Kamis, Juni 15, 2023

Averrhoa bilimbi, Belimbing Wuluh Yang Bernilai Boga dan Husada

  Budiarto Eko Kusumo       Kamis, Juni 15, 2023
Tanaman belimbing wuluh sudah cukup dikenal di Indonesia. Di setiap daerah, belimbing wuluh memiliki sebutan masing-masing: limeng, thilimeng (Aceh); selemneg (Gayo); asom, belimbing, balimbingan (Batak); malimbi (Nias); balimbieng (Minangkabau), belimbing asam (Melayu); balimbing (Lampung, calincing, balingbing (Sunda),; bhalingbhing bulu (Madura); blingbing buloh (Bali); limbi (Bima); balimbeng (Flores); dan libi (Sawu). Orang Jawa menyebutnya blimbing wuluh.
Pohon belimbing wuluh bisa mencapai ketinggian hingga 10 m dan memiliki batang pendek yang segera terbagi menjadi beberapa cabang. Batangnya bergalur tidak beraturan. Daunnya berseling, tidak berpasangan, dan berkerumun di ujung cabang. Bentuknya bulat telur atau lonjong, dengan pangkal bulat dan ujung runcing, berbulu halus. Warna daunnya hijau sedang di permukaan dan pucat di bagian bawah.
Bunganya berukuran kecil dan harum baunya. Ia berkelopak lima (berbentuk bintang) dengan warna ungu tua. Bunga belimbing wuluh keluar dari batang atau cabang yang besar, dengan mahkota yang berlekatan. Panjang buah kira-kira 7 cm, berbentuk bulat lonjong bersegi. Berubah menjadi hijau kekuningan saat matang, dan berair banyak dengan rasanya yang masam.

Buah belimbing wuluh

Tanaman belimbing wuluh termasuk dalam keluarga Oxalidaceae dan marga (genus) Averrhoa dengan nama ilmiah Averrhoa bilimbi L. dalam dunia botani. Nama genus tanaman ini disematkan untuk menghormati Averroës, yang merupakan nama Latin dari Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Rusyid (1126-1198) [
1Puccio, Pietro & Beltramini, Mario (English translation). Averrhoa bilimbi. Retrieved from https://www.monaconatureencyclopedia.com/averrhoa-bilimbi/?lang=en
,
2Cornara, L., Xiao, J., Smeriglio, A., Trombetta, D. and Burlando, B. (2020), Emerging Exotic Fruits: New Functional Foods in the European Market. eFood, 1: 126-139. https://doi.org/10.2991/efood.k.200406.001
], seorang polimatik Muslim kelahiran Cordoba, Andalusia, Spanyol, yang terkenal di antara filsuf, baik di dunia Barat maupun Timur. Ia adalah seorang ilmuwan yang menguasai filsafat, logika, psikologi, kedokteran, matematika, geografi, hukum, fiqih, dan teologi.
Sedangkan, nama spesies bilimbi berasal dari nama daerah Melayu untuk spesies belimbing wuluh, nama yang masih digunakan di sebagian besar negara tropis [
3Datiles, M. J. (2022) ‘Averrhoa bilimbi (bilimbi)’, CABI Compendium. CABI International. doi: 10.1079/cabicompendium.8081.
]. Spesies ini pertama kali dideskripsikan oleh Carolus Linnaeus (Caroli von Linné) pada tahun 1753, seorang ahli botani Swedia, di Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, nominibus trivialibus, synonymis selectis, locis natalibus, secundum systema sexuale digestas Tomus I [
4Linné, Caroli. (1753). Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, nominibus trivialibus, synonymis selectis, locis natalibus, secundum systema sexuale digestas Tomus I. Holmiae: Impensis Laurentii Salvii. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/13829. Accessed on June 15, 2023
].
Tanaman belimbing wuluh ini digemari masyarakat karena memiliki nilai boga dan husada. Arti kata boga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makanan, masakan, hidangan. Sedangkan, kata husada berasal dari bahasa Sansekerta yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, artinya obat atau ilmu pengobatan.
Dalam boga, belimbing wuluh sering dimasukkan ke dalam hidangan yang membutuhkan rasa tajam atau asam, seperti sambal, acar, dan pasta/selai. Bisa juga ditambahkan ke kari atau gulai untuk memberikan keasaman dan rasanya sangat enak dengan ikan. Di Solo, belimbing wuluh dipakai campuran kuah soto daging dan garam asem. Lalu, sambal yang terbuat dari belimbing wuluh, dapat ditemukan di Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bunga belimbing wuluh

Sementara itu, bagian dari tanaman belimbing wuluh lainnya juga bisa digunakan untuk membuat minuman yaitu bagian daunnya. Dalam Serat Centhini, yang di dalamnya terdapat kuliner Jawa periode Centhini (1814-1823), diceritakan ketika perjalanan Raden Jayengresmi diiringkan Gathak Gathuk sampai di Dukuh Prawata di wilayah Krajan Undakan. 
Oleh Ki Darmajati, penguasa Dukuh Prawata, Raden Jayengresmi disambut dan diberi hidangan berbagai macam makanan, meliputi makanan pokok, camilan, dan minuman. Salah satu minuman yang disajikan adalah wedang roning blimbing wuluh sing anyep direndhem warih, yaitu air panas seduhan daun belimbing wuluh yang dibiarkan dingin untuk beberapa saat, fungsinya seperti infused water.
Selain bernilai boga, pohon belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) juga mempunyai nilai husada atau memiliki manfaat dalam pengobatan. Dilansir dari laman Singapore Infomedia yang berasal dari tulisan Naidu Ratnala Thulaja [
5Thulaja, Naidu Ratnala. (January 28, 2005). Belimbing (camias). Retrieved from https://eresources.nlb.gov.sg/infopedia/articles/SIP_856_2005-01-28.html
], disebutkan bahwa dalam pengobatan tradisional Melayu, sari buahnya juga digunakan untuk mengobati jerawat, hipertensi, diabetes dan pusing. Jus buahnya juga digunakan sebagai tetes mata dan dianggap sebagai “obat ajaib” untuk masalah mata tertentu. 
Daunnya dipanaskan dan dioleskan untuk mengobati gatal. Infus daun dikonsumsi sebagai tindakan perlindungan setelah melahirkan. Daun, buah dan bunganya direbus bersama-sama dan diminum untuk menyembuhkan batuk. Bunganya digunakan untuk mengobati sakit gigi.
 
Pohon belimbing wuluh di halaman depan rumah Pak Hasim, Dusun Bekur, Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Orang Indonesia menggunakan daunnya untuk mengobati berbagai penyakit termasuk bisul, rematik, gondok, jerawat, kencing manis, batuk rejan dan demam. Rebusan daunnya juga bisa digunakan untuk menghentikan pendarahan internal dan mengobati radang dubur.
Dari hasil tinjauan penggunaan etnomedisin dari hasil sejumlah penelitian itu, Thulaja juga menuturkan bahwa orang Jawa membuat ramuan menggunakan buah dan merica yang disebut rujak mrica, untuk merangsang keringat.
Kegunaan lainnya, kandungan asam oksalat yang tinggi pada belimbing berguna untuk menghilangkan karat dan noda dari bilah pisau, tangan, pakaian dan hampir semua jenis logam. Orang Melayu menggunakannya untuk membersihkan keris. Di Filipina abad ke-19, sari buahnya digunakan sebagai sabun untuk membersihkan tangan yang kotor.
Dari kegunaan etnomedisin pada belimbing wuluh itu telah merangsang sejumlah penelitian untuk menekankan beragam klain tradisional dan aktivitas farmakalogis belimbing wuluh sehubungan dengan melakukan lebih banyak studi ilmiah untuk mengisolasi prinsip aktif melalui teknologi canggih. *** [150623]


logoblog

Thanks for reading Averrhoa bilimbi, Belimbing Wuluh Yang Bernilai Boga dan Husada

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog