Senin, Desember 16, 2024

Phaleria macrocarpa, Mahkota Dewa Yang Termaktub Dalam Peribahasa

  Budiarto Eko Kusumo       Senin, Desember 16, 2024
Waktu masih di bangku Sekolah Dasar Negeri (SDN ) Brotodipuran No. 101 Solo, saya pernah mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia mengenai peribahasa. Di antara peribahasa yang masih saya ingat adalah “bagai makan buah simalakama.”
Peribahasa atau pepatah itu biasanya digunakan untuk sebuah kondisi yang sama-sama sulit dilakukan. Kalimat itu identik dengan kalimat “Maju Kena Mundur pun Kena”. Pepatah ini menggambarkan seseorang yang berada di antara dua pilihan yang sulit.
Pelajaran mengenai peribahasa ini, terkenang kembali saat saya makan siang di Warung Sederhano, yang berada di Jalan Panglima Besar Sudirman No. 88 Dusun Lemah Duwur RT 04 RW 01 Desa Dilem, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.

Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sudah mendekati masak

Di halaman samping Warung Sederhano, dekat dengan kamar kecil yang diperuntukkan bagi pelanggannya itu terlihat sebuah pohon simalakama berukuran sedang. Pohon sedang berbuah dan memiliki bunga warna putih yang menempel pada batangnya.
Anak pemilik Warung Sederhano, sambil menunjuk tanamannya, bilang bahwa itu adalah tanaman mahkota dewa. “Bibitnya saya bawa dari Purworejo, tempat kelahiran ibu saya,” kata anak laki-laki pemilik Warung Sederhano.
Ketika dia menyebut dari Purworejo, saya jadi ingat pada saat penelitian “The Work and Iron Status Evaluation” (WISE) di Kabupaten Purworejo (2 Januari 2002 – 25 Agustus 2004), pohon mahkota dewa memang sedang hit di sana. Banyak responden di daerah Kecamatan Loano yang saya wawancarai menjadi buruh mengiris buah mahkota pada pemilik tanaman tersebut. Irisan tipis tersebut dijemur, dan bila sudah benar-benar kering bisa dibuat teh. Kala itu permintaan akan buah mahkota dewa sangatlah tinggi, sehingga membangkitkan perekonomian di sana.

Bunga mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) yang tumbuh dari batangnya

Sebutan lain untuk mahkota dewa adalah simalakama. Pohon mahkota dewa atau simalakama memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Nama genus Phaleria berasal dari bahasa Yunani “φαληρος” (phaleros) yang berarti “putih cerah”, mengacu pada bunga pohon tersebut [
1Flora & Fauna Web. (n.d.). Phaleria macrocarpa Boerl. NParks. Retrieved December 16, 2024, from https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/flora/5/0/5083#:~:text=The%20genus%20epithet%2C%20Phaleria%2C%20is,for%20%22large%2Dfruited%22.
].
Sedangkan, julukan khusus macrocarpa berasal dari bahasa Yunani dari gabungan kata sifat “μακρός” (macrόs), yang berarti besar, dan dan kata substantif “καρπός” (carpόs), yang berarti “berbuah besar” [
2Puccio, Pietro (Text), & Beltramini, Mario (Translator). (2019, July 4). Phaleria macrocarpa. Monaco Nature Encyclopedia. Retrieved December 16, 2024, from https://www.monaconatureencyclopedia.com/phaleria-macrocarpa/?lang=en
].
Spesies ini mula-mula diperkenalkan dan dideskripsikan oleh botaniwan Belanda Rudolph Herman Christiaan Carel Scheffer (1844-1880) pada tahun 1876 sebagai Drimyspermum macrocarpum, dan dipublikasikan dalam Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg. (Vol. 1) [
3Scheffer, R.H.C.C. (1876). Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg. (Vol. 1). Batavia: H.M. Van Dorp & Cie. https://www.biodiversitylibrary.org/page/27909515
], atau Ann. Jard. Bot. Buitenzorg 1: 46 (1876).

Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) yang masih muda berwarna hijau

Kemudian pada tahun 1900, botaniwan Belanda Jacob Gijsbert Boerlage (1849-1900) merevisi dan mengklasifikasikan spesies Drimyspermum macrocarpum ke dalam genus Phaleria menjadi Phaleria macrocarpa, dan dipublikasikan dalam Handleiding Tot De Kennis Der flora van Nederlandsch Indië: Beschrijving Van De Families En Geslachten Der Nederl. Indische Phanerogamen (Derde Deel) [
4Boerlage, J.G. (1900). Handleiding Tot De Kennis Der flora van Nederlandsch Indië: Beschrijving Van De Families En Geslachten Der Nederl. Indische Phanerogamen (Derde Deel). Leiden: E.J. Brill. https://www.biodiversitylibrary.org/page/5431067
], atau Fl. Ned. Ind. (Boerlage) 3(1): 111 (1900).
Selain nama ilmiah (scientific preferred name), Phaleria macrocarpa juga mempunyai nama-nama umum (common names): crown God, crown of Gods, God’s crown, drug Lord, makuto queen (Inggris); pau (Malaysia); mahkota dewa, simalakama (Indonesia); makota (Tagalog); huang kuang (China).
Pohon mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) termasuk dalam famili Thymelaeaceae, dan daerah asal spesies ini adalah Pulau Papua (Indonesia) dan Papua Nugini bagian barat. Tanaman ini pertama kali dibudidayakan di Solo, Yogyakarta, dan Jawa Tengah, kemudian banyak ditanam di Singapura dan Malaysia karena khasiat obatnya yang tinggi [
5Ahmad, R., Khairul Nizam Mazlan, M., Firdaus Abdul Aziz, A., Mohd Gazzali, A., Amir Rawa, M. S., & Wahab, H. A. (2023). Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.: An updated review of pharmacological effects, toxicity studies, and separation techniques. Saudi pharmaceutical journal : SPJ : the official publication of the Saudi Pharmaceutical Society, 31(6), 874–888. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2023.04.006
].

Daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

Dalam bahasa Indonesia, mahkota dewa, nama yang diberikan pada buah tanaman ini menyiratkan bahwa buah ini turun dari surga, sebagai berkat dari Tuhan untuk membantu umat manusia [
6Quattrocchi, U. (2012). CRC world dictionary of medicinal and poisonous plants: common names, scientific names, eponyms, synonyms, and etymology (5 Volume Set). CRC press.
].
Phaleria macrocarpa (mahkota dewa) diklasifikasikan sebagai semak atau pohon cemara berdasarkan morfologinya. Tinggi tanaman dapat berkisar antara 1 hingga 18 m. Pohon ini dapat tumbuh pada ketinggian 10 hingga 1200 m di atas permukaan laut dan memiliki masa produktif 10 hingga 20 tahun. Pohon ini memiliki tajuk bercabang banyak, akar lurus sepanjang satu meter yang mengeluarkan getah, batang tegak berbentuk silinder setinggi 15 cm, kulit batang berwarna hijau kecokelatan, dan kayu berwarna putih [
7Saufi, A. (2007). Lignans in Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. and in Linum flavum var. compactum L. Inaugural-Dissertation zur Erlangung des Doktorgrades der MathematischNaturwissenschaftlichen Fakultät der Heinrich-Heine-Universität Düsseldorf. Retrieved from https://docserv.uni-duesseldorf.de/servlets/DerivateServlet/Derivate-6570/Dissertation_AhmadSaufi.pdf
].
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan tanaman asli Indonesia. Tumbuhan ini biasanya ditanam sebagai tanaman perdu atau tanaman hias. Selain itu, mahkota dewa yang unik juga digunakan sebagai tanaman herbal atau obat yang memiliki beragam manfaat.

Batang mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

Penelitian ssebelumnya mengungkapkan bahwa ekstrak buahnya dilaporkan memiliki sejumlah khasiat obat yang berharga seperti antikanker, antidiabetes, antihiperlipidemia, antiinflamasi, antibakteri, antijamur, antioksidatif dan efek vasorelaksan [
8Altaf, R., Asmawi, M. Z., Dewa, A., Sadikun, A., & Umar, M. I. (2013). Phytochemistry and medicinal properties of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. extracts. Pharmacognosy reviews, 7(13), 73–80. https://doi.org/10.4103/0973-7847.112853
].
Kemudian Rosliza Ahmad et. al. (2023) [
5Ahmad, R., Khairul Nizam Mazlan, M., Firdaus Abdul Aziz, A., Mohd Gazzali, A., Amir Rawa, M. S., & Wahab, H. A. (2023). Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.: An updated review of pharmacological effects, toxicity studies, and separation techniques. Saudi pharmaceutical journal : SPJ : the official publication of the Saudi Pharmaceutical Society, 31(6), 874–888. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2023.04.006
] melaporkan bahwa daun dan buah merupakan bagian tanaman yang paling umum digunakan untuk mengobati penyakit secara tradisional. Penggunaan obatnya meliputi mengobati gangguan pencernaan, sakit perut, diare, tekanan darah tinggi, wasir, glukosa darah tinggi dan kolesterol, gejala kencing, sakit punggung, dan asam urat. 
Daun Phaleria macrocarpa biasanya direbus bersama bunga kelapa, daun pinus, serai wangi (fragrant lemongrass), dan kamper Ngai (sembung). Air rebusannya digunakan sebagai air mandi untuk ibu pascapersalinan.

Pohon mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) di halaman Warung Sederahno, Desa Dilem, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang

Untuk mengobati gangguan pencernaan, diare, dan wasir, satu cangkir air rebusan ekstrak tiga hingga tujuh daun Phaleria macrocarpa dikonsumsi dua kali sehari. 
Beberapa metode telah dipraktikkan di kalangan herbalis untuk mengendalikan tekanan darah tinggi. Buah Phaleria macrocarpa biasanya dipotong-potong, dicuci, dan dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian buah kering direbus bersama dengan daun tanaman herbal lainnya atau direndam dalam air panas dan dikonsumsi satu hingga tiga kali sehari. 
Metode yang sama digunakan untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan kolesterol serta masalah kesehatan lainnya menurut praktik tradisional Malaysia. Selain itu, buah kering dapat digoreng terlebih dahulu tanpa minyak dan kemudian direbus sebagai minuman herbal. Buah Phaleria macrocarpa juga digunakan sebagai pengobatan komplementer untuk mengobati masalah ginjal, jantung, dan tumor dengan meminum ekstrak air buah kering yang biasanya direbus bersama dengan tanaman obat lainnya. Buah kering yang dipotong juga dimakan sebagai kapsul untuk meringankan gejala. *** [161224]


logoblog

Thanks for reading Phaleria macrocarpa, Mahkota Dewa Yang Termaktub Dalam Peribahasa

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog