Selat Solo berbahan lidah sapi |
Menghadiri acara kumpul bareng alumni Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993 di Rumah Makan (RM) Kusuma Sari Solo memberikan dua keuntungan bagi saya. Pertama, bisa bersilaturahmi dengan teman-teman Tim Enumerator IFLS 1993 Wilayah Pencacahan Jawa Tengah (Jateng) yang sudah 30 tahun berpisah, dan yang kedua bisa mencecap sepiring selat lidah RM Kusuma Sari yang melegenda.
Dalam buku menu RM Kusuma Sari, terdapat menu appertizer (hidangan pembuka) yang terdiri dari gado-gado, tahu acar, huzarensia, selat segar, selat galantin, selat lidah, dan selada paris. Saya memesan selat lidah dari tiga menu selat yang ditawarkan.
Ketiga selat produksi RM Kusuma Sari termasuk menu tempo doeloe yang bisa dinikmati hingga sekarang yang biasanya dikenal dengan selat Solo. Hal ini selaras dengan slogan yang diusung oleh rumah makan tersebut, “Solo Heritage Cuisine Since 1970.”
Selat Solo merupakan masakan Jawa yang terinspirasi masakan Barat yang terdiri dari tenderloin daging sapi rebus yang disajikan dengan kuah encer berwarna cokelat yang dipadu dengan berbagai sayuran dan telur rebus, sehingga dikenal sebagai perpaduan antara bistik (bifstuk) dan salad.
Nama selat berasal dari bahasa Belanda “slachtje” yang berarti salad. Kata “slachtje” juga bermakna hasil penyembelihan daging yang dijadikan dalam bentuk kecil-kecil. Pada saat itu, masyarakat Solo mengalami kesulitan untuk menyebut kata slachtje, sehingga mereka kerap melafalkannya dengan kata selat.
Makanan selat sudah ada sejak masa Hindia Belanda, konon tepatnya berawal sejak pembangunan Benteng Vastenburg (1745 dan 1756), yang berada di perempatan Gladak yang tak jauh dari gapura Kraton Surakarta sisi utara, yang dulunya kerap menjadi tempat pertemuan antara pihak Belanda dan Kraton Surakarta.
Koki-koki Belanda memperkenalkan teknik dan bahan memasaknya berupa daging sapi, yang kemudian diadopsi oleh bangsawan Jawa dalam bentuk perpaduan (fusion) yang bernama selat Solo. Irisan daging sapi (slachtje) menjadi bahan utama selat, yang disandingkan dengan bahan lainnya, yaitu aardappel (kentang), wortelen (wortel), boon (kacang), komkommer (mentimun), sla (selada), tomaat (tomat), ei (telur), dan sojasous (kecap), serta mayonaise.
Penggunaan irisan daging sapi, kentang, wortel, selada dan mustard atau mayonaise menunjukkan pengaruh Eropa, sedangkan pemakaian telur, pala, cengkih, lada dan kecap diklaim sebagai pengaruh Jawa mewakili pribumi. Sehingga, lumrah bila selat Solo itu dikenal sebagai biefstuk van Java (bistik Jawa).
Racikan selat Solo RM Kusuma Sari yang saya nikmati dalam kumpul bareng alumni IFLS 1993 Jateng memang ngangeni (bikin kangen). Kuahnya yang manis legit kecap bersama aroma rempah yang ringan menjadi ciri khas. Rasanya segar saat disantap, ada rasa manisnya yang berbaur kecut-kecut (asam). Saya memilih selat Solo berbahan lidah sapi untuk menikmati tekstur daging sapi yang empuk dan lembut.
Penasaran? Selat Solo atau dikenal sebagai biefstuk van Java memang menggoda yang patut untuk dicoba! *** [160124]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar