur Pulau Jawa.
Perjalanan Menuju TNAP: Pesona Alam Selatan Banyuwangi
Dijemput oleh Pak Dhe dan Bu Dhenya Andhika di New Surya Hotel (NSP), perjalanan menuju TNAP yang terletak di Semenanjung Blambangan berlangsung lancar. Jalanan mulus dengan lalu lintas sepi memanjakan mata kami.
![]() |
Situs Kawitan yang mistis |
Pemandangan geografis Banyuwangi Selatan yang elok - perbukitan hijau, hamparan sawah, dan udara bersih - menjadi pembuka yang sempurna untuk petualangan hari itu.
Sebelum memasuki kawasan TNAP, kami dibekali udeng, penutup kepala khas Bali. Saya mendapat yang berwarna putih, sementara Andhika mengenakan hitam. Udeng bukan sekadar aksesoris, melainkan simbol penghormatan terhadap budaya lokal yang kental di kawasan ini.
Mengenal TNAP: Warisan Alam dan Sejarah
TNAP bukan sekadar hutan biasa. Kawasan seluas 43.420 hektar ini menyimpan sejarah panjang, mulai dari era kolonial Belanda hingga ditetapkan sebagai taman nasional pada 1992. Sebagai salah satu ekosistem hutan hujan dataran rendah terakhir di Jawa, TNAP menjadi rumah bagi ratusan spesies flora dan fauna, mulai dari banteng (Bos javanicus), merak hijau (Pavo muticus), hingga penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang langka.
"Tak ada kata yang mampu mengungkapkan jiwa tersembunyi alam liar, yang mampu mengungkap misteri, melankolis, dan pesonanya. Bangsa ini berperilaku baik jika memperlakukan sumber daya alam sebagai aset yang harus diwariskan kepada generasi mendatang, ditingkatkan nilainya, dan tidak dirusak." -- Theodore Roosevelt
![]() |
Pura Giri Salaka Alas Purwo |
Kutipan mantan Presiden Amerika Serikat itu terngiang di benak saya saat menelusuri kawasan TNAP. Betapa tepat ungkapan itu menggambarkan kekaguman sekaligus tanggung jawab kita terhadap alam.
Selain kekayaan alam, TNAP juga sarat dengan nuansa mistis. Masyarakat sekitar meyakini kawasan ini sebagai tempat persembunyian terakhir rakyat Majapahit yang melarikan diri dari serbuan Mataram.
Legenda keris pusaka Sumelang Gandring yang tersimpan di dalam hutan masih dipercaya hingga kini, membuat banyak peziarah dan pelaku spiritual melakukan semedi di Goa Padepokan dan Goa Istana.
Menelusuri Tiga Spot Misterius
Karena keterbatasan waktu, kami hanya bisa mengunjungi tiga lokasi ikonik di TNAP, yaitu:
Tempat ini dianggap sebagai titik awal peradaban masyarakat Blambangan. Suasana sakral terasa begitu kuat, dengan pepohonan rindang dan batu-batu peninggalan sejarah yang berserakan. Di sini, kami bertemu dengan monyet ekor panjang yang bergelantungan di dahan mahoni (Swietenia macrophylla) maupun dinding Situs Kawitan.
Sebuah pura Hindu yang berdiri megah di tengah hutan. Pura ini menjadi tempat ritual Pagerwesi, upacara yang digelar setiap 210 hari sekali. Nuansa spiritual begitu kental, diperkuat dengan semilir angin dari sela-sela pepohonan tua dan aroma dupa yang menenangkan.
![]() |
Pantai Trianggulasi Alas Purwo di sore hari yang mendung |
Pantai berpasir putih ini memukau dengan ombaknya yang tenang. Sayang, kami tak sempat menikmati sunset karena harus bersiap kembali ke kota untuk mengejar kereta malam.
Pertemuan dengan Satwa Liar
Sepanjang perjalanan, kami beruntung menjumpai beberapa satwa khas TNAP, seperti rusa jantan yang tengah merumput di dekat Situs Kawitan, serta kawanan monyet yang berlarian di antara dinding-dinding Situs Kawitan. Kehadiran mereka mengingatkan betapa pentingnya menjaga kelestarian alam ini.
Perjalanan singkat ini meninggalkan kesan mendalam. TNAP bukan hanya tentang keindahan alam, tetapi juga tentang harmoni antara manusia, sejarah, dan ekosistem yang terjaga. Sebelum meninggalkan Banyuwangi, saya dan Andhika membawa pulang cerita tentang hutan lawas yang masih menyimpan seribu misteri - sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan. *** [110725]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar