Selasa, Februari 18, 2025

Mencicipi Botok Ginseng Jawa Bersama Kader Kesehatan Desa Tlogorejo

  Budiarto Eko Kusumo       Selasa, Februari 18, 2025
Setelah rangkaian kegiatan Integrasi Layanan Primer (ILP) di Posyandu Nusa Indah 3 Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, selesai, suasana berubah lebih santai. Dari tikar yang digelar di Pendopo Balai Desa, aroma masakan rumahan mulai menguar, mengundang para kader kesehatan yang baru saja menuntaskan tugas mereka. Makan siang bersama ini bukan sekadar waktu mengisi perut, tetapi juga momen kebersamaan, berbagi cerita, dan melepas lelah setelah melayani masyarakat.
Di antara suapan nasi hangat dan lauk khas desa, terdengar tawa renyah dan obrolan ringan. Ada yang berbagi pengalaman seputar kesehatan ibu dan anak, ada pula yang saling bertukar tips memasak sehat.
Pada jamuan kembul bujana itu, ibu-ibu kader menyajikan menu hidangan yang telah dibuat secara gotong-royong, di antaranya oseng-oseng pepaya, bader tempe tahu, bobor daun singkong, urap, lompong teri, sayur sambal goreng pepaya, kenikir rebus dan sambal orek, serta botok krokot.

Kembul bujana bersama kader kesehatan Desa Tlogorejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Yang menarik perhatian saya selaku anggota Tim SMARThealth Universitas Brawijaya (UB) tatkala diundang dalam acara ILP dan diajak ikut perjamuan kembul bujana itu adalah menu terakhir, yaitu botok krokot. Botok krokot, kata salah seorang kader terbuat dari bahan utama berupa daun ginseng Jawa (Talinum fructicosum). 
Di Indonesia, tanaman Talinum fructicosum memiliki sejumlah sebutan lokal, seperti kolesom, krokot Belanda, ginseng Jawa, dan poslen. Mungkin, sebutan kader Desa Tlogorrejo bagi botok krokot ini mengacu pada nama krokot Belanda tersebut.
Aroma daun pisang yang terpapar uap panas langsung menguar begitu lipatan kecil itu dibuka. Di dalamnya, botok ginseng Jawa buatan ibu-ibu kader kesehatan Desa Tlogorejo tampak menggoda, berpadu antara parutan kelapa, rempah, dan potongan daun ginseng Jawa (Talinum fruticosum). Ini bukan sekadar hidangan tradisional, tetapi juga warisan kearifan lokal yang kaya manfaat.

Botok gingseng Jawa

Dengan rasa penasaran, suapan pertama pun mendarat di lidah. Tekstur lembut kelapa parut berpadu dengan rasa gurih yang khas, sementara ginseng Jawa menambahkan sedikit rasa segar dan renyah. Sensasi yang unik—tidak seperti botok pada umumnya yang biasanya menggunakan petai cina atau teri. Kali ini, ada sentuhan herbal yang memberi kesan sehat dan menenangkan.
Istilah “botok” sendiri sebenarnya juga disebutkan dalam Suluk Tambangraras atau Serat Centhini (1814). Pada jilid V, pupuh 354 Asmarandana bait 21-26 dikisahkan ketika di Wanamarta, Ki Bayi Panurta memerintahkan kepada Ni Rubiyah untuk menyiapkan hidangan makanan dan perlengkapannya.
Dengan dibantu Niken Tambangraras menyiapkan hidangan. Setelah selesai menyiapkan segera dihidangkan dengan dibantu santri Luci dan santri Nuripin. Berbagai makanan dan sayuran dihidangkan. Setelah selesai, Ki Bayi Panurta mempersilakan kepada She Amongraga untuk segera menyantapnya.

Bungkusan botok ginseng Jawa

Disebutkan dalam pupuh tersebut ada 31 menu masakan. Salah satu di antaranya disebutkan botok jambal. Artinya botok yang berbahan ikan jambal.
Bagi banyak orang, botok ginseng Jawa mungkin masih asing. Namun, di Tlogorejo, ibu-ibu kader kesehatan telah lama mengolahnya sebagai makanan bergizi yang dipercaya dapat meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. Inilah bukti bahwa kuliner tradisional tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menjaga kesehatan.
Hidangan sederhana terasa lebih istimewa karena dinikmati bersama, mempererat ikatan di antara para kader yang menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan desa. Inilah kebersamaan yang tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga menghangatkan hati. *** [180225]


logoblog

Thanks for reading Mencicipi Botok Ginseng Jawa Bersama Kader Kesehatan Desa Tlogorejo

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Blog