Di bawah pohon kesumba keling (Bixa orellana) dekat tangga menuju ruang pertemuan Puskesmas Pagak Lantai 2, terdapat tanaman seligi yang tumbuh subur. Saya melihatnya saat menghadiri Sosialisasi Program Prioritas Nasional dan Pelatihan Kader SMARThealth yang diadakan oleh Puskesmas Pagak dengan mengundang Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, pada Rabu (18/10).
Tanaman seligi bernama ilmiah Phyllanthus buxifolius (Blume) Müll. Arg. Nama genus Phyllanthus berasal dari bahasa Yunani dari kombinasi kata “phyllo-“ (daun, selebaran) dan “antho” (bunga), mengacu pada fakta bahwa pada beberapa spesies dalam genus, bunganya tumbuh langsung di daun, sangat dekat dengannya, atau karena seringkali berwarna hijau, bunganya dapat tertukar dengan dedaunan [
1González, J. "Explicación Etimológica de las Plantas de La Selva". Flora Digital De La Selva: Organización para Estudios Tropicales. Retrieved from https://sura.ots.ac.cr/florula4/docs/ETIMOLOGIA.pdf
].Sedangkan, nama spesiesnya, buxifolius, berasal dari bahasa Latin dari gabungan kata “buxus” (kotak, semak) dan “folium” (daun). Jadi, pengertian buxifolius berarti berdaun kotak, mengacu pada daun yang hampir berbentuk belah ketupat [
2https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/flora/2/8/2850
].Tanaman seligi (Phyllanthus buxifolius) |
Spesies ini awalnya dideskripsikan oleh Carl Ludwig von Blume (1796-1862), seorang Komisaris Pelayanan Medis Sipil dan Direktur Kebun Raya Bogor, pada 1825 sebagai Scepasma buxifolia dan dipublikasikan dalam Bijdragen tot de flora van Nederlandsch Indië: 7de Stuk [
3Blume, C. L. (1825). Bijdragen tot de flora van Nederlandsch Indië: 7de Stuk. Batavia: Ter Lands Drukkerij. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/9224
], atau Bijdr. Fl. Ned. Ind. 12: 582 (1826).Pada halaman 583 pada publikasi itu, dijelaskan bahwa spesimen yang ditemukan itu tumbuh di semak Gunung Salak, Gunung Gede, dan lain-lain. Bunganya mekar sepanjang tahun, dan nama lokalnya dikenal dengan cantigi dan kipayong.
Kemudian pada tahun 1863, Scepasma buxifolia direvisi dan diklasifikasikan dalam genus Phyllanthus menjadi Phyllanthus buxifolius oleh seorang ahli botani Swiss Johannes (Jean) Müller Argoviensis (1828-1896), dan dipublikasikan dalam Linnaea: Ein Journal für die Botanik in ihrem ganzen Umfange, Zweiunddreissigster Band. Oder: Beiträge zur Pflanzenkunde, Sechszehnter Band [
4Schlechtendal, D. F. L. von. (1863). Linnaea: Ein Journal für die Botanik in ihrem ganzen Umfange, Zweiunddreissigster Band. Oder: Beiträge zur Pflanzenkunde, Sechszehnter Band. Halle: Kosten des Herausgebers. Retrieved from https://www.biodiversitylibrary.org/item/10876
], atau Linnaea 32: 50 (1863).Daun seligi (Phyllanthus buxifolius) yang masih muda |
Di Indonesia, Phyllanthus buxifolius (seligi) ini mempunyai sejumlah nama lokal di beberapa daerah. Keliki, kemliki, sligi (Jawa) dan kayu sisih, taru penyisih (Bali).
Tanaman seligi (Phyllanthus buxifolius) termasuk dalam famili Phyllanthaceae. Daerah jelajah asli spesies ini adalah dari Jawa hingga Kepulauan Sunda Kecil (Bali), Kalimantan (Sabah dan Kalimantan pesisir timur), dan Filipina [
5https://powo.science.kew.org/taxon/urn:lsid:ipni.org:names:92096-3
].Seligi merupakan tumbuhan perennial berbentuk perdu. Batangnya tegak dan bercabang, berbentuk bulat, berkayu, dengan permukaan kasar dan berwarna cokelat. Daun berwarna hijau bertipe majemuk, dengan posisi duduk daun melingkar pada batang, anak daun mengkilap dan bentuk daunnya bundar telur mengarah ke bentuk trapesium.
Buah berbentuk bulat. Saat muda buahnya berwarna hijau dan berubah cokelat saat tua. Biji seligi berwarna cokelat dengan bentuk pipih menyerupai ginjal. Akar seligi berjenis tunggang dan memiliki warna cokelat muda.
Warna daun seligi (Phyllanthus buxifolius) yang sudah tua |
Phyllanthus buxifolius (seligi) sering dijadikan sebagai tanaman hias maupun tanaman pagar, dan telah lama dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat. Daun seligi digunakan masyarakat di Jawa dan Bali untuk mengobati keseleo, sendi terkilir, dan nyeri tulang. Daunnya ditumbuk kemudian dioleskan sambil dipijit-pijit pada tulang yang keseleo atau nyeri sendi. Sedangkan, air seduhan daunnya bisa dimanfaatkan untuk mengobati rematik.
Selain itu, dalam peternakan modern penggunaan serbuk daun Phyllanthus buxifolius juga memberikan manfaat bagi kesehatan hasil ternaknya. Dalam penelitian Wardah et. al. (2017) [
6Wardah, J. Rahmahani and T. Sopandi, 2017. Effect of Phyllanthus buxifolius Leaf as a Feed Supplement on Liver Function and Haematological Response of Quail (Coturnix coturnix japonica) Challenged with Infectious Newcastle Disease Virus. International Journal of Poultry Science, 16: 354-363.DOI: 10.3923/ijps.2017.354.363 URL: https://scialert.net/abstract/?doi=ijps.2017.354.363
] dikatakan bahwa pemberian 4-6% serbuk daun Phyllanthus buxifolius pada ransum dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol pada kuning telur serta meningkatkan imunitas burung puyuh yang tidak tertandingi terhadap virus penyakit tetelo.Dalam penelitian ini, suplementasi bubuk daun Phyllanthus buxifolius secara signifikan meningkatkan respon antibodi serum terhadap virus Newcastle disease (ND) pada burung puyuh tanpa menyebabkan kerusakan hati. Imunomodulasi mungkin memainkan peran penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas unggas akibat infeksi virus. Pemanfaatan daun Phyllanthus buxifolius sebagai pakan suplemen dapat mendukung program vaksinasi untuk pengobatan atau pencegahan penyebaran virus ND pada produksi unggas modern. Formulasi pakan yang mengandung tanaman obat dapat membantu meningkatkan status imunitas tanpa mengganggu produktivitas unggas. *** [201023]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar