“Cara kita makan bukanlah soal harga diri, tapi soal rutinitas dan preferensi, yang terbentuk sepanjang hidup.” ― Bee Wilson, First Bite: How We Learn to Eat
Usai hari yang penuh tantangan dan pencapaian dalam rangkaian piloting Household (HH) Listing di Kelurahan Kepanjen pada Kamis (10/04), Tim Peneliti NIHR Global Health Research Centre for Non Communicable Diseases and Environmental Change (NIHR-GHRC NCDs & EC) Universitas Brawijaya (UB) makan siang bersama di Warung Lesehan Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Dr. Ir. Soekarno No. 8 Area Sawah/Kebun Desa Ngadilangkung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Lokasinya berada di Jalibar (Jalur Lingkar Barat) Kepanjen.
Tak hanya strategis, Warung Lesehan Yogyakarta juga menawarkan area yang luas dengan total lahan mencapai 6.500 meter persegi dan kapasitas hingga 1.200 orang. Pengunjung bisa menikmati udara segar dari pepohonan rindang yang mengelilingi area warung. Dengan suasana yang nyaman serta pemandangan indah berupa hamparan persawahan dan latar belakang Gunung Kawi.
![]() |
Tim Piloting HH Listing NIHR UB makan siang bersama di Warung Lesehan Yogyakarta Kepanjen di Jalibar |
Ditengarai hujan lebat dan halilintar menggelegar bertalu-talu, suasana sedikit bikin cemas. Suasana gentar atau suasana waspada karena halilintar yang menggelegar seringkali menyebabkan rasa takut atau kecemasan pada orang yang mendengarnya, termasuk Tim Piloting HH Listing yang duduk di bangku tengah dekat kolam warung tersebut.
Namun begitu, pesanan makanan dihidangkan oleh pramusaji, 9 orang anggota Tim Piloting HH Listing keslamur (terkaburkan) dengan suara kilat yang terkadang memekakkan telinga itu. Aroma demi aroma pesanan cukup menggoda perut yang memang sudah keroncongan.
Sembilan orang yang duduk berhadapan tersebut, memesan makanan dan minuman sesuai dengan selera mereka masing-masing. Ada ayam penyetan komplit, ca kangkung, ca tauge, garang asem ayam, dan sejumlah aneka minuman.
![]() |
Garang Asem Ayam Warung Lesehan Yogyakarta Kepanjen |
Seperti ujaran Beatrice Dorothy “Bee” Wilson, seorang penulis dan jurnalis makanan asal Inggris, dalam First Bite: How We Learn to Eat: “The way we eat is not a question of worthiness but of routine and preference, built over a lifespan” (Cara kita makan bukanlah soal harga diri, tapi soal rutinitas dan preferensi, yang terbentuk sepanjang hidup).
Kutipan (quote) dari Bee Wilson ini mengisyaratkan bahwa kebiasaan makan kita bukan tentang seberapa “baik” atau “buruk” kita sebagai manusia, atau tentang penilaian moral. Sebaliknya, kebiasaan makan dibentuk oleh pola, rutinitas, dan selera pribadi yang sudah lama terbentuk dari waktu ke waktu.
Pada kesempatan itu, saya memesan menu nasi putih, garang asem ayam, dan minumnya mencoba es dawet Banyumas. Garang asem ayam adalah hidangan tradisional khas Jawa Tengah yang berbahan dasar ayam, dibungkus daun pisang, dan dimasak dengan bumbu yang asam, pedas, dan gurih.
![]() |
Es Dawet Banyumas Warung Lesehan Yogyakarta Kepanjen |
Aroma daun pisang yang menguap perlahan saat bungkusan hangat dibuka seakan jadi isyarat: ada kelezatan khas Jawa Tengah yang akan memanjakan lidah. Kuah bening yang segar dengan semburat pedas cabai rawit (Capsicum frutescens) dan keasaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) menyatu dalam kepulan nasi panas.
Es dawet Banyumas adalah minuman tradisional yang populer di daerah Banyumas dan sekitarnya. Es dawet dibuat dari bahan-bahan seperti terpung beras, disiram dengan gula merah cair, dan diberi tambahan santan.
Dibalik meja kayu memanjang dan deretan sajian makanan maupun minuman, terjalin momen kebersamaan yang tak sekadar mengisi perut, tapi juga mempererat semangat kolektif setelah melewati proses yang intens. *** [110425]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar